Dian Kaizen Jatikusuma (DKJ) di artikelnya yang di sini, di sini, dan di sini, dengan sigap menyampaikan banyak hal. Saya tidak akan menanggapi semua, saya cuma akan menanggapi kriktik DKJ atas liberal/liberalism/kebebasan, seperti yang ditulisnya di sini:
Jujur, saya tidak membenci orang-orang liberal. Beberapa teman-teman dekat saya adalah orang liberal. Dan saya tahu, beberapa dari mereka, memang yakin bahwa yang mereka perjuangkan adalah demi kebaikan bangsa. Tapi, banyak juga di antara mereka yang hanya ingin menciptakan lingkungan yang tepat, untuk melampiaskan nafsu mereka.. Tapi, saya koq sama sekali tidak sreg melihat arah menuju kebebasan yang mulai sangat kebablasan ini. Lihat generasi muda kita. Terus terang, jika melihat gang motor melintas yang membuat saya ngeri, video porno remaja yang terbit seminggu sekali, anak-anak SD di warnet yang saling memaki sambil mendownload lagu “selinting ganja di tangaaan…”, remaja yang membentak ibunya, siswa SMP menjual diri demi beli handphone, dan penjual narkoba yang jauh lebih banyak daripada indomaret, saya kadang-kadang pingin kemas-kemas dan pesan tiket ojek sekali jalan ke Timbuktu. Bukan ini lingkungan yang saya bayangkan bagi saya dan anak-anak saya kelak.. Dan saya bisa bayangkan masa depan negara kita jika para remaja yang seperti ini yang menjadi para pemimpin kita kelak..
Saya merasa perlu untuk menanggapi ketika DKJ membawa isu liberal/liberalisme/kebebasan ini karena saya merasa ada yang tidak pas antara uraian liberalism-nya DKJ dengan pemahaman saya mengenai liberalism.
Mengapa 'pemahaman saya' mengenai liberalism?
Oooh boy... ada banyak banget pemahaman mengenai liberalism (basically, like all the topic in this freakin' living world right?) dan juga ada beragam penerapan pemahaman liberal di berbagai aspek kehidupan. Kalo dari segi pemahaman, ada classical liberalism, modern liberalism, social liberalism, new liberalism, dll. Dari segi penerapan, ada penerapan liberalism di bidang ekonomi, sosial, kenegaraan, hukum, etik, kemanusiaan, demokrasi, dan yang paling 'terkenal' di Indonesia: Jaringan Islam Liberal.
Point to note: saya membahas liberalism dari sudut pandang interaksi seseorang dengan orang lain, hablum minannas, saya tidak berani mengutak-atik urusan manusia dengan Allah.
Oke deh, kita mulai liberalism 'menurut saya' tadi. Jadi, pada dasarnya setiap manusia bebas untuk melakukan apa saja nih sepanjang tidak merugikan hak orang lain?
Betul sekali.
Lantas, bagaimana menguji dan mengecek 'sesuatu hal' itu benar-benar hak seseorang untuk diklaim?
Ada dua macam cara, dengan analisis the right not dan analisis apakah sesuatu hal itu menjadi kewajiban orang lain, uraiannya kayak gini:
1. Hak asasi seseorang tidak diuji dengan analisis "the right to..." akan tetapi diuji dengan analisis "the right not to...," contohnya:
- Hak asasi saya untuk hidup merupakan "my right not to be killed by anybody." Jadi, orang lain tidak ada yang berhak untuk mengambil hak hidup saya, begitu pun sebaliknya: saya pun tidak berhak mengambil hak hidup orang lain.
- Hak asasi saya untuk bebas berpendapat dan berkumpul merupakan "my right not be silenced by any means." Jadi tidak ada siapa pun, termasuk pemerintah yang dapat melarang saya berpendapat, begitu pula sebaliknya: saya pun tidak berhak melarang orang lain berpendapat.
- Hak saya untuk tidak diganggu oleh suara berisik merupakan "my right not to be disturbed by loud voice."
2. Hak seseorang tidak boleh menjadi kewajiban orang lain (pihak lain), contohnya:
- Hak saya untuk bebas berpendapat tidak boleh berarti mewajibkan pemerintah memberikan megafon kepada saya untuk berdemo, atau pun mewajibkan pemerintah menyiapkan weblog/facebook account/twitter account untuk bercuap-cuap.
- Hak saya untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan tidak berarti mewajibkan siapa pun (pemerintah, perusahaan, orang tua, pak erte, dll) untuk ngasih saya kerjaan dan gaji yang pantas. Adalah hak saya untuk mencari dan mendapatkan pekerjaan tanpa didiskriminasi karena saya orang Sunda, misalnya, atau karena tinggi saya hanya 162 cm (tanpa adanya ketentuan yang membatasi ini, lain soal kalo akan masuk tentara yang memang ada pembatasan tertentu).