Mohon tunggu...
GOOD THINGS
GOOD THINGS Mohon Tunggu... -

♥ Mamak Ketol ♥ PEREMPUAN bersarung yang suka gonta-ganti nama sesuai judul tulisan terbaru ♥ "Nothing shows a man's character more than what he laughs at."(Goethe) ♥

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Between Spectator and Backseat Driver

2 Juli 2010   08:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:08 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_182986" align="aligncenter" width="480" caption="The driver with his passenger ©Mamak Ketol™"][/caption] Menurut kamus Webster, spectator adalah one who looks on or watches. Dalam bahasa Indonesia spectator artinya penonton. Apa yang umumnya dikerjakan oleh penonton tak lain dan tak bukan adalah menonton. Spectator juga sering dikaitkan dengan suporter sepak bola. Ketika seseorang menonton bola, yang dipandangi mungkin hanya kemana bergulirnya bola. Tentu saja diiringi dengan teriakan atau komentar betapa cantiknya bola atau betapa buruknya suatu permainan. Sementara itu, backseat driver adalah penumpang dalam suatu kendaraan dan seringkali bertindak lebih pintar dari pengemudi. Sebagai penumpang yang tidak membayar, backseat driver lebih sering mengajari pengemudi yang sedang berkendara. Terlepas dari apakah penumpang tersebut memiliki keahlian mengemudi atau tidak, selalu saja ada keinginan untuk “menggurui” meskipun, ketika sedang dalam keadaan menumpang. Ironisnya, tak jarang pada saat kita mewanti-wanti bahwa kita tidak sedang berakting sebagai guru itulah sebenarnya kita telah benar-benar menggurui - seperti Mamak Ketol juga ;) . Bagaimana dengan armchair quarterback? Sama seperti backseat driver, istilah armchair quarterback mengacu pada penggemar olahraga yang sepertinya lebih tahu daripada pemain. Armchair adalah kursi yang ada sandaran tangannya. Sementara quarterback adalah pemain yang dalam dunia per-sepakbola-an Amerika terutama dalam NFL (National Football League) disebut sebagai pemain gelandang. Umumnya armchair quarterback sangat getol memberikan nasihat berkaitan dengan permainan suatu game. Meskipun idiom ini mengandung kata “kursi”, armchair quarterback adalah sebutan yang tidak hanya berlaku bagi penonton yang duduk manis di depan televisi, tetapi juga bagi para pendukung yang menonton langsung di lapangan. Intinya backseat driver dan armchair quarterback mengandung pengertian yang sama. Wahai Backseat Driver, Belajarlah dari Driver dan Lingkungan! Dalam ilustrasi berupa foto di atas, tampak seorang ayah yang sedang mengayuh sepeda yang ada gandengannya. Kereta gandeng ini berfungsi sebagai tempat duduk. Adapun penumpang yang biasa didudukkan di dalamnya adalah anak balita. Sebagai anak yang belum bisa dan tidak tahu seluk-beluk mengendarai sepeda, agaklah janggal apabila si anak bertindak sebagai backseat driver. Kendati demikian, apabila sang anak sudah dapat berdiri dan berjalan sendiri kesempatan terbuka lebar. Selalu ada kesempatan untuk belajar mengendarai dan menguasai sepeda. Tentu saja dengan berguru pada pengendara sepeda, bukan pada pengendara truk. Kelak apabila si anak sudah dewasa mungkin dia akan melirik mobil dan ingin belajar mengendarai kendaraan beroda empat dari pengendara mobil, bukan dari pengemudi motorboat. Dalam berkendara, seorang pengendara sudah pasti memiliki tujuan tertentu, terlepas dari apapun profesi yang disandangnya. Kadang kala ketika berada di persimpangan jalan atau di lampu merah, kita asik menjadi pengamat dan merekam sejenak apa yang terjadi di sekitar kita. Kalau kita "sering" menjumpai Topeng Monyet “modern” yang berdangdut-ria dengan lagu Terajana, kita tentu tak akan merasa aneh melihat kesenian itu digelar di jalan raya. Sebaliknya, apabila kita "jarang" menjumpai jajanan pasar, mungkin kita akan berkesimpulan bahwa penganan tradisional itu sudah tergantikan dengan kue-kue "fancy" dengan nama yang mungkin membuat lidah kita “terlipat”. Apabila pengamat yang duduk di belakang setir itu adalah seorang pakar ekonomi, tentunya dia hanya memikirkan dan menganalisa sesuai dengan keahliannya. Mungkin pengamat ekonomi ini akan memikirkan bagaimana memperoleh keuntungan yang seluas-luasnya dalam menggalakkan bisnis topeng monyet, atau bagaimana meningkatkan omzet penjualan kacang rebus dengan dengan kemasan yang lebih "elegan", misalnya. Namun, apabila pengemudinya adalah pengamat sosial atau seseorang yang peduli dengan penggiatan kuliner tradisional, tentunya dia mesti dapat berpikir lebih bijak, bagaimana mengemas makanan tradisional tersebut agar dapat berkompetisi dengan kudapan-kudapan modern. Bukan malah “mendukung” (setidaknya secara teoritis) supplier camilan-camilan nan fancy di café-café yang elegant. Singkat cerita, sebagai "pengamat" (penonton) kadang terjadi konflik kepentingan yang berujung dengan "pembenaran" sepihak. Belajar dan pembelajaran tak hanya diperoleh dari bangku sekolah. Alam dan lingkungan menawarkan begitu banyak pelajaran tentang hidup dan kehidupan. Akan tetapi tidak berarti harus ada pengkotak-kotakkan secara khusus. Seseorang yang mengetahui dan mendalami Indonesia, tak harus berasal dari Indonesia. Pak Ben aka Benedict Anderson yang salah satu buku andalannya adalah Imagined Communities misalnya, seseorang Indonesianis berkebangsaan Amerika. Apakah seseorang harus menjadi anjal (anak jalanan) dulu untuk menyelami kehidupan seorang anjal? Apakah seseorang harus hidup di daerah kumuh untuk dapat menghayati kehidupan kaum “wong cilik”? [caption id="attachment_182987" align="aligncenter" width="500" caption=""Kelemahan" ML ©Mamak Ketol™"][/caption]

Sumber foto: Kompasiana

Dalam tulisannya yang berjudul 3 Jam 37 Menit Bareng Mariska Lubis, Tandi Skober (TS) telah menemukan dan menyebutkan “satu-satunya kelemahan” Mariska Lubis (ML). Menurut TS, “kelemahannya” adalah lingkungan hidup ML yang berada di perumahan mewah, sehingga ML “tidak tahu bagaimana bau keringat rakyat miskin”. Komentar yang tidak ditanggapi oleh ML ini memang disampaikan dengan nada “bercanda”. Tulisan ini tidak bemaksud untuk menelaah komentar TS ataupun “menghakimi” ML. Hanya saja timbul satu pertanyaan: Seberapa jauh lingkungan yang “benar” dapat menghasilkan pemikiran yang “benar”? Berbicara mengenai spectator dan backseat driver tidaklah lengkap tanpa membicarakan "Tim Hore". Tim Hore atau pemandu sorak dalam bahasa Inggris disebut cheerleader. Sebagai “leader” tugasnya adalah untuk “memimpin” penonton menyoraki atau menyemangati tiap-tiap tim yang berpartisipasi dalam suatu kompetisi. Kehadiran pengggembira yang umumnya hanya tiga menit ini memang dikhususkan untuk menggembirakan suasana. Namun, tidak berarti mereka tampil tanpa persiapan. Perlu waktu dan latihan tersendiri untuk sekedar ber-cheer-cheer-ria atau ber-wakakak. Dalam anthropologi dikenal istilah armchair anthropology, dimana sang pengelana tidak turun ke jalan atau tidak berada on the field. Di bulan ke-6 ber-Kompasiana inipun Mamak Ketol tak jarang bertindak sebagai armchair citizen journalist - kadang berada di Bali, kadang berada di Negara Ketol. Bagaimana dengan Anda? Peran apa yang lebih sering Anda mainkan? Spectator? Backseat driver? Armchair quarterback? Atau cheerleader? ♥Hari ini genap enam bulan Mamak Ketol ber-Kompasiana!♥ Catatan: 1. Tulisan Mamak Ketol telah dipilih sebagai salah satu pemenang Topik Pilihan "Kartini" dengan judul: Kartini Hari Ini. 2. Sampai hari ini (2 Juli) Carpe Diem, Jangkar! masih menjadi HL di rubric FIKSI sejak tanggal diterbitkan (21 Juni). 3. Mamak Ketol mengucapkan terima kasih kepada semua pembaca dan komentator. Kiranya Kompasianer dapat lebih menerima dan menikmati gaya Mamak yang kadang ‘gatel’, ‘nyinyir’, ‘centil’ bak Gula Kapas dll. 4. Tulisan berkaitan dengan ultah dapat dibaca di tulisan dengan tag Ultah Ketol.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun