"Seumpama di atas altar putih dan sehelai bulu merak yang ternoda hitamnya tinta, aku menari bagai sang legenda Rumi, Dalam keramaian aku menyelinap lewat retorika perdebatan Hamid Ahmad, namun dalam keheningan kelu bisu melekat di lidahku."
Duhai Dzat yang menguasaiku bagaimana aku mengakrabimu?
"Aku tahu betapa bodoh dan hinanya aku, yang tidak seumpama eloknya putra Yaqub mentafsir mimpi, tidak seperkasa putra Imran yang menelan bara api, tetapi kumohon demi 'lauh-lauh rahasia cintamu yang berkilauan itu', jadikan aku sebutir diantara jutaan debu ceria di bawah sandal Al Mustafa."
by
Abdurohman Sani
Baca juga: Cinta Dipunggok Coklat Tua
Baca juga: Makna
Baca juga: Ambang Batas
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!