Sebenarnya, kita sendiri sudah hidup berdampingan dengan mereka yang berbeda dengan kita setiap harinya. Meskipun begitu, banyak dari kita yang tidak menyadarinya, atau bahkan mengabaikannya. Oleh karena itu, SMA Kolese Kanisius sebagai salah satu sekolah swasta Katolik yang terletak di Jakarta Pusat mengadakan kegiatan ekskursi setiap tahunnya.
Kegiatan ekskursi pada dasarnya adalah kegiatan yang dirancang bagi para Kanisian—sebutan untuk mereka yang bersekolah di Kolese Kanisius—agar bisa lebih mendalami arti dan bukti nyata dari toleransi itu sendiri. Setiap tahunnya, Kanisian kelas 9 dan kelas 12 diajak untuk berkunjung dan menginap selama beberapa hari di pondok pesantren yang tersebar di Jabodetabek.
Selama beberapa hari tersebut, mereka harus mengikuti segala budaya dan kebiasaan yang ada di pondok pesantren masing-masing. Budaya yang dilakukan diharapkan dapat mendorong mereka untuk mengerti apa rasanya menjadi seorang muslim yang baik dan bisa lebih menghayati kata “toleransi”.
Berdasarkan pengalaman pribadi penulis sendiri, ada beberapa hal yang mengejutkan dan sangat mengubah pemikiran penulis. Selama berada di pesantren, penulis menyadari betapa besar nilai kesederhanaan yang dimiliki para santri.
Dengan uang sekolah hanya Rp2.000.000 per tahun, kondisi sarana dan prasarana mereka sangat minim. Mereka juga tidak memiliki hiburan dan dibatasi dengan banyak aturan yang sangat ketat. Meski demikian, mereka tetap bersyukur dan bahagia dengan apa yang mereka miliki.
Ketika salah satu santri diwawancara, ia menjelaskan bahwa kehidupan seperti ini bukanlah masalah bagi dirinya. Mendengar hal ini, penulis seakan-akan ditampar dengan kenyataan para santri yang bisa dibilang cukup keras dan ditekankan pentingnya sikap bersyukur atau merasa cukup dengan apa yang sudah dimiliki.
Dari segi kegiatan sehari-hari, terdapat pula perbedaan yang cukup signifikan. Para santri menjalani kehidupan yang disiplin dan sederhana. Hari-hari mereka dimulai dengan shalat subuh berjamaah, yang kemudian dilanjutkan dengan mengaji. Setelah sarapan, mereka belajar mata pelajaran umum di kelas. Sore harinya diisi dengan kegiatan keagamaan lagi. Kegiatan malam hari mereka diakhiri dengan shalat maghrib berjamaah dan kajian kitab kuning.
Meskipun penuh aktivitas, mereka tetap menunjukkan rasa syukur dan kebahagiaan dalam kesederhanaan. Tentunya rutinitas ini cukup berbeda dengan kita yang tinggal di daerah perkotaan. Belum lagi, perlu diingat bahwa mereka tidak memiliki akses ke media sosial atau gawai, berbeda dengan kita yang tampak tak bisa hidup tanpa ponsel.
Penulis mendukung penuh adanya kegiatan ekskursi karena kegiatan ini mampu memperkenalkan sisi yang lebih dalam dari agama lain, memperkaya pemahaman, dan memberikan banyak pelajaran hidup yang berharga.
Melalui interaksi langsung dengan lingkungan yang sangat berbeda, siswa dapat mengembangkan sikap toleransi dan penghargaan terhadap keberagaman di tingkat yang lebih komprehensif. Di negara seperti Indonesia yang kaya akan budaya dan agama, toleransi adalah fondasi penting untuk menjaga perdamaian dan keharmonisan bangsa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI