Mohon tunggu...
mama konan
mama konan Mohon Tunggu... -

Ibu dua orang putri/a yang juga bergiat di bidang pendidikan sebagai pengajar. Dari kecil suka main sekolah-sekolahan, sekarang bermimpi meraih puncak karir sebagai pengajar...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pilih Belajar menulis atau mengetik dulu ya?

21 Januari 2011   05:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:20 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ada polling menarik di facebook yang dimuat oleh TheAsianParent “Which do you think is more important for children to learn – learning how to type or writing (handwriting) well?” Maksud jajak pendapat ini adalah untuk mengetahui "Mana yang menurut Anda lebih penting bagi anak-anak untuk belajar – mempelajari bagaimana mengetik atau menulis (tulisan tangan) dengan baik?" Menarik sampai pagi ini dari 14 responden hanya satu yang memilih mengetik, sedangkan sisanya termasuk saya memilih “writing”. Bahkan saya menambahkan “writing for emotional learning”.

Satu-satunya komentar yg berbeda itu dari Hani Aman, berikut kutipannya “If the child has a learning problem, like mine, start with the typing;) , it alleviates the stress of having to write”. Intinya menurut Hani Aman, jikaanak mengalamimasalahbelajar, sepertidirinya, mulailahdenganmengetik, itu meredakanstreskarena harusmenulis. Tapi seberapa lama? proses belajar mengajar yang ada di sekolah dasar sekarang masih sebagian besar melibatkan urusan tulis menulis.

Ternyata pilihan belajar menulis atau mengetik memang tergantung dari motivasi apa yang melatarbelakangi. Bagi anak saya sendiri yang masih di kelas satu SD, menulis adalah pilihan yang pertama harus dikuasainya. Walaupun saya sempat tertegun saat mencermati paparan materi TIK di semester 2 terdapat materi penguasaan software mengetik. Di sisi lain fasilitas mengetik belum sepenuhnya bisa dilaksanakan saat ujian, kecuali ujian dilaksanakan dengan jawaban yang difasilitasi komputer.

Kalau mau jujur malas menulis bukan saja ada pada anak yang baru belajar, tanpa kita sadari saat ini kita sudah mulai enggan menggunakan kemampuan kita menulisdengan tulisan tangan. Saya sendiri waktu kuliah dulu, lebih memilih mengumpulkan tugas dari dosen dengan hasil ketikan komputer bukan tulisan tangan. Mengapa? karena hasil ketikan komputer bisa dengan mudah diolah dan diatur sesuai keinginan. Hingga suatu saat ada juga dosen yang tetap menginginkan mahasiswanya mengumpulkan tugas yang ditulis sendiri, untuk tujuan orisinalitas dan mengurangi copy paste tugas. Kalau sudah begitu, rasanya berat sekali, karena selama proses menulis kita berupaya menjaga agar tulisan kita rapi, terkadang malah kecewa setelah selesai menulis yang banyak, terlihat tidak indah dipandang.

Berdasarkan anjuran psikolog anak, sudah dua bulan ini,saya mengajarkan terapi ke anak saya. Tujuan terapi ini untuk menguatkan otot tangannya, agar menulis bukan menjadi siksaan bagi dia. Mulai dari meremas bola tangan, hingga membuat lingkaran besar di dinding yang dilakukan berulang-ulang dengan gerakan memutar. Caranya saya menempelkan kalender bekas memanfaatkan bagian belakang yang berwarna putih.Buat berdekatan dua lingkaran besar kira-kira berdiameter 30 cm. Selanjutnyakalender ditempelkan ke dinding dengan ketinggian sejajar dengan ketinggian rentang tangan anak. Latihan dilakukan dengan meminta anak membuat dan mengikuti lingkaran dengan dua spidol di tangan kiri dan kanan. Diputar ke arah luar sebanyak sepuluh kali dan dilanjutkan dengan putaran sebaliknya juga selama sepuluh kali. Anak diminta agar menjaga goresannya tidak meleset dari lingkaran yang sudah dibuat. Tujuan latihan ini agar otot tangan terlatih dan tidak mudah lelah jika menulis.

Mengapa hal ini saya lakukan? Suatu saat ada masukan dari guru kelasnya, bahwa anak saya menolak menuliskan jawaban essay ujiannya, “Aku yang jawab, bu guru yang nulis ya” bujuknya ke bu guru. Padahal dia mampu menjawab semua soal. Hanya ketika disuruh menulis, dia menolak. Susah payah bu gurunya membujuk agar dia mau menyelesaikan ujiannya. Ketakberdayaannya karena belum menguasai urusan tulis menulis ini, ternyata berdampak pada ketidaktaatannya pada perintah guru. Jika sudah begitu tak jarang anak mogok belajar atau marah pada lingkungannya karena merasa putus asa dan tersiksa. Tanpa disadarinya membuat anak sering mencoba menghindar dari tugas menulis, membuat citra dirinya tidak patuh pada semua guru.

Permasalahan akan terselesaikan jika anak sesegera mungkin menguasai “writing”. Seiring dengan anak menikmati proses menulis maka akan semakin bagus perkembangan akademiknya. Pada anak saya seiring dengan makin mahirnya dia menulis, maka emosinya di kelas makin terkontrol. Jadi tetap walaupun sulit awalnya, anak-anak perlu disiapkan untuk memiliki ketrampilan menulis. Jangan segan-segan mendampingi dan membimbing anak kita belajar menulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun