Sekuntum Bunga di Februari
Jika ditanya adakah keputusan dalam hidup yang tidak pernah kusesali, maka jawabku adalah keputusan 11 tahun yang lalu.Â
Kala seorang perempuan diuji apakah ingin merasakan yang namanya "kontraksi" atau tidak.
Aku putuskan yang terbaik untuk diriku sendiri dan juga kesayanganku. Sembilan bulan menanti, aku tak mau bertaruh ketika tali plasenta melilitmu kuat sekali.
Dengan hati gemetar kukuatkan diri. Aku ingin melihatmu. Rasanya tak sabar seperti apa putri ini.
Putri yang tendangannya kuat saat di dalam rahim. Putri yang kadang menyuduk kanan-kini. Putri yang tahan diajak menonton tayangan piala World Cup 2010 atau menyusuri panjangnya bandara Dubai karena hampir ketinggalan pesawat.
Di bawah lampu-lampu besar itu, tangisanmu terdengar indah membelai telingaku. Rasa haru dan bahagia membuncah di dada. Kucium pipi lembut dan montokmu. Kamu justru tertidur di dadaku.
Setelahnya, hari-hariku adalah kamu. Kamu serupa bunga kecil yang selalu mekar dalam kalbu. Jatuh-bangunku sebagai seorang ibu. Aku sering minta maaf padamu atas kesalahan dan kelalaianku.
Sebelas tahun telah berlalu. Putri kecil itu telah tumbuh besar dan ayu. Bak sekuntum bunga indah yang mewangi. Sungguh, kasih Tuhan melimpah dan menyertai.
Teruslah bertumbuh, Sayang... Tebarkan kasih sayang pada dunia. Jadilah terang yang bercahaya. Kebaikan dan kemurahan Tuhan akan melimpahimu sepanjang waktu.