Ngomongin yang terbaik, bagi saya nasihat terbaik selalu datang dari Nenek. Beliau selalu mengajarkan, "anak itu dibesarkan untuk menjadi penerus yang sholeh atau sholihah. Buat apa bayar sekolah mahal kalau di akhir hayat anak tidak tau cara mengurus jenasah, menyolatkan atau mendoakan jazad orang tuanya. Manusia meninggal itu terputus semua amalanya kecuali 3 perkara, salah satunya doa anak yang sholeh."
Nasihat nenek ini terus terngiang dikepala saya, dan setelah waktu berjalan, akhirnya saya tercerahkan layaknya Gautama (mungkin agak berlebihan ya!?) Pada intinya, yang awalnya saya menganggap anak itu semacam aset penting masa depan yang harus saya lindungi dan berharap bisa memetik hasil materi yang banyak di masa tua saya, perlahan anggapan itu menyurut. Sekarang saya mencoba mengurang keegoisan saya dan tidak berharap banyak apakah anak saya itu bisa menjadi wirausaha sukses, pegawai negeri, dokter atau arsitek dsb. Silahkan mau jadi apa yang kamu mau, asal tanggung jawab, jujur, adil dan berbakti kepada orang tua. Kaya tapi miskin iman sama saja. Walau kaya iman gak harus juga miskin harta. Pokoknya saya pingin keluarga ini utuh, kompak bahagia selalu. Itu doa yang selalu saya panjatkan.
"Gak mau.. gak mau.. aku gak mau anakku jauh dari aku," teriak istriku sambil memukulkan bantal kearah saya.
"Sudah tho dek, dari pada ribut malam-malam ganggu tetangga. Ngobrolnya dilanjut besok aja, kalau kita sudah bener-bener punya anak. Sekarang mikir cara punya anak laki-laki dulu," kataku sebal sambil menghalau serangan bantal istriku.
"Ah.. gak mau..," kata istriku malu-malu.
"Kok dari tadi gak ma terus tho? Mau mu apa?"
"Matiin dulu lampunya..," Jawab istriku malu-malu sambil menunjuk saklar lampu dan menutupi mukanya yang memerah. Lagi-lagi untuk adegan ini aku yakin dia bisa dapat penghargaan lagi.
Sementara urusan pendidikan anak ditunda, sekarang yang penting bikin anak dulu. Siapa tahu malam ini berhasil, lalu anakku lahir. Di saat itu, semoga kondisi Indonesia sudah lebih baik dari sekarang. Istriku juga gak cuma bisa bilang "gak mau.. gak mau," mungkin saja ada jalan tengah buat kami berdua. Toh mau masuk pesantren atau tidak itu terserah anakku nanti. Yang utama sekarang membuat dunia ini lebih baik bagi anak-anakku kelak. Meski sebenaranya saya gak tau caranya bagaimana, saya hanya sekedar bersikap keren. Boleh kan!?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H