Mohon tunggu...
Akhmad Fesdi Anggoro
Akhmad Fesdi Anggoro Mohon Tunggu... -

suka yang unik-unik (menurut pendapatku setidaknya) hehe.. dan sering berfikir ini itu yang gak jelas. tapi yang jelas, sekali diberi kepercayaan, aku akan bekerja keras untuk menjaga kepercayaan itu. (^_^)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Laskar Pelangi yang Sesungguhnya

3 Juli 2010   14:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:07 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona


KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah dan Hizbul Wathan)

"Hizbul Wathan apaan sih? Kok seragamnya gitu, kayak pramuka!" Tanya teman saya ketika sedang melihat pawai peserta muktamar Muhammadiyah di Jogja, kamis (1/7) kemarin. Sebetulnya saya ingin memuaskan keingintahuan dia, tapi ketika mulut saya terbuka yang keluar justru kata, "Wow!"

Sekelompok orang, laki-laki dan perempuan berumur sekitar 60 th-an sedang berjalan tegap dan rapi. Tatapan mata mereka lurus kedepan, peluh yang membasahi muka dan tubuh mereka tidak dihiraukan. Dengan penuh semangat mereka berjalan kedepan layaknya pasukan berangkat perang. Genderang dipukul bertalu-talu diikuti suara terompet yang mengiringi langkah mereka. Sungguh pemandangan yang mengagumkan bagi saya. Meski kerap melihat pasukan baris-berbaris. Tapi kali ini berbeda. Kekaguman saya itu lebih kepada semangat yang ditunjukkan para senior-senior HW ini. Kekompakan, kedisiplinan dan semangatnya yang masih terjaga meski usia mereka sudah lanjut. Merinding saya dibuatnya.

"kok lucu ya seragamnya," komentar seorang perempuan dibelakang saya. Entah kepada siapa, mungkin temannya. Agak merusak mood kekaguman saya sebenarnya.

Ya kalo ngomongin penampilan sih iya, kakek-kakek memakai celana pendek biru tua dengan dipadu baju coklat tua memang bukan perpaduan yang serasi sebetulnya. Tapi kalo ngomongin umur, HW termasuk organisasi kepanduan tertua, lebih tua dari Negara Indonesia bahkan.

Sejarah berdirinya Hizbul Wathan ini dimulai ketika KH. Ahmad Dahlan melihat sekelompok anak-anak baris-berbaris di Pura Mangkunegaran, Solo. "wuah, keren ini coy, kita (Muhammadiyah) juga harus punya nich!" Yah meski kata-katanya tidak persis seperti itu, yang penting ditahun 1918 Hizbul Wathan berdiri tapi dengan dengan nama Padvinder Muhammadiyah yang berarti Kepanduan Muhammadiyah. Kegiatannya meliputi baris-berbaris, bermain tambur dan olahraga. Kemudian ditambah PPPK dan kerohanian. Biasanya diadakan setiap minggu sore. Untungnya karena dimasa itu belum ada playstation, internet, bioskop, kafe dan mal, banyak pemuda dan anak-anak yang tertarik ikut. Lumayan buat isi waktu.

Logo Hizbul Wathan

Tahun 1920, muncul gejolak yang terjadi di dalam dan luar negeri. Di dalam negeri tentunya perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Maka dengan penuh semangat perjuangan, Padvinder Muhammadiyah diusulkan diganti menjadi Hizbul Wathan yang berarti Pembela Tanah Air. Nasionalis banget ya? Coba kalo pemimpin sekarang itu semangatnya kayak orang-orang dulu.

Kembali ke perjalanan HW, pada tanggal 13 Januari 1921 barisan HW ikut mengantarkan Sri Sultan HB VII pindah dari keraton Yogyakarta ke Ambarukmo. Beberapa hari kemudian juga ikut andil dalam perayaan penobatan Sri Sultan HB VIII. Ditonton oleh ribuan orang dihadapan tamu dan khalayak ramai. Mulai saat itu HW menjadi perhatian dan terkenal dikalangan umum. Semacam selebritis lokal gitu deh. Ketenaran HW rupanya menarik perhatian M. Ranelf seorang pemimpin NIPV (perkumpulan kepanduan Hindia Belanda sebagai cabang dari kepanduan di Negeri Belanda). HW diajak untuk bergabung dengan NIPV. "DEAL OR NO DEAL!" tantang NIPV. "NO DEAL!" tolak HW mantap.

Meninggalkan NIPV yang kecewa karena lamarannya ditolak, pada tanggal 13 Maret 1921 KH. Fachrudin menunaikan ibadah haji dan diantar oleh barisan Pandu HW dan warga Muhammadiyah. KH. Fachrudin sempat berpesan didepan anggota-anggota HW dengan menanamkan anti penjajah pada anak HW: "Tongkat-tongkat yang kamu panggul itu pada suatu ketika nanti akan menjadi senapan dan bedil."Pesan tersebut rupanya menjadi kenyataan. Di masa penjajahan Jepang, banyak anggota Pandu HW yang masuk ke PETA. Diantaranya; Soeharto (Presiden), Soedirman (Panglima Besar TNI), Mulyadi Joyomartono, Kasman Singodimejo, Yunus Anis, dll.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun