Syiqaq dan Dasar Hukumnya
PengertianSyiqaq adalah pertengkaran antara suami dan istri yang mungkin disebabkan karena istri nusyuz atau mungkin juga karena suami berbuat kejam dan aniaya kepada istrinya. Di kalangan Syafi’iyah, al-syiqaq merupakan perselisihan yang terjadi antara suami istri yang sangat memuncak serta dikhawatirkan terjadi mudharat bila perkawinan itu diteruskan.
Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa perceraian yang terjadi karena al-syiqaq, tergolong sebagai perceraian yang membahayakan (al-dharar). Beliau juga berpendapat bahwa bentuk dharar adalah suami suka memukul, suka mencaci, suka menyakiti badan jasmani istrinya, dan memaksa istrinya itu untuk berbuat mungkar.
Pengertian tersebut telah dirumuskan dalam penjelasan pasal 76 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989, bahwa al-syiqaq adalah perselisihan atau persengketaan yang tajam dan terus menerus terjadi antara suami istri. Undang-undang tersebut bersumber pada QS.an-Nisa ayat (35) yang merupakan langkah sistematis dari ayat sebelumnya yang mengatur tentang kedudukan suami dalam keluarga dan masalah nusyuznya istri.
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَٱبْعَثُوا۟ حَكَمًۭا مِّنْ أَهْلِهِۦ وَحَكَمًۭا مِّنْ
أَهْلِهَآ إِن يُرِيدَآ إِصْلَـٰحًۭا يُوَفِّقِ ٱللَّهُ بَيْنَهُمَآ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًۭا ٣٥
Artinya :
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah maha Mengetahui lagi maha mengenal.
Pengangkatan Hakam dan Mekanisme Beracara dalam Perkara Syiqaq
Berbicara tentang syiqaq tentu saja berkaitan dengan pengangkatan hakam atau juru damai yang berasal dari kedua belah pihak. Sebagaimana tersebut pada pasal 76 ayat ( 2 ) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, sebagai berikut: “Pengadilan setelah mendengar keterangan saksi tentang sifat persengketaan antara suami isteri dapat mengangkat seorang atau lebih dari keluarga masing-masing pihak ataupun orang lain untuk menjadi hakam”.
Dari klausul pasal tersesut bahwa pihak ketiga boleh saja berasal dari luar keluarga kedua belah pihak bilamana dianggap lebih maslahat dan membawa kerukunan rumah tangga. Hubungan kekerabatan tidak merupakan syarat sah untuk menjadi hakam dalam penyelesaian sengketa syiqaq.