Mohon tunggu...
Mamang M Haerudin
Mamang M Haerudin Mohon Tunggu... lainnya -

Guru Ngaji

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sebaiknya Memang Tidak Pacaran

7 Januari 2014   13:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:04 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebaiknya Memang Tidak Pacaran

Oleh: Mamang M. Haerudin

Pada dasarnya, menjalin hubungan antara perempuan dan laki-laki adalah sebuah fitrah sosial manusia. Sebab keduanya, perempuan dan laki-laki satu sama lain saling membutuhkan. Maka dari itu, bersosialisasi, berinteraksi, berkomunikasi, dan aktivitas lain sejenisnya, sebatas dalam hubungan yang baik justru dianjurkan. Dalam al-Qur’an aktivitas semacam ini disebut ta’aruf, saling kenal-mengenal (lihat QS. al-Hujurat [49]: 13).

Hubungan antara perempuan dan laki-laki akan menjadi masalah adalah ketika hubungan itu terjalin dengan tidak sehat. Di sana ada satu pihak yang dirugikan. Begitu juga halnya dengan isu kekerasan dalam pacaran, yang akhir-akhir ini dampaknya semakin menggelisahkan. Adalah segala tindak kekerasan yang dialami seseorang yang belum terikat pernikahan, baik kekerasan fisik, psikis, seksual, dan ekonomi.

Tak tahu persis, siapa, kapan, dan di mana pertama kali istilah dan budaya pacaran ini muncul dan terjadi. Tetapi yang jelas, aktivitas pacaran ini awal mulanya akan menggejala pada masa usia remaja. Masa di mana sedang dalam kondisi psikologis yang belum mapan dan sedang dalam masa pencarian jati diri.

Kalau boleh menyederhaanakan istilah pacaran, ia merupakan hubungan intens antara perempuan dan laki-laki yang didasari oleh cinta dan kasih sayang sebagai upaya penjajakan. Dalam tradisi Islam sendiri, sebetulnya tak ditemukan istilah pacaran, apalagi pacaran yang menjurus pada pergaulan yang tidak karuan. Islam hanya mengenal selain ta’aruf, adalah khitbah (meminang).

Kalau ditelusuri, kekerasan dalam pacaran terjadi akibat pertemuan yang intens dan berulang-ulang, dengan dua identitas orang di mana karakternya berbeda. Sementara pacaran menuntut adanya kesepahaman dan kesepakatan. Di sinilah benih-benih konflik dan kekerasan muncul sebagai pelampiasan rasa kesal, marah, dan hal-hal negatif lain.

Stop Kekerasan dalam Pacaran!

Rifka Annisa sebuah LSM yang bergerak dalam penegakan hak-hak perempuan melaporkan bahwa tercatat sejak tahun 1994-2011 (Januari-Oktober) telah menangani tidak kurang dari 4.952 kasus kekerasan terhadap perempuan, sebanyak 3.274 kasus berbentuk KDRT dan 836 kasus berbentuk kekerasan dalam pacaran. Ini menunjukkan bahwa kekerasan dalam pacaran begitu mengkhawatirkan, terutama kehidupan para remaja.

Sebagai upaya untuk menghentikan segala tindak kekerasan dalam pacaran, ada baiknya jika kita memahami bentuk-bentuknya yakni kekerasan fisik (memukul, menendang, mencekik, dll), kekerasan psikis (menghina, menyentak, mencemburui, dll), kekerasan seksual (meraba, memaksa berhubungan intim, dll), dan kekerasan ekonomi (meminjam uang, mentraktir, dll). Keempat bentuk kekerasan dalam pacaran itu semuanya mengandung unsur paksaan dan berlebihan.

Di sinilah pentingnya mewaspadai dan menjaga (harga) diri dari segala ancaman dan bahaya. Ada beberapa penyebab mengapa kekerasan dalam pacaran bisa terjadi. Di antaranya; pertama, karena pola asuh dalam keluarga yang kaku, keras, dan tidak menyenangkan. Kedua, karena pergaulan teman sebaya yang kurang sehat. Ketiga, pengaruh media massa, terutama televisi. Keempat, budaya patriarkhi, budaya yang selalu menempatkan perempuan dengan rendah sehingga pantas diperlakukan keras.

Karena itu, sebaiknya memang tidak pacaran, adalah jalan keluar yang paling efektif. Tidak pacaran bukan berarti tidak menjalin silaturahmi dengan yang lain. Berteman atau bersahabatlah dengan siapa pun dan tak kenal usia, dengan yang muda maupun tua. Menjadi teman/sahabat yang saling menjaga, melindungi, menyayangi, dan menghormati. Berteman/bersahabat dengan banyak orang, sebab pada hakikatnya kita semua bersaudara, kita sesama Muslim bersaudara dan kita sebangsa dan setanah air juga bersaudara, tak boleh ada saling menyakiti apalagi bertindak kekerasan.

Menjadi Remaja Sehat

Dalam QS. al-Isra’ [17]: 32 dinyatakan, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu yang keji dan suatu jalan yang buruk.” Kalau kita maknai, ayat ini sesungguhnya ingin memberikan pengingat pada kita untuk senantiasa hidup sehat, fisik maupun psikis. Lalu, apa itu sehat? Mengutip dari definisi sehat menurut Word Health Organization (WHO), adalah suatu keadaan sejahtera secara fisik, mental, dan sosial.

Maka, remaja laki-laki yang sehat dialah orang yang selalu ingin dan mengupayakan hidupnya agar sejahtera secara fisik, mental, dan sosial kepada siapa pun. Begitu juga remaja perempuan yang sehat dialah orang yang selalu ingin dan mengupayakan hidupnya agar sejahtera secara fisik, mental, dan sosial kepada siapa pun.

Bagaimana cara untuk menjadi remaja sehat? Kita bisa mengawalinya dari hal yang paling sederhana. Dengan mengenal berbagai organ reproduksi dan seksual kita masing-masing. Organ reproduksi dan seksual antara perempuan dan laki-laki itu di antaranya otak, kulit, dan payudara. Berikutnya kita juga mesti cari tahu tentang alat kelamin dari jenis kelamin perempuan dan laki-laki yang di dalamnya begitu banyak bagian-bagiannya. Kita tahu, alat kelamin perempuan adalah vagina yang terdiri dari bagian dalam (serviks/leher rahim, uterus/rahim, dll) dan luar (mons pubis, klitoris, labia mayora, dll). Sedangkan alat kelamin laki-laki adalah penis, di mana bagian dalamnya terdapat testis, epididymis, dll.

Cara selanjutnya adalah bagaimana kita bisa merawat organ reproduski dan seksual dengan baik. Seperti rutin mencuci tangan dengan sabun, mencuci alat kelamin, menghindari penggunaan sabun di wilayah vagina, mengeringkan wilayah vagina, berganti celana dalam dengan teratur, menghindari pakaian berbahan jeans, teratur mengganti pembalut saat haid, membersihkan toilet, dan lain-lain.

Begitulah, kita butuh remaja yang sehat. Remaja yang peduli akan kesehatan diri dan orang di sekelilingnya. Kalau sudah memahami berbagai organ reproduksi dan seksual serta cara perawatannya, adalah juga dengan menjalin pergaulan yang sehat secara sosial. Tentang bagaimana kita berinteraksi, bersosialisasi, dan bersilaturahmi yang baik dengan orang lain, entah kepada perempuan maupun laki-laki. ‘An-Nadhafatu min al-Iman’, kebersihan adalah manifestasi dari iman, begitu kata salah satu dawuh Nabi. Setiap hari, kita pun dianjurkan untuk berdo’a agar sehat di dunia dan akhirat, rabbana atina fi al-Dunya hasanah wa fi al-Akhirat al-Hasanah waqina ‘adzab al-Nar. Wallahu a’lam bi al-Shawab.

*) Penulis buku Akhlak Islam untuk Muslimah, Cermin Hati, dan Tuhan, Mohon Izinkan Aku Mencintai Perempuan (Penerbit Quanta, Kompas-Gramedia, Jakarta).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun