Mohon tunggu...
Maman Firmansyah
Maman Firmansyah Mohon Tunggu... -

pegawai, suami, ayah, dan finance turn economics avid reader...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Krisis Ekonomi Spanyol: (Berusaha) Dijelaskan

13 Juni 2012   10:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:02 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Biar saya tebak, krisis keuangan ini akan semakin memburuk kan? Well, pada prinsipnya saya tidak suka membuat prediksi, apalagi tentang masa depan. :)  Postingan ini hanya akan menyajikan apa-apa yang saya pahami dari rangkaian krisis yang terjadi di Amerika Serikat dan menjalar ke Eropa, terakhir kali yang batuk-batuk terkena krisis ini adalah Spanyol. So, dari mana pembahasan kita dimulai? Dalam setengah bulan terakhir saja, Voa Indonesia memuat 5 berita terkait krisis Spanyol ini:  Spanyol Terancam Krisis, Eropa Imbau Bantuan Sektor Perbankan (30/5/2012), Jual Obligasi Miliaran Dolar, Krisis Keuangan Spanyol Mereda (7/6/2012) , UE Setujui Pinjaman 125 Milyar Dolar bagi Bank-Bank Spanyol (9/6/2012), Spanyol Sambut Baik Dana Talangan 125 Milyar Dolar (10/6/2012), dan Saham Dunia Menguat Setelah Eropa Selamatkan Bank Spanyol (11/6/2012). Berdasarkan berita-berita Voa Indonesia itu dapat diketahui bahwa Spanyol pada akhirnya telah menerima dana talangan dari Uni Eropa, senilai USD125 miliar. Dana talangan tersebut akan digunakan untuk menyelamatkan bank-bank Spanyol yang sedang mengalami permasalahan keuangan. Kesepakatan pemberian dana talangan diberlakukan tanpa syarat atas perekonomian Spanyol secara keseluruhan dan tidak ada langkah-langkah penghematan baru. Spanyol punya posisi tawar menawar yang relatif kuat dalam urusan perolehan dana talangan ini mengingat posisinya sebagai perekonomian keempat terbesar zona euro, sehingga keruntuhannya akan menjadi malapetaka bagi zona euro. Sebelumnya, Spanyol selalu membantah laporan-laporan bahwa negara itu memerlukan bantuan talangan seperti yang diperoleh Yunani, Irlandia dan Portugal, tapi akhirnya terpaksa menyerah karena tekanan pasar dan naiknya tingkat suku bunga, yang terakhir tercatat pada angka 6,57%, hanya sedikit di bawah tingkat 7% yang menurut para analis merupakan hal tidak sehat bagi pemerintah untuk membiayai operasi mereka dalam jangka panjang. Jadi udah resmi kita bisa nyalahin capitalism sebagai penyebab krisis Spanyol dan Eropa inih? Whoaa...whoaa... bentar dulu, sabar atuh kang. :) Kalo pembahasan mengenai peranan capitalism terhadap krisis ini mah perlu satu perlu postingan khusus, satu buku malah. Jadi kita mulai saja dongeng krisis ini dari Maastricht Treaty. Apaan lagi itu Maastricht Treaty? Pada tahun 1992, sebagian negara-negara Eropa menandatangani the Maastricht Treaty, yang berisi kesepakatan untuk membentuk European Union dan juga menyepakati penyatuan mata uang - Euro. Euro sendiri mulai diedarkan pada tanggal 1 Januari 1999, dengan negara yang telah bergabung adalah  Austria, Belgia, Jerman, Finlandia, Perancis, Irlandia, Italia, Luxembourg, Belanda, Portugal, and Spanyol. Enam negara yang kemdian bergabung menggunakan Euro adalah Cyprus, Estonia, Yunani, Malta, Slovenia, dan Slovakia. Denmark and Inggris, meskipun tercatat sebagai anggota European Union menolak untuk menggunakan Euro. Lantas apa masalahnya dengan penggunaan Euro? Kan justru bagus punya satu mata uang, gak perlu repot nukerin uang kalo mau bisnis atau jalan-jalan di seantero Eropa? Yup, pada awalnya emang begitu analisis dan tujuannya. Cuma, ada efek lanjutannya, dengan penandatanganan the Maastricht Treaty itu artinya setiap negara sudah tidak punya lagi kewenangan untuk menentukan arah kebijakan moneternya (nentuin jumlah uang beredar, mempengaruhi nilai tukar, dll.) karena semuanya sudah ditentukan oleh European Central Bank (ECB). Di lain pihak, masing-masing negara masih berwenang menentukan sendiri kebijakan fiskal (pajak dan belanja), meski tetep ada pedoman tertentu yang ditetapkan oleh EU, seperti: rasio defisit anggaran maksimal 3% dan rasio utang terhadap GDP maksimal 60%. Dan selanjutnya, datanglah berkah convergence..., atau yang pada mulanya dinilai sebagai berkah. Well, dahi saya sudah mulai berkerut, tapi oke coba diterusin. Binatang apaan lagi convergence ini? Jadi begini, 17 negara pengguna Euro itu sendiri sangat beragam kondisinya, baik itu terkait nilai GDP, tingkat suku bunga, produktivitas, jumlah penduduk, maupun luas wilayah. Nah, dengan ditetapkannya Euro, meski dengan beragamnya kondisi bawaan masing-masing negara, hampir semua negara pengguna Euro ini lantas (dianggap) hanya punya risiko suku bunga yang sama (setara). Grafik dari Jacob Goldstein di bawah ini sangat bisa menggambarkan proses convergence tadi. Sumber: Jacob Goldstein. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa sebelum penyatuan Euro, keenam negara dalam grafik masing-masing memiliki tingkat suku bunga yang bervariasi, mulai dari Jerman yang paling rendah sampe dengan Yunani yang paling tinggi. Setelah penerapan Euro, negara-negara itu dianggap memiliki profil risiko yang sama oleh investor dan akhirnya memiliki tingkat suku bunga yang sama ketika menerbitkan obligasi negara, atau pun ketika bank-bank di negara tersebut mendapatkan pinjaman. Terus apa pengaruhnya tingkat suku bunga rendah yang diperoleh negara-negara tadi? Pengaruhnya besar sekali. Michael Lewis dalam bukunya, Boomerang: Travels in the New Third World, menulis bahwa dengan berkah turunnya tingkat suku bunga tadi, negara (dan orang-orang) Eropa seperti 'orang yang diberikan sejumlah uang yang banyak dalam ruangan yang gelap, terserah mau ngapain dan tidak tahu juga mau ngapain.' Sejenis dengan teman-temannya di Amerika Serikat pada periode yang sama, yang 'membelanjakan' uang dengan tingkat suku bunga murah tadi dalam bentuk subprime mortgage, orang-orang Eropa pun melaksanakan hal yang sama. Masih dalam buku yang sama, Michael Lewis mengilustrasikan contoh mengenai Irlandia, yang membelanjakan uang ke dalam sektor properti (sampai akhirnya buble properti itu pecah pada tahun 2009). Begitu juga dengan orang-orang Islandia biasa, termasuk Stefan Alfsson seorang nelayan tanpa background di bidang finance, yang mendadak menjadi investor canggih a la wall street and menetapkan dirinya sebagai “an adviser to companies on currency risk hedging.” Dan tidak kalah spektakulernya adalah perilaku orang-orang Yunani yang secara membabi buta menerbitkan obligasi untuk membiayai properti dan pengeluaran negara yang tidak jelas. Dan Spanyol? Serupa dengan Amerika Serikat dan Irlandia, Spanyol berhura-hura dengan uang murah tadi dalam bentuk booming property. Spanyol mengalami booming properti, membangun rumah-rumah  tanpa memperhitungkan kebutuhan yang sebenarnya. Artikel yang ini mengilustrasikan booming properti di Spanyol dengan contoh: dibangunnya taman bermain (theme park) dan airport yang kosong melompong, gak ada yang make. Di artikel yang ini diestimasikan bahwa kelebihan jumlah rumah yang dibangun di Spanyol adalah sebesar US$470.1 miliar, atau 37% GDP Spanyol! Booming properti ini diikuti oleh alokasi sumber daya manusia di bidang konstruksi yang sangat besar, sampai akhirnya mendorong imigrasi dari negara lain.  Pada puncakanya, jumlah tenaga kerja di sektor properti menyumbang 13% dari total seluruh tenaga kerja di Spanyol. Sampai pada akhirnya booming properti itu berhenti dan buble pun meletus. Seperti balon. Harga rumah di Spanyol turun rata-rata hingga 26%. Emang kenapa dengan harga rumah yang turun? Rumah buat semua orang! Everybody is happy. Permasalahannya adalah bahwa rumah-rumah dan properti itu dibeli dengan utang (KPR dan sejenisnya). Utang sejenis KPR mengasumsikan bahwa nilai rumah dan properti akan selalu naik, sehingga ketika si pemilik rumah tidak lagi sanggup membayar cicilan utang, bank tinggal melelang rumah itu dan memperoleh sisa utang dari hasil penjualan rumah. Konsekuensi dari turunnya harga rumah yang diagunkan ke bank adalah bank harus menanggung selisih kerugian nilai jual rumah dengan sisa utang si pemilik rumah. Begitulah kira-kira. Jadi urusan property bubleini lantas jadi permasalahan bank-bank di Spanyol toh? Ya, kurang lebih begitu. Salah satu efek lanjutan dari property buble crash ini adalah bermasalahnya bank-bank di Spanyol karena mereka memiliki proporsi aset yang relatif besar di bidang properti. Dengan turunnya nilai aset properti, bank-bank itu harus menanggung kerugian besar sehingga perlu di-bail out... Loh ngapain bank-bank bermasalah itu perlu di-bail out segala sih? Urusan para bankir itu sendiri kalo mereka bangkrut... Tidak sesederhana itu sebenarnya. Perekonomian suatu negara itu sangat bergantung sama kondisi kesehatan sektor perbankannya. Sektor perbankan yang bermasalah dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan pertumbuhan ekonomi negara karena kurangnya sumber pendanaan. Belum lagi kalo ikut mempertimbangkan urusan perlindungan dana nasabah yang disimpan di bank. Pada pokoknya, pemerintah Spanyol memutuskan untuk membail-out bank-banknya yang bermasalah... So what? Nah permasalahannya, pemerintah Spanyol sendiri gak punya cukup uang buat ngasih talangan ke bank-bank bermasalah tadi. Mereka juga tidak bisa mencetak uang sendiri, karena peredaran dan pencetakan Euro sudah menjadi kewenangan European Central Bank. Begitu juga upaya untuk mendevaluasi nilai mata uang yang juga sudah tidak dapat dilaksanakan. Ketika akan menerbitkan obligasi pemerintah, investor sudah kadung gak percaya sama pemerintah Spanyol, dan meminta tingkat suku bunga yang cukup tinggi. Dan akhirnya pemerintah Spanyol minta bantuan talangan ke negara-negara Euro? Yup, begitulah urutan ceritanya. Krisis Spanyol berbeda dengan Yunani, Irlandia, maupun Portugal karena ukuran perekonomian Spanyol yang sangat besar, nomor empat di Euro Zone. Tidak seorang pun yang dapat membayangkan bahwa Spanyol dapat keluar dari Euro Zone tanpa menimbulkan goncangan bagi negara-negara lain di Euro Zone. Jadi, selain permasalahan property buble dan bail-out bank, Spanyol udah gak punya permasalahan lagi? Nggak juga, sejak pecahnya gelembung properti tadi, tingkat pengangguran di Spanyol melonjak tinggi karena alokasi jumlah tenaga kerja di sektor properti yang lumayan signifikan sebelum krisis terjadi. Nah, naiknya pengangguran tadi bikin pengeluaran pemerintah Spanyol meningkat tajam karena subsidi pengangguran (unemployment benefit), yang jumlahnya meningkat tajam. Nilai defisit anggaran pemerintah Spanyol mencapai 8,9% GDP, jauh di atas angka batasan 3% seperti diatur Euro Zone. Dan Spanyol pun harus semakin berhemat... Lah, emang bisa gitu pas lagi krisis dan butuh pertumbuhan ekonomi lantas disuruh berhemat gede-gedean begitu? Pertanyaannya persis dengan argumen penentang upaya penghematan, contohnya Paul Krugman dan Joseph E. Stiglitz. Kedua ekonom ini justru berpendapat bahwa upaya penghematan yang dilaksanakan oleh negara-negara Eropa justru akan berakibat buruk karena mereka tidak akan dapat mengoptimalkan potensi ekonominya untuk segera keluar dari krisis. Cuma masalahnya, pas masa krisis seperti itu, ketika akan berhutang juga akan menemui permasalahan: tingkat suku bunga obligasi pemerintah yang lebih tinggi karena investor menganggap risiko negara tersebut meningkat, dan juga kreditor (IMF dan negara-negara Euro Zone) lain juga ingin memastikan bahwa piutangnya akan dibayar. Ribet yah ternyata permasalahannya. Jadi nanti setelah Spanyol dapat dana talangan, beres dong permasalahannya? Ya nggak juga, atau lebih tepatnya: nggak ada yang tau persis apa yang akan terjadi kemudian. Let's wait, and see... Wallahu a'lam. Referensi: http://mfirmansyah.wordpress.com/2009/06/02/memprediksi-prediksi/ http://www.voaindonesia.com/content/eropa-imbau-bantuan-bagi-sektor-perbankan/1145437.html http://www.voaindonesia.com/content/jual-obligasi-miliaran-dolar-krisis-keuangan-spanyol-mereda/1204783.html http://www.voaindonesia.com/content/ue-setujui-pinjaman-bagi-bank-bank-spanyol/1205509.html http://www.voaindonesia.com/content/spanyol-sambut-baik-dana-talangan-uni-eropa/1205732.html http://www.voaindonesia.com/content/saham-dunia-menguat-setelah-eropa-selamatkan-bank-spanyol/1205804.html https://www.npr.org/blogs/money/2012/06/04/154282337/the-crisis-in-europe-explained) http://www.cnbc.com/id/47760975/?fb_ref=s%3DshowShareBarUI%3Ap%3Dfacebook-like&fb_source=home_multiline http://www.washingtonpost.com/blogs/ezra-klein/post/faq-why-is-spain-now-in-crisis-and-can-it-be-fixed/2012/05/30/gJQAYmAw1U_blog.html http://economistsview.typepad.com/timduy/2012/05/push-comes-to-shove.html http://thinkmarkets.wordpress.com/2012/05/31/euro-crisis-from-long-perspective/ http://marginalrevolution.com/marginalrevolution/2012/05/what-views-can-you-hold-about-spain.html? http://www.npr.org/blogs/money/2012/06/10/154720920/a-theme-park-an-airport-and-the-crisis-in-spain. Note: Crossposting di: http://mfirmansyah.wordpress.com/2012/06/13/krisis-ekonomi-spanyol-berusaha-dijelaskan/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun