Mohon tunggu...
Mamang M Haerudin
Mamang M Haerudin Mohon Tunggu... lainnya -

Guru Ngaji

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menyetrika

29 November 2014   02:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:34 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyetrika



Hidup lama di pesantren memang penuh kesan eh. Segala-gala harus dikerjakan sendiri. Kehidupan yang begitu menuntut kesederhanaan dan kemandirian. Semakin kita sederhana dan mandiri seorang santri akan nyaman dan bisa menyesuaikan, lain hal dengan mereka yang masih bermanja-manja atau belum siap mental, maka dengan sendirinya santri itu akan tergerus hukum alam, alias nggak betah, alias boyong.

Di pesantren, para santri tidak boleh bawa barang elektronik, tidak boleh medengarkan radio, menonton televisi, dan lain-lain, termasuk menyetrika. Gimana jadinya, kok para santri tidak boleh menyetrika pakaiannya sendiri? Bagi yang belum pernah merasakan kehidupan santri memang akan susah mencerna. Tetapi justru karena tuntutan hidup sederhana dan mandiri itulah, para santri bisa berpikir kreatif dan produktif.

Mungkin karena ini jugalah para santri biasanya sering dicap sebagai para santri yang kucel dan tidak rapi. Kenyataan membuat saya harus bisa mendobrak kebiasaan buruk ini. Aha, saya harus berbuat, bagaimana caranya bisa menjadi rapi tanpa harus menyetrika dengan setrikaan listrik. Saya pun memutuskan untuk memakai setrika arang. Heuheu, beraaat. Dulu saya masuk pesantren kelas 1 SMP, harus bisa nyetrika pakai setrikaan arang.

Memang nggak mudah saudara-saudara. Sekali dua kali saya selalu kesusahan, bagaimana arang itu bisa menyala, sehingga panas. Tidak hanya arangnya dan panas, kita juga harus cermat bagaimana supaya setrikaannya tidak bau minyak tanah. Udah mah setrikaannya berat, pakainya belum ahli, pakaian bukannya tambah rapi, malah jadi bau arang, bau minyak tanah, malah jadi tambah kusut. Wah pokoknya ribet.

Dalam masa latihan nyetrika, berkali-kali pernah kesel. Bagaimana tidak kesel. Baju seragam putih buat hari Senin sekolah, malah kotor ketiban arang setrikaan. Heuheu. Tapi semua hal memang butuh proses, termasuk supaya lihai menyetrika pakai setrika arang yang berat itu. Alhamdulillah, akhirnya memang saya bisa memakai setrika arang itu. Mulai dari bagaimana cara menyalakan api dan arangnya, cara menggunakan setrika arang supaya tidak membuat baju jadi bau. Alhamdulillah, memang kalau sudah terbiasa menyetrika pakai setrikaan arang pun bisa bikin pakaian rapi.

Saya bersyukur, dapat ilmu menyetrika di pesantren, ilmu yang tidak ada mata pelajarannya. Sungguh, pengalaman hidup sederhana dan mandiri ini membuat hidup penuh kreativitas, dan tentu saja berkesan. Harus pandai-pandai menjadi santri, hidup jauh dari orang tua dan saudara.

Satu hal yang membuat saya termotivasi untuk bisa menyetrika adalah karena di rumah melihat Ibu menyetrika. Pakaian yang menumpuk segunung, disetrika oleh seorang diri. Yang jelas pasti capek dan pegel. Dari situ saya membandingkan, Ibu di rumah saja bisa, saya pun harus bisa. Apalagi jumlah pakaian yang harus disetrika tidak sebanyak pakaian di rumah.

Saya berharap, kita para laki-laki, yang masih lajang atau sudah beristri supaya bisa belajar untuk menyetrika. Merasakan bagaimana betapa capek dan pegelnya menyetrika pakaian. Semoga Allah berkenan memberikan hidayah pada kita, para laki-laki sekalian, para laki-laki yang berhati perempuan (istri), para laki-laki dan suami yang mau dan tidak gengsi membantu mengerjakan urusan rumah tangga, termasuk menyetrika. Biar tahu bagaimana rasanya keringatan bercucuran. Hehe.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun