Kantor Berita ternama sekelas Reuters (UK) dan Al Jazeera (Qatar) turut serta menyebarkan berita bohong tentang kematian warga Papua yang tewas dalam aksi massa. Padahal korban jiwa dan luka-luka justru dari aparat TNI dan Polri. Dan uniknya Al Jazeera mengutip berdasarkan sumber saksi mata.
Bagaimana mungkin media berita berkelas seperti Reuters dan Al Jazeera tidak hanya turut memainkan isu Papua tapi juga menggunakan permainan hoax tingkat tinggi?
Ini sering saya temui saat melihat pemberitaan tentang kasus Suriah. Dimana Russia membantu Pemerintah Resmi Suriah hingga awalnya 90% wilayah Suriah dikuasai ISIS dan sekarang berkat bantuan militer Rusia tinggal 1 kota Idlib Utara yang masih dikuasai ISIS (atau sudah 97% sudah dikuasai kembali Pemerintah Suriah).
Namun, dari pemberitaan dari berbagai media asing termasuk lokal Indonesia. Aksi militer Rusia itu dianggap membunuh warga sipil dan agresi militer, padahal yang dibunuh adalah teroris-teroris ISIS.
Dalam kasus Papua, ada Negara-negara besar turut bermain dimana Negara-negara ini menjadi sarang peresembunyian Para Alumni AMP dan Petinggi OPM. Dan mereka pun sudah siap dengan draf membawa isu kemanusiaan ke Sidang Umum PBB.
Indonesia perlu tidak hanya belajar dari bagaimana Rusia memerangi hoax dari media Internasional tetapi juga mendapatkan dukungan politik. Karena jika ada intervensi di PBB dan sampai ke Dewan Keamanan. Hanya ada 5 Negara yang memiliki kewenangan tersebut (US, UK, Perancis, Cina dan Rusia).
Apa yang terpenting adalah menjaga situasi kondusif media-media di dalam Negeri. Dan saya berharap para petinggi media Nasional memahami pentingnya peran mereka dalam penguatan melawan propaganda hoax media Asing.
Tim Media Asing ini ingin menguatkan dunia Internasional bahwa telah terjadi kejahatan kemanusian di Papua, dan pada akhirnya mereka meminta Isu Papua diangkat lagi oleh Sidang Umum PBB.
Kita tidak dapat membendung kekuatan media Asing dengan jalan blokir akses internet seperti waktu lalu, karena sasaran pembaca mereka adalah masyarakat Internasional di luar Indonesia, bukan kita orang-orang Indonesia.
Itulah mengapa di dalam Negeri sendiri tim Presiden terpaksa memainkan tema-tema berita skala Nasional untuk menutupi isu Papua tidak naik ke Permukaan. Sebut saja isu Kepindahan Ibukota yang jadwal awalnya sebenarnya adalah setelah beliau dilantik kembali dan juga pelantikan anggota-anggota DPR baru agar sekalian cepat dibahas dan disahkan dalam RUU.