Mohon tunggu...
Abdurohman Sani
Abdurohman Sani Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa dengan Hukum

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mengemis di Keabadian

12 Desember 2022   07:07 Diperbarui: 12 Desember 2022   07:22 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENGEMIS DIKEABADIAN

"Kekuasaannya membentang dari timur ke barat laksana ia mengikat mata hari diantara kedua tanduk di topi jeraminya" Memanglah akan kagum melihat 'gelas yang di basahi air karena cemerlang beningnya tawaran keabadian' lalu 'mutiara yang tumbuh di bumi emas yang diselimuti jubah penyesalan.

Sementara aku sendiri...
Entah sampai kapan aku tidak peduli, dengan penuh harap duduk di pojok gerbang mengemis mengharap derma, dicela para penduduk bumi.

Alangkah hausnya kerongkonganku, diatas puing-puing ini biarlah aku mengambil giliranku, mengagumi kilauan Air di dalam api dari tembikar yang terbakar ketika dahulu di rampas Namruz di negeri Babil sebagai simpanan sejak zaman moyang para nabi.

Duhaaaai.... Betapa kini! Lemah lunglai gemeretak tulang belulang ini seperti kayu-kayu salib yang berserakan di tepian pantai ketika sang Penghijrah datang, berlalu pulalah kebelakaan angan-angan itu ; Jika tahu kita hanya hendak menangisi yang maklumnya tiada, sejak semula lebih baik meratap mengemis kepadanya yang maha hidup bukannya meratap mengemis pada yang akan hancur binasa.

Menangislah sejadi jadinya jika engkau mau menangis dan merenungi...

by
Abdurohman As Sani

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun