Seperti yang dipaparkan di bagian kedua, biografi Maria von Trapp sudah pernah diangkat ke layar lebar dengan judul Die Trapp Familie (1956) dan cukup sukses di Jerman dan Austria. Selain itu pernah juga diproduksi di Amerika dengan judul The Trapp Family in America (1958). Dua-duanya ditulis oleh Herbert Reinecker dan disutradarai Wolfgang Liebeneiner. Maria diperankan oleh Ruth Leuwerik dan von Trapp oleh Hans Holt. Kedua film ini kemudian digabungkan. Namun, film ini tidak diputar di Amerika. Amerika malahan membuat filmnya sendiri. [caption id="attachment_222901" align="aligncenter" width="400" caption="Dalam TSM (1965), Edelweiss adalah satu-satunya lagu yang dinyanyikan sendiri (bukan dubbing) oleh Georg von Trapp"][/caption]
Sumber foto: Time Inc
Pada tahun 1960, terbetik kabar bahwa 20th Century Fox telah memberi panjar (10%) sejumlah $1.25 juta kepada keluarga von Trapp untuk hak memproduksi film The Sound of Music (TSM). Pada saat itu dikabarkan bahwa Dorris Day akan diusung menjadi pemeran utama. Pada tahun 1962, pihak Century Fox malahan mengantongi dua nama sekaligus untuk pemeran Maria, yakni Dorris Day dan Mary Martin. Penulis skrip, Ernest Lehman yang juga menulis skenario The King and I, menilai Julie Andrews lebih tepat untuk memerankan Maria. Keputusan akhirnya jatuh ke Andrews yang pada bulan November 1963 menanda-tangani kontrak sebesar $225,000. Kapten von Trapp sendiri dibintangi oleh Christopher Plummer. Tanggal 23 April 1964, pengambilan gambar dimulai di Salzburg, Austria dan dijadwalkan selama 8 minggu. Namun karena cuaca yang kurang menguntungkan, shooting diperpanjang menjadi 11 minggu. Pemandangan Salzburg yang mempesona membuat penonton terkesima. Hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah turis ke Austria dari tahun ke tahun. Pada tahun 1998, pemerintah Salzburg memberi penghargaan kepada keluarga von Trapp berkaitan dengan pariwisata. Tanggal 6 July 1964 lokasi berpindah ke Los Angeles. Film selesai diproduksi pada tanggal 20 Agustus 1964 dengan total biaya $8.2 juta. Jumlah yang sangat fantastis pada jamannya. Pada tanggal 2 Maret 1965, film TSM diputar di Rivoli Theatre, New York untuk pertama kalinya. Film legendaris ini menjadi pembicaran dunia. TSM dinominasikan dalam 10 Academy Awards dan berhasil menggondol 5 piala Oscars antara lain Best Picture dan Best Director. Pada saat itu, ketika tembok Berlin masih berdiri gagah, TSM merupakan satu-satunya film asing yang diperbolehkan masuk ke Rusia. [caption id="attachment_222905" align="alignleft" width="300" caption="DVD TSM edisi spesial ©Mamak Ketol™"][/caption] Pada tahun 2005, para pemain mengadakan reuni dalam rangka merayakan 40 tahun kesuksesan TSM. Pada saat yang bersamaan DVD film TSM (1965) diluncurkan. Paket edisi spesial ini terdiri dari dua keping cakram dengan total durasi lebih dari 3 jam. DVD ini mencakup film dokumenter tentang kota Salzburg, biografi keluarga von Trapp dan wawancara dengan beberapa bintang TSM. Selain itu tersedia pula 8 halaman buku panduan yang berisi sejarah perjalanan TSM. Kesuksesan TSM menobatkannya menjadi film favorit dunia. “Apa kunci suksesnya?” Tanya Michael Gunadi Widjaja di kolom Komentar.
So Long, Farewell ... Sumber klip: dovejeses (You Tube) Dibalik Suksesnya TSM Seperti versi drama musikalnya, film TSM pun menyesuaikan alur cerita, dimana Maria ditokohnya sebagai governess yang mengasuh ke tujuh anak von Trapp, bukan berperan sebagai guru untuk salah atau anak sang Kapten yang terserang penyakit. Karena hak pembuatan film TSM sudah dijual, pihak keluarga tidak punya otoritas untuk mengontrol konten atau alur cerita. Unsur “kesengajaan” ini bisa jadi karena pertimbangan pasar. Berbeda dengan versi drama musikal, ada tiga lagu yang tidak dinyanyikan dalam versi layar emas. Ketiga lagu tersebut adalah: No Way to Stop It, An Ordinary Couple, dan How Can Love Survive. Sebagai penggantinya, Richard Rodgers menambahkan dua lagu baru yaitu Something Good dan I have Confidence in Me. Tindakan initentu saja membuat TSM tampil dengan sesuatu yang baru, sekaligus mempopulerkan kembali lagu-lagu TSM yang sudah dikenal dan disukai masyarakat dunia. Beberapa film romantis dengan genre yang sama biasanya mencatat box office. Kisah percintaan antar bangsa yang berbeda status sosial hampir selalu dibanjiri penonton. Salah satunya adalah Anna and the King (1999) yang mengulang sukses film The King and I (1956). The King and I sendiri sudah pernah dipentaskan dalam bentuk drama musikal dengan tajuk yang sama (1951). Selain itu, ada drama Hollywood dengan judul Anna and the King of Siam (1946) yang diadaptasi dari buku dengan judul yang sama karangan Margaret Landon (1944). Landon menuliskan kembali kisah nyata Anna Leonowens berdasarkan dua memoar Leonowens yaitu The English Governess at the Siamese Court (1870), dan Romance of the Harem (1872). Keduanya menceritakan pengalaman Anna selama 5 tahun menetap di Siam (sekarang Thailand). Janda beranak satu yang berkebangsaan Inggris ini diundang oleh raja Siam, King Mongkut, untuk mengajar bahasa Inggris termasuk adat dan kebudayaan kepada anak-anak raja. Berbeda dengan kisah cinta Anna yang ditinggal mati oleh King Mongkut, kisah romantis Maria dan Georg berakhir dengan kehidupan yang bahagia. Tanpa adegan “panas” dan tanpa pemandangan berbau kekerasan, film TSM benar-benar merupakan film klasik keluarga yang cocok untuk segala umur. Meskipun ada adaptasi di sana-sini, kisah nyata dengan happy ending selalu menjadi favorit. Tulisan terkait sebelumnya: Bagian 1: The Sound of Music: Dari Vienna ke Seluruh Dunia Bagian 2: The Sound of Music: From Broadway to West End Catatan: TSM: The Movie adalah tulisan terakhir Mamak Ketol. Maaf lahir bathin. So long … farewell …
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H