Mohon tunggu...
Dewi Malvana
Dewi Malvana Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Hidup dalam kedamaian dan cinta

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Berhati-hati Memilih Alat Kontrasepsi

8 Mei 2013   16:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:54 7140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_242353" align="aligncenter" width="448" caption="http://www.jakarta.go.id/jakv1/application/public/img/images/kb_suntik_ilustrasi.jpg"][/caption]

Pertambahan penduduk semakin meningkat tajam bagaikan cabang pohon yang akan terus bertambah pada tiap cabangnya dari waktu ke waktu.Berbagai upaya pencegahan untuk menekan laju penduduk yang meningkat salah satunya dengan cara pengaturan kehamilan dan pembatasan kehamilan hanya sampai 2 anak. Berkaca dari pengalaman sendiri, penggunaan alat kontrasepsi tidak semudah yang kita bayangkan. Karena masing-masing wanita memiliki karakteristik fisik yang mungkin akan mempengaruhi dampak dari penggunaan alat kontrasepsi tersebut. Perlu kehati-hatian dalam memilih dan disesuaikan dengan kondisi fisik masing-masing.

Pengalaman yang pernah saya alami berhubungan dengan kontrasepsi adalah ketika suami berkeinginan untuk membatasi anak hanya sampai dua anak saja. Walaupun sebenarnya keinginan itu bertolak belakang dengan keinginan saya yang notabene dari keluarga besar. Namun karena sudah kehendak suami, akhirnya kami menggunakan alat kontrasepsi yaitu kondom. Sangat tidak nyaman memang baik dari pihak suami maupun saya sendiri. Tapi pilihan yang tidak mengenakkan ini terpaksa kita ambil karena saya takut menggunakan alternatif alat kontrasepsi lain karena sering mendengar rumor yang tidak mengenakkan tentang alat KB seperti kegagalan IUD, suntik, pil maupun susuk. Namun ternyata hal itu tidak menjadi jaminan kehamilan bisa dicegah, entah dimana letak kesalahannya karena kenyataan suami selalu disiplin menggunakan. Akhirnya lahir anak ke 3 dan alhamdulillah perempuan. Lengkap sudah dikaruniai anak 2 laki-laki dan 1 perempuan, suami akhirnya meminta saya untuk KB spiral atau IUD karena trauma penggunaan kondom yang ternyata masih bisa gagal. Jujur ada ketakutan benernya dalam diri saya karena ada yang mengatakan itu sangat beresiko salah satunya IUD bisa masuk ke dalam tubuh tanpa disadari, selain beresiko mengakibatkan infeksi. Sekali lagi karena keinginan suami, saya mengikuti sarannya untuk menggunakan IUD dengan jangka waktu 5 tahun pemakaian.

Beberapa tahun penggunaan IUD tidak menjadi masalah bagi saya, satu-satunya perubahan yang terjadi adalah ketika menstruasi menjadi lebih deras dari biasanya dan siklus bisa full tujuh hari. Memang agak mengganggu aktivitas sehari-hari, namun walaupun tidak nyaman ini harus saya jalani. Walaupun jangka waktu IUD sampai 5 tahun namun baru 4 tahun saya lepas dan rencana ganti IUD yang baru. Tapi saya berubah pikiran ketika sempat membaca buku dari ustadz saya tentang larangan perempuan melihat farji perempuan lain kecuali dalam kondisi darurat atau sakit. Sedangkan ketika pemasangan IUD, biasanya dilakukan terhadap wanita yang kondisinya dalam keadaan sehat. Akhirnya saya mengganti alat kontrasepsi dengan KB suntik yang sebulan sekali. Walaupun saya sebenarnya agak khawatir, karena biasanya wanita yang menggunakan KB suntikcenderung mengalami kegemukan, mengingat fisik saya yang lumayan subur. Karena itu saya memilih menggunakan suntik yang sebulan sekali dengan harapan masih bisa tetap menstruasi.

Tapi ternyata penggunaan alat kontrasepsi suntik menjadi awal “masalah reproduksi” saya. Setelah beberapa bulan pemakaian, menstruasi saya menjadi kacau. Dalam satu bulan menstruasi bisa sampai 14 hari dan terjadi seperti pendarahan terus menerus. Yang terakhir malah pendarahan tidak berhenti sama sekali selama sebulan pendarahan, yang akhirnya saya terpaksa harus dikuret untuk menghentikan pendarahan setelah gagal dengan pengobatan hormonal. Setelah kuret dan diambil sampelnya ternyata saya didiagnosa mengidap endimetrium yaitu semacam penyakit yang diakibatkan tidak meratanya pada dinding rahim. Dan saran dokter adalah saya dianjurkan untuk tidak menggunakan alat kontrasepsi yang bersifat hormonal seperti suntik dan pil dikarenakan hormon kesuburan atau esterogen saya terlalu tinggi. Saya tidak tahu apakah endimetrium yang saya alami ada korelasi antara tingginya hormon esterogen saya dengan KB suntik yang saya lakukan. Dan peringatan dari dokter adalah bahwa akan terjadi pendarahan secara periodik entah berapa tahun sekali tergantung tingkat kondisinya.

Ketika siklus menstruasi pasca kuret dimulai lagi, ternyata saya masih mengalami pendarahan, sehingga saya harus kembali periksa ke dokter kandungan. Dan dokter mengatakan kalau ternyata masih pendarahan terpaksa dilakukan kuret lagi. Bergidik mendengarnya, masak tiap bulan kuret, namun dokter mengatakan bahwa maksimal kuret dalam jangka pendek adalah 2 kali. Seandainya masih terjadi pendarahan lagi, terpaksa pangkal masalah dari pendarahan itu harus dihilangkan alias pengangkatan rahim. Mau nangis rasanya, walaupun saya sudah memiliki keturunan, tapi wanita tanpa rahim rasanya kurang lengkap. Tapi anehnya suami seperti tanpa beban, dia mengatakan tidak masalah saya tidak punya rahim kan sudah punya keturunan. Namun Alhamdulillah setelah diberi obat untuk menstabilkan hormon, pendarahan bisa berhenti jadi bayangan kehilangan rahim yang saya takutkan menjadi sirna

Kurang dari setahun menggunakan IUD ternyata tidak menjamin kehamilan saya dapat dicegah. Saya hamil lagi anak yang ke 4, dan dalam pemeriksaan ternyata sudah berumur 1 bulan. Padahal ketika memeriksakan ke dokter kandungan semata-mata dikarenakan ada masalah dengan siklus menstruasi saya yang sangat pendek yaitu seminggu sekali. Tapi anehnya malah didiagnosa hamil, artinya saya menstruasi dalam keadaan hamil. Namun kehamilan saya tidak berjalan mulus, saya tetap mengalami pendarahan dan oleh dokter diminta menunggu 1 minggu. Belum ada 1 minggu pendarahan saya semakin deras, saya sendiri juga merasa kepayahan dan terlihat pucat. Suami yang tidak tega dengan kondisi saya memaksa periksa walaupun belum ada 1 minggu, dan dalam pemeriksaan kantong kehamilan ternyata telah rusak. Dokter kandungan meminta saya untuk melakukan kuret lagi yang artinya kandungan harus digugurkan. Karena saat itu hari minggu, saya minta penundaan sehari, tapi dokter menolak. Dokter mengatakan itu tidak bisa ditunda lagi karena kondisinya sudah sangat membahayakan. Kebayang saja, kalau saya menuruti saran dokter untuk menunggu 1 minggu, padahal baru 2 hari ternyata itu sesuatu yang tidak bisa ditunda lagi. Sekali lagi akibat dari pendarahan pada saat saya hamil apakah ada korelasi dari penyakit endimetrium, sampai saat ini belum ada kejelasan dari pihak dokter.

Dari pengalaman pribadi saya ini yang mudah-mudahan tidak terjadi pada wanita lain, mungkin perlu berhati-hati dalam penggunaan kontrasepsi. Pertimbangkan masak-masak karena ada banyak kasus kegagalan dalam penggunaan kontrasepsi antara lain gagal KB alias hamil, pendarahan, perubahan pola haid ataupun iritasi yang biasa terjadi pada penggunakan kondom. Selain itu perlu konsultasi lebih lanjut apabila memutuskan KB hormonal seperti suntik maupun pil, mungkin dengan memeriksakan tingkat hormon estrogen dalam tubuhnya. Hal itu perlu dilakukan karena ada banyak kasus wanita yang menggunakan KB suntik mengalami obesitas atau bahkan berhenti menstruasi sama sekali. Meminimalkan resiko dari penggunaan alat KB adalah perlu semata-mata untuk menjaga kesehatan diri kita sendiri. Namun sekali lagi setiap usaha yang manusia lakukan untuk melakukan pencegahan kehamilan apabila ternyata Allah berkehendak lain, maka syukurilah sebagai berkah. Karena mungkin itu salah satu bentuk kepercayaan dari Allah bahwa kita mampu merawat dan menjaga buah cinta kita. Syukurilah sebagai nikmat karena yang diluar sana ada banyak pasangan yang menginginkan keturunan namun belum beruntung mendapatkannya.

Salam hangat….

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun