Ibu........
begitu ketiga anak-anakku memanggil namaku. Satu kata ajaib yang bisa menghilangkan penat dan lelah jiwaku. Meruntuhkan ego dan emosiku. Membuatku kuat setelah seharian bergulat dengan waktu demi se keping asa.
Dulu aku pernah merasa bahwa apakah aku akan melewati masa itu setelah hampir mencapai umur 25tahun belum ada satu priapun mampir di kehidupanku. Melajang di umur yang sudah terbilang perawan tua saat itu menjadi pukulan berat buat ibuku dan aku. Saat itu teman - temanku sudah asyik dengan anak dan suami mereka. Aku masih sibuk dengan kuliah dan pekerjaan paruh waktu sebagai penjaga toko untuk menutup biaya kuliah. Rasanya tidak ada waktu untuk mengenal kata pacaran. Dalam benakku hanya ada 1 tekad, aku harus kuliah dan berhasil jangan seperti orang tuaku yang hanya penjual gorengan keliling.
Dari subuh sebelum matahari muncul di ufuk dan saat orang lain sibuk menarik selimut, kedua orang tua ku bahu membahu menyiapkan dagangan mereka. memasaknya dan menjualnya keliling kampung. Mereka tidak sempat memahami kesetaraan gender yang diagung-agung mass media tapi mereka sudah meresapinya di kesehariannya.
Tapi Allah berkehendak lain, saat ayahku harus dipanggil sang pencipta. Tanggung jawab mencari nafkah dan membayar kuliah jatuh kepundakku. Dengan bekal Man Jadda Wajadda dan keyakinan bahwa Allah tidak tidur dan membantu hambanya yang giat berusaha, akhirnya kuselesaikan kuliahku dan gelar sarjana kuraih. kemenanganku di akhir terasa nikmat setelah dilengkapi dengan bertemu pria yang mengubah seluruh kehidupan dan melengkapi setengah dari agamaku dengan menikahiku.
Dan aku percaya bahwa kemandirian dan pejuangan akan berbuah manis bila kita mampu dan mau berusaha.
SEMANGAT...........................................
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H