Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Prinsip Sederhana Mengelola Keuangan Keluarga

6 Agustus 2021   11:00 Diperbarui: 6 Agustus 2021   17:00 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keuangan bisa menjadi salah satu pemicu masalah dalam rumah tangga. Karenanya, pengelolaan keuangan keluarga adalah hal penting yang harus dipelajari oleh orang yang berumah-tangga.

Sekarang ini sudah banyak artikel, buku, workshop, hingga jasa konsultasi finansial. Tak ada salahnya jika punya waktu dan dana untuk mengikutinya.

Namun, saya berpikir bahwa sebenarnya banyak prinsip keuangan sederhana yang jika mampu kita terapkan akan membuat keuangan terkelola dengan baik. Istilahnya tak perlu susah-susah atau njelimet memikirkan sana-sini.

Tips ini sudah ada dan mungkin sudah sering kita dengar. Tapi banyak orang abai atau mungkin malah lebih suka njelimet dengan ini dan itu.

Ada 6 tip yang saya catat :

1. Jangan habiskan semua

Prinsip ini sebenarnya sudah diajarkan oleh orangtua kita. Jika kita mendapat rejeki, entah pendapatan atau gaji, sebaiknya tidak dihabiskan semua. Kita dianjurkan untuk menyisihkan sebagian sebagai simpanan.

Simpanan ini bisa berupa tabungan di bank untuk saat ini. Tabungan ini memang sangat konvensional. Banyak orang sekarang tidak meliriknya lagi. Memang bunga tabungan seringkali lebih kecil dari biaya administrasi. Tapi tabungan merupakan instrumen keuangan yang sangat mudah untuk dicairkan.

Nah, kalau saya untuk mengakalinya menggunakan tabungan rencana di salah satu bank. Memang ada jangka waktunya, tapi ini melatih kedisiplinan dalam menabung karena sistem debet otomatis.

Dalam hal menabung tergantung kondisi masing-masing orang. Yang pasti dengan menyisihkan uang, hati kita pun lebih tenang dibanding orang yang selalu menghabiskan semuanya.

Pernah melihat orang yang kalau lagi banyak uang terlihat hedon sekali, namun tak berapa lama mukanya berubah seolah dalam kesusahan besar? Ya, beberapa dari mereka biasanya ketika punya uang akan sibuk menghabiskannya seperti tak ada lagi hari esok. Setelah uang habis tak bersisa baru kelimpungan dan mengeluh seperti sudah kiamat.

Jika kondisi tersebut berlanjut, jangan heran jika dia terjebak banyak pinjaman mulai dari kartu kredit, pinjol, teman, dan seterusnya. Hidupnya bakal runyam. Angel wes angel!

Gambar ilustrasi mengelola keuangan (Foto : pixabay.com)
Gambar ilustrasi mengelola keuangan (Foto : pixabay.com)

2. Seimbangkan pendapatan dan pengeluaran

Pepatah lama mengatakan "besar pasak daripada tiang". Artinya, besar pengeluaran dibanding pendapatan. Pepatah ini mengingatkan supaya kita sadar untuk mengendalikan pengeluaran.

Untuk wiraswasta pun, jumlahnya penghasilan bisa diperkirakan. Apalagi yang punya gaji bulanan. Karenanya, sudah sewajarnya kita punya "rem" supaya keuangan tidak minus.

Terkadang tuntutan gaya hidup memaksa orang menjadi boros. Ada juga karena godaan diskon disana-sini yang pada akhirnya mengaburkan batas antara keinginan dan kebutuhan. Atau bisa juga karena dorongan dari lingkungan pergaulan.

Disinilah pentingnya kesadaran untuk mengendalikan diri. Jika memang tidak mampu, tak perlu juga bergaya minum kopi kekinian tiap hari. Tak perlu juga gengsi karena masak di rumah alih-alih memesan makanan online.

Pernah mendengar orang bergaji besar namun kolaps di masa pandemi ini? Ada kemungkinan orang tersebut besar pasak daripada tiang. Mungkin karena itulah ketika penghasilan berkurang pusing tujuh keliling sebab selama ini keuangannya sebenarnya tidak sehat alias minus.

Besar pasak daripada tiang ini memperbesar beban hidup. Kesenangan yang ada hanyalah kamuflase semata. Jika sudah begitu, bagaimana bisa tertawa bersama dalam keluarga?

3. Buat skala prioritas

Bayar sekolah atau beli baju baru? Ganti mobil atau liburan? Hmmm... susah jawabnya ya? Memang kondisi sekarang berbeda dari dulu. Jika orangtua kita dulu lebih mudah karena kebutuhan primer itu sandang, pangan, papan.

Saya sering mendapati orang yang terlihat kaya tapi banyak mengeluh tentang keuangan. Beda dengan saya yang santai padahal tidak kaya. Mungkin karena saya masih kolot atau mungkin juga prioritas hidup orang modern itu sekarang sudah bergeser. Entahlah.

Skala prioritas saya sangat sederhana, yang penting kebutuhan bulanan (listrik,air, internet), makan, dan sekolah anak. Itu yang menjadi prioritas utama. Selain itu saya pikir belakangan.

Namun, herannya masih saja orang mengalahkan kebutuhan penting seperti di atas dengan sesuatu yang sebenarnya tidak penting. Misalnya, rela menunggak uang sekolah demi membeli perawatan wajah yang mahal. Ini bukan berarti perawatan wajah tidak penting, tapi cobalah untuk melihat prioritas hidup. Mana yang lebih penting, paling penting, dan mana yang penting.

4. Prinsip hidup sederhana

Hidup sederhana bukan berarti hidup yang menderita. Namun lebih kepada kesadaran untuk tidak berlebihan. Hal ini sangat tidak mudah di jaman sekarang karena konsumerisme merajalela dimana-mana.

Saya lebih menyukai pola hidup minimalis ala orang Jepang. Setelah mempelajarinya, ternyata tidak mudah karena ternyata kita sudah sangat jauh konsumtif. Namun, tak ada salahnya mencoba untuk konsisten membeli seperlunya dan tak perlu mengoleksi barang. Saya pun sedang berproses dalam hal ini.

5. Lakukan perencanaan

Setiap keluarga pasti punya cita-cita. Ada yang ingin punya rumah atau mobil. Atau yang lebih penting lagi merencanakan pendidikan anak. Karenanya, sudah selayaknya untuk membuat rencana jangka pendek, menengah, ataupun panjang.

Seringkali orang berfokus rencana yang terlalu tinggi. Sebenarnya kembali ke proritas hidup supaya ada keseimbangan. Jangan sampai berusaha hidup mengalir, tapi sebenarnya adalah hidup tanpa perencanaan.

Bagi yang sudah dikaruniai anak, jangan sampai melupakan pendidikan anak. Misalnya, sibuk renovasi rumah. Ketika saatnya anak sekolah dan butuh biaya malah tak ada dana. Atau sibuk liburan kesana-sini tapi lupa dengan biaya kuliah anak. Disinilah diperlukan perencanaan keuangan.

6. Pentingnya investasi

Jika kelima prinsip diatas sudah diterapkan, mulailah untuk melirik investasi. Investasi ada banyak cara dan macam.

Ada yang mengatakan sebaiknya "don't put your eggs in one basket". Artinya, sebaiknya investasi dalam berbagai macam instrumen investasi. Jangan satu macam.

Telur dalam satu keranjang yang menggambarkan adanya resiko besar jika hanya satu macam investasi. (Foto : pixabay.com)
Telur dalam satu keranjang yang menggambarkan adanya resiko besar jika hanya satu macam investasi. (Foto : pixabay.com)
Hal ini berkaitan dengan likuiditas, keamanan, dan nilai investasinya. Ada yang lebih suka investasi dalam bentuk properti (ruko, rumah, apartemen). Namun harus diingat bahwa properti ini tidak likuid.

Ada juga yang suka investasi saham. Saham memang likuid, tapi harus diingat bahwa ada resiko ketidakstabilan nilai. Ada yang tidak suka deposito karena bunga kecil, namun harus diingat deposito ini lebih likuid dan rendah resikonya. Atau ada yang lebih suka ivestasi logam mulia, surat berharga, dan lain-lain.

Jadi, pada dasarnya semua instrumen investasi punya plus-minus dan resiko. Semua tergantung kita lebih nyaman yang mana. Tentunya akan berbeda untuk masing-masing keluarga.

Yang pasti, dalam investasi jangan impulsif dan ikut-ikutan orang lain. Keuangan keluarga yang sehat membutuhkan kejujuran diri untuk melihat kondisi keuangan kita sendiri.

Semoga bermanfaat.

*Artikel khusus ditulis untuk Kompasiana. Dilarang menjiplak untuk tujuan komersial tanpa ijin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun