"Apa yang kau anggap baik belum tentu baik untuk orang lain, " begitu kalimat bijak berkata. Sebenarnya kalimat bijak ini mengajak kita untuk lebih jauh menelisik ke dalam diri sendiri, bahkan menerima hal yang mungkin tidak baik menurut kita.
Saya pernah berusaha melakukan yang terbaik untuk seseorang. Saya beli buah apel yang paling besar, paling segar, paling baik, dan bahkan paling mahal. Tapi ketika saya berikan, orang tersebut alih-alih berterimakasih, eh malah mencaci. Tentu saya kecewa sekali. Sangat kecewa!
Saya kecewa karena respon yang saya terima jauh dari harapan. Namun, saya juga berpikir mungkin orang tersebut juga punya harapan tersendiri untuk saya. Apa yang saya berikan tidak sesuai dengan harapan dan kebutuhannya. Bisa jadi orang tersebut hanya butuh sekantong roti yang disukanya.
Dalam hidup ini, seringkali kita berusaha untuk do our best as our version. Apakah kita mendapat the best feedback juga? Tidak kan? Justru disinilah saatnya kita belajar untuk menghargai hal kecil dan hal baik yang orang lakukan untuk kita.
Saat menulis misalnya. Bagi saya menulis tentang wisata, keluarga, parenting, atau bahkan puisi ala saya, itu baik dan bermanfaat. Semua saya tulis karena ingin berbagi supaya memberi manfaat.
Namun, apakah semua menyukai? Tentu tidak. Mungkin ada yang akan mengatakan artikel tak bermutu, begitu saja ditulis, artikel tanpa data, dan seterusnya. Mengapa? Karena isi kepala masing-masing orang itu beda. Rambut bisa saja sama hitamnya, makan boleh jadi sama-sama makan nasi, tapi cara berpikir, kebutuhan, dan selera tentu berbeda.
Bagi yang membutuhkan hiburan dan informasi wisata, pasti akan senang membaca artikel wisata. Namun, bagi yang sedang patah hati bisa jadi sewot. Pun ini terjadi pada artikel parenting. Misalnya ketika saya menulis tentang father hunger, bisa orang mengatakan "kok ribet amat, anak punya kemampuan hidup sendiri kok, " dan seterusnya.
Tak ada yang bisa menduga bagaimana orang merespon apa yang kita tulis. Bagi saya pribadi, yang terpenting adalah hati kita. Apa yang dari hati akan sampai ke hati juga. Bagaimanapun ada energi baik yang ada dalam setiap tulisan.
Suasana hati pembaca turut andil dalam memilih apa yang disukainya. Bisa jadi di masa pandemi ini, justru artikel yang ringan, menghibur, menyemangati akan menarik pembaca. Hidup sudah susah, untuk apa membaca yang berat-berat? Atau bagi penulis, untuk apa menulis artikel yang "ndakik-ndakik", sekarang ini berbagi resep masakan malah bermanfaat bagi orang banyak.
Inilah pentingnya saling menghargai. Sebagai manusia, kita punya keterbatasan. Tak bisa kita menyenangkan semua orang, tapi kita bisa menghargai semua orang.