[caption id="attachment_100816" align="aligncenter" width="680" caption="Warung tempat Iteung jualan ©Mamak Ketol™"][/caption] Kisah perjalanan hidup Iteung tak jauh berbeda dari kisah Juminten yang dikisahkan dalam klip "Kampung Girl" - plesetan dari lagu Uptown Girl. Iteung muda merantau ke kota setelah “facebook-an” dengan Kang Bayan yang sudah duluan menaklukkan ibukota. Kang Bayan bekerja sebagai teller di suatu bank yang tak pernah tidur. Kang Bayan yang membuatnya head over heels in love dengan Iteung pelan-pelan mengajarkan Iteung tentang banyak hal. Tentang bersosialisasi dan bahkan bagaimana bisa tampil trendy. Iteung yang mudah bergaul itu cepat belajar dan sosialitanya menghantarkannya ke level lebih atas lagi. Suatu hari Iteung bertemu dengan Gregor van Dongen. Gregor yang tidak ada hubungan langsung dengan Peter van Dongen ini adalah seorang guru kontrak yang mengajar di suatu pusat bahasa. Singkat cerita, begitu kontrak kerja habis, Iteung dilamar dan diboyong ke Belanda. Kang Bayan gigit jari. Sumber: enodeer @YouTube Setelah sepuluh tahun meninggalkan kampungnya di dusun Ketol, tiba-tiba sosok Iteung dan suaminya muncul kembali. Iteung kagum bercampur heran melihat kampungnya yang sudah semakin ramai. Areal sawah yang biasa dilewatinya sebagian sudah diaspal. Ada Ketol Mini Mart di beberapa sudut desa. Di salah satu warung mini itulah paman Iteung bekerja sebagai kepala toko. Pernah Iteung meminta pamannya agar dapat membantu menjualkan jajanan pasar yang dibuat oleh emaknya, tapi paman Iteung menolak karena ada syarat-syarat yang tidak bisa dipenuhi oleh emaknya Iteung. Iteung sedikit kecewa. Suatu hari ketika selesai berbelanja di “toko pamannya”, Iteung membaca iklan tentang lahan di sekitar parkiran yang disewakan. Lahan kosong itu ditawarkan sebagai tempat jualan semi permanen berupa stand atau “gerobak”. Iteung membaca semua persyaratannya dengan seksama. Poin-poin yang dicantumkan mencakup larangan menjual produk yang sejenis dengan barang yang dipasarkan di Ketol Mart itu. Tentu saja tanpa menggunakan kata yang mengandung nama atau potongan nama dari toko itu. Ribet ya … Gregor mengusulkan untuk membuka kios buku. Suatu usulan yang tak lazim. Namun akhirnya mereka sepakat. Buku-buku yang tersedia terdiri dari fiksi, dongeng “asli” Nusantara dan juga dongeng “asing” yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sambutan masyarakat lumayan besar. Hanya saja buku-buku yang lebih banyak disentuh, dicari dan dibeli adalah dongeng-dongeng terjemahan. Iteung tidak kehilangan akal. Dia pun melakukan promosi dengan memberi diskon pada buku-buku dengan tema dongeng dalam negeri. Selain itu tiap-tiap buku diselipkan secarik kertas yang menawarkan pembeli dan pembaca untuk menilai dan mengkritik buku khususnya buku dongeng dan fiksi yang “asli made in Indonesia”. Adapun ulasan buku dongeng dan fiksi ini harus ditayangkan di suatu situs yang sudah dipersiapkan oleh Gregor. Hadiah utama berupa 3 Kartu Perdana Iteung lengkap dengan data tak terbatas untuk internetan selama satu bulan. Sepuluh pe-review pertama memperoleh 1 buah buku dongeng. Penjualan buku dongeng Nusantara meningkat drastis. Iteung tentu saja senang, meskipun untungnya tidak banyak, karena habis dipakai untuk berpromosi dan bagi-bagi kartu perdana berikut pulsa. Begitu lomba dinyatakan sayonara, omzet penjualan buku dongeng menurun. Iteung tampak sedih dan kecewa. Niat baiknya untuk mempromosikan dongeng dalam negeri sepertinya belum membuahkan hasil. Apa yang sebaiknya dilakukan oleh Iteung? Note: Tulisan ini adalah catatan ulbul yang tertunda ;) .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H