AKHIR-AKHIR ini lambang, logo atau cap “Cianjur Jago” cukup marak. Ada terpasang, terpampang atau tertera dimana-mana. Cianjur Jago menghiasi pintu mobil dinas, spanduk/baliho/poster, kaos, sepatu. Bahkan kini trotoar yang tengah dilakukan renovasi pun diberi cap “Cianjur Jago”, dan ada pula lagunya, lagu “Cianjur Jago”
Ingat kata “Jago”, tentu saja akan ingat kepada ayam, yaitu ayam jago. Dalam Kamus Basa Sunda – Indonesia, Indonesia – Sunda, Sunda – Sunda, karya Drs. Budi Rahayu Tamsyah, SPk. Jago, 1, jalu atawa jaluna (jago), 2, calon anu rek milih lurah, 3, nu unggul dina kaulinan, olahraga jst. Jago, harti injeuman jalma nu resep gelut, nu geus kasohor, nu bisa maenpo.Ya, jago gelut (gulat), jago maenpo, dan lainnya.Ngajago : boga kalakuan atawa nyeta-nyeta kawas jago.
Jago harti injeuman (arti pinjaman). Pada basa Sunda,atau dengan bahasa Indonesia, sangat mudah,atau sangat akrab dipelesetkan, misalnya jago janji, jago inkar janji, jago hoax, jago dan jago lainnya, baik yang bersifat positif maupun negatif. Artinya tergantung dari mana kita menilai, tergantung dari mana kita memaknai.
Sekarang Kabupaten Cianjur memiliki lambang, logo atau cap “Cianjur Jago” atau hashtag “Cianjur Jago” (sebagaimana dikemukakan Kabag Humas dan Protokol Pemkab Cianjur, Pratama Nugraha Emmawan).
Istilah “Cianjur Jago” kalau boleh menilai, bisa mengandung arti atau bterkesan sombong, ujub, riya, takabur atau kesombongan diri atau arogansi. Padahal masyarakat Cianjur, dikenal dan terkenal sangat ramah tamah, someah hade kasemah.
Dilain pihak, tiga pilar budaya yang sudah menjadi nilai nilai tradisi dan telah membudaya dalam kehidupan masyarakat Cianjur sejak dahulu, yakni Ngaos, Mamaos dan Maenpo, semenjak H Irvan Rivano Muchtar dilantik menjadi Bupati Cianjur, muncul kebijakan baru. Irvan menghendaki, agar tiga pilar budaya rakyat Cianjur ini, ditambah empat lagi, menjadi tujuh Pilar. Keempat pilar tambahan tersebut, masing-masing: Someah, Tanghinas, Sauyunan dan Tatanen.
Someah mengartikan, bahwa rakyat Cianjur dikenal memiliki sifat yang sopan, santun, hade ka semah. Bahkan dalam bertutur kata pun, Cianjur dikenal memiliki logat (lentong) dengan bahasa Sunda yang halus dan (lemes). Someah juga disimbolkan ibarat perilaku seorang lengser.
Nah, jika lambang, logo, hashtag atau apapun istilahnya “Cianjur Jago” dimasyarakatkan yang jelas terkesan mengandung arti sombong, riya, ujub, takabur, tentu saja bertentangan atau tojaiyah dengan satu pilar Someah (dari empat pilar yang ingin ditambahkan menjadi tujuh pilar budaya Cianjur). Someah sangat tojaiyah dengan kata “Cianjur Jago” itu sendiri.
Terkait soal makna dan sifat “Cianjur Jago”, salah seorang tokoh Mamaos Cianjur, merasa sangat kecewa terkait dengan “Cianjur Jago” yang diikuti dengan lahirnya lagu “Cianjur Jago”. Kekecewaaanya dikirimkan melalui short message service ( SMS) kepada rekan-rekan sahabat dan sejawatnya yang menggambarkan betapa besar kekecewaannya.
SMS-nya yaitu, tahun 1834 lahir lagu-lagu mamaos Cianjuran, Kakawen, Sebrakan, Sapuratina. Tahun 1950 lahir lagu kroncong “Cianjur Sejuk”. Tahun 1960 lahir lagu “Tauco Cianjur”. Tahun 1964 lahir lagu Bungur Jalan ka Cianjur, Tahun 1974 lahir lagu “Jukut Cirumput”. Tahun 1967 lahir lagu “Semalam di Cianjur”, Tahun 1986 lahir lagu keroncong “Cianjur Bersemi”. Tahun 1987 lahir lagu Pop Sunda “Cianjur Kayungun”.
Tahun 2016 lahir lagu “Cianjur Jago”, sim kuring reuwas , anu tadi bangga reueus kana karya lagu-lagu terdahulu, ari ayeuna tahun 2016 aya lagu “Cianjur Jago” nu nembongkeun sifat-sifat “Ujub Riya, Takabur”. “Naha enya urang Cianjur Kitu ?” Jawabna “Aaaah teu kabeh kulan,” saurna dibarung seuri mawur bari gogodeg.