Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah … Kemerdekaan berpendapat. Kemerdekaan untuk diam. Kemerdekaan berbicara. Kemerdekaan untuk tidak menjawab. Kemerdekaan untuk melahirkan sosial blog... bernama Kompasiana. Kemerdekaan menamakan pembacanya atau penggunanya dengan sebutan Kompasianer. Hanya sebuah nama. Hanya sebuah sebutan untuk yang ngefans. Sebuah identitas. Untuk sharing. connecting ... Sama seperti Kaskuser, Slankers. It’s only words!
Sumber ilustrasi: I Need Motivation
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah … kemerdekaan pikiran. I know but one freedom and that is the freedom of the mind, kata Antoine de Saint-Exupery. Kemerdekaan berpikir tentang sesuatu secara sederhana. Kemerdekaan berpikir tentang sesuatu secara kompleks. Kemerdekaan memilih. Kemerdekaan untuk berbenah diri. Kemerdekaan untuk beraksi. Kemerdekaan untuk menulis. Kemerdekaan untuk membuat judul. Kemerdekaan untuk berkomentar. Kemerdekaan untuk ber-wakakak. Kemerdekaan untuk mendengar. Kemerdekaan untuk menutup telinga. Kemerdekaan untuk berkata-kata ... Perhaps, words that you don't want to hear! It’s only words!
Sumber logo: All Free Logo Sumber kutipan: George Orwell (1903-1950) Kenapa bunyi tembakan di Indonesia terdengar “dor dor!?” Kenapa bunyi tembakan ala koboi Amerika bunyinya “bang bang!"? Kenapa eh kenapa? Karena bahasa itu sifatnya arbitrer (manasuka), seperti yang dikatakan oleh: 1. Mary Finocchiaro: Language is a system of arbitrary vocal symbols which permit all people in a given culture or other people who have learned the system of that culture to communicate or interact. 2. Harimukti Kridalaksana: Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. (Sumber definisi: UPI Edu) Kalau aku berteriak dan menuntut kemerdekaanku, sudahkah aku memerdekakan hak sesamaku? hak temanku? sudahkah aku menjawab komentar orang? entah itu di lapakku ... atau di lapak teman? Aku dapat melihat kuman di poentjak goenoeng, tapi aku gagal melihat gajah dipelukan. Ya ... sudahlah ... Well, everybody has a skeleton in the cupboard. Ketika kita menuntut kemerdekaan, dapatkah kita lakukan dengan damai? You can have peace. Or you can have freedom. Don't ever count on having both at once, jawab Robert A. Heinlein. Maka sesungguhnya kemerdekaan itu ... tak selalu berdampingan dengan kedamaian. Bagaimana dengan humor? Mungkin hanya a humorous peace-loving person yang dapat melakukannya. Berdamai sambil ber-wakakak, aha! Bagaimana dengan bekerja diam-diam? We need to find God, and he cannot be found in noise and restlessness. God is the friend of silence. See how nature - trees, flowers, grass - grows in silence; see the stars, the moon and the sun, how they move in silence.... We need silence to be able to touch souls, bisik Mother Teresa perlahan. Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu harus diisi ... . Oleh siapa? Oleh kita semua, tanpa terkecuali. Dimulai dari diri sendiri *Huh klise!* Apa keahlianmu? Di bidang linguistik? Di bidang teknik? di bidang musik? Biarlah yang merasa memiliki negara ini bekerja dan berkarya yang asik-asik. Tapi ... jangan sampai ... mengajari itik ... (berenang). Bagaimana dengan Mamak Ketol? Meskipun Mamak tak bisa bermain musik, Mamak lebih suka Acting Dirigent.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H