Mohon tunggu...
GOOD THINGS
GOOD THINGS Mohon Tunggu... -

♥ Mamak Ketol ♥ PEREMPUAN bersarung yang suka gonta-ganti nama sesuai judul tulisan terbaru ♥ "Nothing shows a man's character more than what he laughs at."(Goethe) ♥

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Kelirumologi: Menyembah Matahari

1 Juni 2010   17:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:49 921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah “sukses” menelurkan Kelirumologi Cinta, hari ini tepat pada hari ulang bulan yang ke-5, Mamak Ketol meluncurkan kelirumologi tentang bunga matahari. Bunga yang hidupnya dikontrol oleh Sang Surya. Bagaimana hal ini sampai terjadi?

[caption id="attachment_155605" align="alignleft" width="300" caption="Bidadari Matahari Liar dan Wiro Sembung ©Mamak Ketol™"][/caption]

Simbol-simbol yang berkaitan dengan bunga matahari ini cukup banyak. Bunga berwarna kuning ini merupakan simbol dari ideologi hijau dan ideologi masyarakat vegan. Di akhir abad 19, bunga matahari digunakan sebagai lambang pergerakan keindahan.

Bunga matahari termasuk genus helianthus yang asal katanya helios. Helios sendiri adalah Dewa Matahari. Tidaklah heran, apabila suku Inka Indian menyembah bunga matahari yang dianggap merupakan simbol Sang Surya. Pendeta wanita suku ini mengenakan kalung berbentuk matahari yang terbuat dari emas.

Pada saat masih berupa kuncup, bunga bergerak mengikuti arah matahari yang terbit dari arah timur ke barat. Pada malam hari, kuncupnya kembali mengarah ke timur. Setelah mekar, bunga matahari tak lagi memiliki kemampuan untuk mengikuti arah matahari terbit. Batang tanaman ini mengeras, begitu kuncupnya mekar sempurna. Pada tahap ini warna batang dan daunnya pun memudar.

Pergerakan mengikuti arah sang surya ini tidak dialami oleh bunga matahari yang hidupnya liar. Bunganya dapat mengarah kemana saja, tanpa mengikuti satu arah tertentu. Hanya daunnya saja yang mengarah ke matahari.

Kebiasaan menghadap matahari ini disebut phototropism. Pergerakan yang berdasarkan mitos dicermati sebagai simbol kesetiaan dan keteguhan hati. Secara fisik bunganya pun menyerupai matahari. Sementara warnanya merepresentasikan warna mentari yang kerap diasosiasikan dengan kehangatan dan kebahagiaan. Selain itu, bunga kuning ini dipakai sebagai pelambang cinta dan panjang umur.

Pertumbuhan bunga yang merupakan bunga nasional negara bagian Kansas ini sangatlah cepat. Dalam sehari tingginya bisa mencapai satu kaki. Karena kepesatan pertumbuhannya inilah maka bunga yang juga merupakan bunga nasional Rusia ini dilambangkan dengan keangkuhan.

Setelah mengetahui simbol dan arti dari bunga ini, tertarikkah Kompasianer menggunakan bunga matahari sebagai avatar?

***♥♥♥♥***

Matahari Bukan DIA
Syahdan, di Taman Ketol, tersebutlah sebuah kisah …

[caption id="attachment_155606" align="alignright" width="300" caption="Bidadari Jinak pemuja Dewa Matahari ©Mamak Ketol™"][/caption]

Salah satu Kompasianer tertarik untuk mengganti avatarnya. Wiro “Kupu-Kupu” Sembung namanya. Ini sudah sekian kalinya Wiro mengganti foto identitas dirinya di dunia maya. Fotonya yang terakhir berupa kupu-kupu, baru saja di-upload-nya pagi tadi.

Menurut pengakuan Wiro, ia ingin sesuatu yang baru dengan menggunakan bunga sebagai foto profilnya. Pilihannya jatuh pada bunga matahari yang konon mempunyai karakter kuat untuk mengekspresikan cinta yang tulus. Untuk keperluan itu, di suatu pagi yang cerah, pergilah Wiro Sembung ke Taman Ketol. Pada hari itu, ada prosesi ritual keagamaan tingkat internasional yang dipimpin oleh pendeta.

Selesai upacara, Wiro berjumpa dengan dua kuntum bunga matahari. Mereka adalah Bidadari Matahari Jinak dan Bidadari Matahari Liar. Wiro pun mulai pasang aksi. Berikut adalah percakapan ketiganya:

“Hai bidadari-bidadari cantik, kenalkan, namaku Wiro Sembung. Aku ini pendekar 444. Selain aktifis lingkungan, aku adalah seorang fotografer lepas. Aku diutus Dewa Matahari. Aku diminta untuk mengambil foto kalian, dan mewawancarai kalian sebentar.”

“Namaku Bidadari Matahari Jinak. Aku senang sekali ada yang ingin memotretku. Pandanglah aku, lihatlah batang tubuhku yang tinggi semampai dan kelopak bungaku yang panjang. Tampak alami dan sederhana, bukan? Bagaimana poseku ini? Bagaimana dengan kalung matahari yang kukenakan ini? Aku tampak suci seperti malaikat bukan? Aku bukan bunga matahari liar. Aku selalu setia dengan Sang Surya, dan aku selalu menyertai kemanapun dia bersinar. Aku sungguh merindukan kehangatan surya, dan aku ingin memeluknya, mendekapnya erat-erat. Sudah lama aku memendam rindu, dan aku ingin menjadikannya milikku seorang. Fotolah aku dan kirimkan hasilnya kepada Dewa Matahari!"

“Baik, baik, aku akan segera memotretmu. Berposelah sesukamu. Tunjukkan lekuk indahmu,” jawab Wiro sambil melancarkan jepretannya.

Tak lama kemudian, pemotretan sesi pertama selesai. Wiro menghampiri Bidadari Matahari Liar, dan serta-merta memotretnya.

“Maaf Wiro Sembung, letakkan dulu kameramu. Kamu bilang kamu diutus Dewa Matahari untuk mengambil potretku? Maaf aku keberatan. Perlu kau ingat Wiro, meskipun aku hadir dalam upacara penyembahan Helios, aku bukan penganutnya. Dan aku tak perlu tunduk kepada Dewa Matahari yang memintamu untuk memotretku. Aku hanya menyembah DIA, bukan matahari! Kau tau, Wiro? DIA lah yang menciptakan matahari, dan tahtanya jauh lebih tinggi dari Helios.”

“Oh, ada yang lebih mulia dari Helios? Ceritakan padaku tentang DIA,” pinta Wiro.
“Ceritanya sangat panjang, Wiro. Tapi, sebagai bunga liar yang tumbuh tidak terawat, aku sangat menikmati cahaya matahari ciptaan DIA. Aku bisa memandang ke segala arah. Kuakui bahwa aku tak punya kemampuan phototropism. Aku mengucap syukur untuk itu. Aku membayangkan, alangkah pegelnya leherku apabila aku hanya fokus ke satu arah saja setiap harinya. Tentu aku akan kehilangan banyak momen indah di sekitarku. Aku meyakini bahwa DIA akan datang untuk menyelamatkan aku si pendosa,” tandas Bidadari Matahari Liar.

“Apa itu pendosa?” tanya Wiro.
Bidadari Matahari Liar mengajak Wiro duduk di salah satu bangku, dan menjelaskan dengan tuntas apa itu dosa dan pendosa.

“Jadi … upah dosa itu maut?” tanya Wiro.

Bidadari Matahari Liar hanya mengangguk pelan. Keduanya membisu beberapa saat. Tak lama kemudian, terdengar suara lirih Wiro:

“Maafkan aku Bidadari Matahari Liar, aku telah mendustaimu. Sebenarnya Dewa Matahari tak pernah mengutusku. Aku bermaksud untuk mengganti avatarku. Supaya niatku terpenuhi, aku terpaksa berbohong. Maafkan aku.”

“Sudahlah, tak perlu kita bahas lagi. Ngomong-ngomong, kenapa kau mau mengganti avatarmu?”
“Hmm …, aku sendiri tak yakin, mungkin aku bosan, mungkin juga caper,” jawab Wiro ragu-ragu.

“Begini, sebelum kau pulang, kau boleh memotretku. Tapi kau harus ada juga dalam foto itu. Mari kita minta Bidadari Matahari Jinak untuk memotret kita. Mudah-mudahan foto itu bisa mengingatkanmu tentang DIA. DIA yang dimiliki oleh setiap umat, bukan milik individu. Dan apabila kau benar-benar ingin mengganti avatarmu, aku izinkan kau untuk memakai foto kita. Namun, cobalah kau lakukan riset kecil-kecilan tentang alasan menggonta-ganti avatar,” pesan Bidadari Matahari Liar sambil tersenyum.

“Dimana aku bisa menemukan jawabannya?”
“Di Kompasiana dengan kata kunci “semiologi”.

“Baik, akan kulakukan. Terima kasih banyak Bidadari Matahari Liar. Aku pergi sekarang,” kata Wiro dan dalam sekejap dia menghilang.

***♥♥♥♥***

[caption id="attachment_155609" align="aligncenter" width="500" caption="Semiologi foto profil ©Mamak Ketol™"][/caption]

Sumber: Semiologi Facebook

Sarimin terbangun dari tidur siangnya. Bidadariku ... dimana kau? Oh ... ternyata aku bermimpi. Tiba-tiba Sarimin teringat dengan pesan Bidadari Matahari Liar. Semiologi! Ya … itu kata kuncinya! Sarimin segera membuka Kompasiana dan menemukan:

Untuk yang suka gonta ganti profil, tergantung komposisi sintaksih (Aduuh) maksudnya ciri foto yang dia gunakan dan frekuensi. Kalau dari semua foto profilnya memiliki karakter serupa, mungkin dia sedang bosan atau sedang ingin menarik perhatian, atau memang sangat membutuhkan perhatian, atau lagi, sedang tiday yakin dengan eksistensi dirinya sendiri (Trecy, 2010).

Apakah Sarimin jadi mengganti avatarnya?

Referensi:
Living Arts Originals, Pro Flowers, dan Sunflower.

♥Hari ini lima bulan Mamak Ketol di Kompasiana♥
♥♥Terinspirasi dari diskusi dengan Setiawan Triatmojo di Morning Dew ♥♥

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun