Meskipun Tahun Kunjungan Museum 2010 sudah berakhir, tak ada salahnya apabila kita berkunjung ke museum yang berlokasi di Puri Seni Sasana Budaya, Jl. Veteran No. 23, Singaraja - Bali ini. [caption id="attachment_84321" align="aligncenter" width="480" caption="Museum Buleleng, Singaraja ©Mamak Ketol™"][/caption] Koleksi museum mencakup benda-benda peninggalan purbakala seperti patung, sarkofagus dan senjata. Selain itu terdapat benda-benda seni seperti wayang wong, kain-kain, kerajinan emas dan perak, termasuk alat pertanian dan perlengkapan menangkap ikan yang berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat Bali Utara. Kejayaan dan peninggalan Kerajaan Buleleng dapat ditelusuri melalui foto-foto dan lukisan-lukisan tokoh sejarah seperti keluarga Raja Buleleng, I Gusti Putu Geria dengan 4 istri dan anak, yang tinggal di Lombok; lukisan Ida Made Rai (pimpinan Perang Banjar 1868); lukisan Patih Jelantik (Pimpinan Perang Jagaraga 1846 – 1849), Raja Buleleng I, Ki Gusti Anglurah Panji Sakti, Raja Buleleng terakhir XI (1944 – 1950), Anak Agung Panji Tisna, serta I Gusti Putu Jlantik (penggawa keliling/pengumpul lontar Gedong Kertya). Raja Buleleng I [caption id="attachment_84322" align="alignright" width="300" caption="Ki Gusti Anglurah Panji Sakti - Raja Buleleng I ©Mamak Ketol™"]
[/caption] Ki Barak Panji adalah putra Raja Sri Aji Dalem Sagening dari Istana Gelgel. Ki Barak Panji merupakan pemersatu Buleleng dengan Den Bukit (artinya: daerah nun disana di balik bukit) yang merupakan tanah kelahiran ibunya yang bernama Ni Luh Pasek. Ki Barak Panji (KBP) berhasil menguasai Desa Gendis dengan membunuh pimpinan desa setempat. Puri di desa ini kemudian dipindahkan ke sebelah utara Desa Panji dan dinamakan Puri Panji. KPB mendirikan kerajaan di Den Bukit yang kemudian dikenal dengan Puri Sukadasa. Namun sekitar tahun Çaka 1526 atau tahun 1604 Masehi, KBP memindahkan istana ke Singaraja yang dianggap sebagai lokasi yang lebih strategis. Pendiri Kota Singaraja sekaligus Raja Buleleng I (1604) ini memiliki banyak sebutan: Gusti Panji, Gde Pasekan, Ki Panji Sakti, Ki Gusti Panji Sakti, dan Ki Gusti Anglurah Panji Sakti. Seluruh nama julukan ini mengacu pada pengertian berwibawa, tangguh dan sakti.
Jagung Gembal Pada tanggal 30 Maret 1906, KBP menitahkan rakyatnya untuk membabat ladang jagung gembal (kadang disebut gambal atau gambah) yang dalam bahasa setempat disebut “buleleng”. Di ladang jagung tersebut, KBP melihat beberapa pondok. Di deretan pondok itulah kemudian didirikan istana yang baru yang kini dikenal dengan Singaraja. [caption id="attachment_84323" align="aligncenter" width="480" caption="Buleleng aka Jagung Gembal ©Mamak Ketol™"]
[/caption] Kini Jagung Gembal merupakan bagian dari lambang Kabupaten Buleleng, dimana tangan kanan (kaki depan) Singa Ambara Raja (lambang kabupaten Buleleng) menggenggam jagung gembal. Butir-butir jagung yang berjumlah empat puluh lima dengan 8 lembar daun melambangkan tahun dan bulan kemerdekaan RI.
Permainan Tradisional Magoak-goakan. [caption id="attachment_84327" align="aligncenter" width="480" caption="Permaian Magoak-goakan (foto) ©Mamak Ketol™"]
[/caption] Magoak-goakan adalah seni permainan burung gagak. Permainan ini dipolitisasi oleh KBP yang ingin memekarkan daerah kekuasaannya. Di Desa Panji, KBP membentuk pasukan yang dikenal dengan sebutan Truna Goak dengan anggota sebanyak 2000 orang. Pasukan yang terdiri dari perwira pilihan ini dipimpin oleh Ki Gusti Tamblang Sampun dengan wakil pimpinan Ki Gusti Made Batan. Dengan bantuan Truna Goak, dan putra-putra kerajaan, KBP berhasil menguasai Kerajaan Blambangan. Namun, salah satu putra raja, Ki Gusti Ngurah Panji Nyoman, gugur.
Periuk Tanah Liat [caption id="attachment_84324" align="aligncenter" width="480" caption="Periuk tanah liat ©Mamak Ketol™"]
[/caption] Salah satu benda yang dipajang di Ruang Pra Sejarah adalah sebuah periuk (tengah). Periuk tanah liat ini dibuat dengan teknik roda pemutar dan teknik tatap. Peralatan memasak yang berasal dari zaman bercocok tanam ini ditemukan di situs Kalang Anyar, Desa Banjar Asem, Buleleng.
Pengaruh Luar Jejak dan pengaruh keanekaragaman seni, budaya dan agama yang ada di Bali antara lain berasal dari budaya China dan agama Buddha. [caption id="attachment_84385" align="aligncenter" width="628" caption="Bongpai (kiri) dan Stupika (kanan)"]
[/caption] Bongpai atau batu nisan ini ditemukan di situs pabean kecamatan Sawan, Buleleng. Bongpai yang merupakan bagian dari kuburan etnis China ini terbuat dari batu granit yang bagian permukaannya ditatah dengan aksara China. Berbagai ukuran stupika ditemukan di Situ Kalibukbuk, Buleleng. Stupika yang terbuat dari liat ini adalah replika dari stupa yang dipakai sebagai sarana pemujaan terhadap Buddha. Umumnya di dalam setiap stupika terdapat tablet dari tanah liat. Selain tablet, stupika kadang berisi relief Buddha.
Perlengkapan Upacara [caption id="attachment_84339" align="aligncenter" width="480" caption="Petaka Bale Prabu Pura Agung (alat upacara) ©Mamak Ketol™"]
[/caption] Salah satu alat upacara yang menjadi koleksi museum adalah Petaka Bale Prabu Pura Agung. Benda ini merupakan alat upacara yang didapatkan dari Desa Bungkulan, Buleleng. [caption id="attachment_84326" align="aligncenter" width="360" caption="Kempu Lengkap (atas) dan Jembung Kuningan (bawah). Perhatikan di latar belakang tampak Mesin Ketik (1930) dan Radio (1931) jaman Belanda ©Mamak Ketol™"]
[/caption] Ada beberapa koleksi museum yang merupakan milik pribadi. Salah satunya adalah satu set Kempu Lengkap (atas) dan Jembung Kuningan (bawah) yang merupakan perlengkapan upacara koleksi pribadi I Ketut Suharsana dari Kelurahan Beratan, Singaraja.
Riwayat Museum Pada 1994, sebuah proposal untuk mendirikan museum di Bali Utara diajukan kepada Drs Ketut Wiratha Sindhu, Bupati Buleleng saat itu. Proposal tersebut disetujui dan direalisasikan dengan membentuk Tim UPTD Gedong Kirtya dengan ketua pelaksana seniman Gde Dharna. Museum Buleleng diresmikan tanggal 30 Maret 2002, tepat pada Hari Ulang Tahun kota Singaraja ke-398. Tim pengelola akhirnya bernaung dalam
Yayasan Pelestarian Warisan Budaya Bali Utara. Berada dalam naungan yayasan, pemerintah tidak wajib memberikan dana operasional. Dana yang sempat mengalir dari Pemkab Buleleng dihentikan sejak tahun 2009. Apabila Museum Buleleng diserahkan kepada pemerintah, dana dapat diperoleh dari Pemda dan juga Pemprop Bali. Pengelola yayasan yang merupakan mantan pejabat penting di Pemkab Buleleng enggan memberikan pengelolaan museum kepada pemerintah daerah.
Referensi: North Bali,
Buleleng Selayang Pandang,
Lambang Buleleng,
Buleleng History dan
Museum Buleleng.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya