Anda kenal Nokia? Mungkin 90% yang tahu jawaban pertanyaan tersebut.
Anda tahu di negara mana perusahaan Nokia didirikan? Mungkin hanya 10% yang tahu jawaban pertanyaan tersebut.
Kedua Jawaban atas pertanyaan tersebut sama, yaitu negara Finlandia. Saya tak akan membahas tentang Nokia yang merupakan merek ponsel terkenal, tetapi melalui tulisan ini saya akan membahas tentang sistem pendidikan di negara Finlandia.
Dari informasi terbaru di akhir-akhir 2014, Sebuah klasemen liga global yang baru, yang dibuat oleh Economist Intelligence Unit of Pearson, telah menempatkan Finlandia menjadi negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Pemeringkatan ini berdasarkan gabungan dari hasil tes internasional dan data seperti tingkat kelulusan antara tahun 2006 dan 2010, seperti yang dilaporkan oleh BBC.
Finlandia yang beribukota di Helsinki ini menjadi salah satu negara yang memiliki kualitas pendidikan yang terbaik di dunia saat ini dan merupakan negara yang paling tidak korup. Bagaimana cara Finlandia dapat meningkatkan kualitas pendidikan di negaranya?
Jawabannya adalah di Finlandia anak-anak hanya dapat diterima di sekolah dasar ketika berusia 7 tahun, jam pelajaran yang sedikit, hanya 30 jam perminggu. Dan guru tidak membebani PR serta tidak mengekang siswa dengan aturan yang super ketat. Selain itu siswa dilatih belajar secara independen, menjadikan suasana sekolah yang sangat santai, fleksibel dan menyenangkan sehingga siswa merasa tidak tertekan. Tidak mengatakan “kamu bodoh sekali”, “kamu salah”, agar siswa terhindar dari rasa malu karena hal tersebut akan berdampak negatif terhadap psikologis siswa yang dapat menghambat mereka dalam belajar.
Adapun aturan untuk guru, yaitu guru yang mengajar harus berkualitas, diberi kebebasan dalam kurikulum, text-book, hingga metode pelajaran dan evaluasi. Tidak ada Ujian Semester lebih-lebih Ujian Nasional layaknya di tanah air. Evaluasi belajar secara nasional dilakukan tanpa intervensi pemerintah. Karena setiap sekolah bahkan guru berkuasa penuh untuk menyusun kurikulumnya sendiri.
Jika di negara kita percaya bahwa ujian evaluasi merupakan bagian yang sangat penting bagi siswa untuk kualitas pendidikan, negara Finlandia justru percaya bahwa ujian itulah yang sebenarnya menghancurkan tujuan belajar siswa. Secara psikologis, terlalu banyak tes maka siswa akan belajar karena semata ingin meloloskan diri dari ujian, sehingga siswa belajar hanya untuk menghafal, bukan memahami. Perlu kita ketahui bahwa menghafal adalah memori jangka pendek, sedangkan memahami adalah memori jangka panjang.
Di negara Finlandia tidak mengenal adanya Kelas Unggulan, semua kemampuan berada pada kelas yang sama, sehingga tidak tercipta kasta-kasta dalam sekolah. Tidak ada sistem peringkat, tidak membandingkan kemampuan seorang siswa dengan siswa lainnya, siswa hanya diminta membandingkan nilai sebelumnya. Jumlah kelas Sains dalam satu ruangan hanya 16 siswa agar mereka dapat melakukan eksperimen praktis dalam setiap kelas.
Penulis sendiri berharap bahwa suatu saat sistem pendidikan di Indonesia dapat berkiblat ke negara Finlandia agar kualitas pendidikan dapat menjadi lebih baik. Bukan hanya membentuk remaja yang “penghafal” tapi mampu memahami apa yang mereka dapatkan di dalam kelas, sehingga suatu saat Indonesia akan memiliki generasi yang mampu mengubah Indonesia menjadi negara maju. Karena salah satu faktor yang dapat memajukan bangsa ini yaitu pemuda pejuang pendidikan.