Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mantra Cinta Ibu

2 Desember 2020   18:40 Diperbarui: 2 Desember 2020   18:47 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ibu tidak bisa kasih warisan ke kamu. Ya cuma warisan kepinteran. Makanya, sekolah yang pinter, " begitu kata ibuku berulang-kali selama bertahun-tahun. Mungkin kalau dihitung bisa ribuan kali. Terbukti aku sampai bosan dan hafal diluar kepala. Sungguh!

Dulu, tiap kali mendengar ceramah ibu, aku kesal sekali. "Seperti tak ada kalimat lain saja!" Aku merasa ibuku tidak kreatif dan membosankan. Aku pun heran mengapa ibu tidak pernah bosan mengulangi kalimat itu dan itu.

Jika Ibu sudah mulai mengucap "mantra" tersebut, rasanya ingin kabur saja. Lama-lama seperti kaset rusak yang suaranya membuat pening kepala. Aku dan kakakku sudah hafal akan hal ini.

Ketika kakakku dapat nilai jelek, ibu mengucap mantra ini. Ketika aku minta dibelikan tas baru, ibu langsung spontan menembakan mantra ini padaku. Ketika aku dan kakakku bangun kesiangan, mantra ini pun keluar lagi dari mulut ibu.

Rasanya di tiap momen dan apapun masalahnya, mantra ibu ini selalu jadi babak pembukaan. Bahkan di setiap musim kehidupan, ibu selalu menggunakannya. Tidak peduli hujan atau panas, nyambung atau tidak, pokoknya kalimat mantra ibu selalu itu.

Kalau sudah begitu, aku dan kakakku hanya diam. Terkadang iri juga sama adikku waktu itu. Karena masih kecil, ibu jarang mengucap mantra ini padanya. Tapi waktu itu aku dan kakakku sepakat bilang ke adik : "Tunggu tanggal mainnya. Nanti kamu juga akan dimantrai kayak kami! Hahaha "

Dan benar saja, begitu adikku beranjak besar dan duduk di sekolah dasar, ibu mulai merapalkan mantra itu untuk adikku. Jadi, kuping kami harus bertambah sabar dengan kalimat mantra ini.

Sekarang ini, aku baru menyadari bahwa Ibu sebenarnya mengajarkan kami menghafal mantra kehidupan itu secara konsisten setiap hari. Sebuah mantra yang tak lekang waktu karena masih "menempel" di ingatan hingga kini. Keren ya?

Tapi di balik itu rasa kesal itu, aku selalu rindu sama Ibu. Apalagi mengingat bagaimana beliau mengajarkan menyanyi. Aku belajar bernyanyi bukan di sekolah. Justru belajar di rumah.


Satu-satu aku sayang Ibu...
Dua-dua aku sayang...
Tiga-tiga sayang adik-kakak...
Satu-dua-tiga sayang semuanya...


Ibuku, perempuan desa yang sangat sederhana. Tapi, coba lihat lagu-lagu yang diajarkan ibu! Semua bermakna dan menggaung sepanjang masa dalam sanubari. Ada lagu Puk Ame-ame atau juga lagu Garuda Pancasila.

Aku masih hafal lagu-lagu itu sampai sekarang. Bahkan kuajarkan juga ke anak-anakku. Betapa hebat ibuku, beliau bisa sukses mengajar sesuatu untuk anak-anaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun