Mengapa saya segitu tidak santainya? Padahal banyak yang bilang apa yang terjadi pada si bungsu adalah biasa. Ya, karena saya tak ingin terlambat. Banyak kasus autisme tak tertangani karena terlambat terdeteksi. Tentu saya tak mau seperti itu.
Akhirnya saya mencari jalan lain. Saya bawa si bungsu ke tempat terapi tumbuh kembang. Saya tanyakan langsung kepada terapis, apakah menurutnya si bungsu ada "bakat" speech delay atau yang lain. Jawaban dari terapis yang sudah berpengalaman tersebut cukup melegakan.
Katanya, "Normal bu... Ini bisa berkomunikasi, mau senyum, dia juga kontak mata. Ini "belum" saja kok. Memang seharusnya sudah bisa bicara. Dia punya waktu sendiri, bu.. Sabar, yang penting terus dilatih dan diajak bicara." Hmm.. oke.
Dari situ saya kembali berusaha. TV di rumah saya matikan, papanya juga tidak lagi sibuk dengan HP sepulang kerja. Kakaknya juga mengerti kondisi adiknya. Jadi, kami bersama-sama memperhatikan si bungsu. Mengajak bicara, mengajak bernyanyi, dan bermain.
Perlahan terlihat perubahan, sekecil apapun saya syukuri. Si bungsu mulai mengatakan "nunu" ketika ingin minum, "onak" ketika menyebut donat, dan akhirnya kata sempurna yang terucap adalah "papa" (bukan "mama" hihihi).
Saya cukup lega, berarti si bungsu "bisa bicara" meskipun kata pertama baru terucap di usia 2 tahun. Dari sini, saya terpacu untuk berusaha memberi stimulasi yang cukup untuk mengejar ketinggalan.
Satu cara yang saya pandang cukup untuk membuatnya lancar bicara adalah sekolah. Saya berpikir seperti itu karena sosialisasi dengan teman sebaya bisa menstimulasi untuk bicara, sementara sosialisasi di lingkungan rumah tak mungkin. Anak-anak tetangga sudah besar semua.
Usaha Mencari Sekolah
Pencarian sekolah untuk si bungsu saya mulai secepatnya. Saya ingin dia bersekolah meskipun usianya masih 2 tahun. Sebenarnya saya lebih menyukai anak mulai sekolah di usia 3 - 3,5 tahun di kelompok bermain. Namun, apa boleh buat mungkin ini cara supaya si bungsu menjadi mau berbicara lebih lancar.
Berbagai sekolah, saya survei bersama suami. Memang akan menjadi sebuah pemborosan karena hanya akan setahun kemudian pindah ke kelompok bermain yang berbeda sekolah.