Kemajuan teknologi memudahkan kita untuk berinteraksi dengan orang lain tanpa secara fisik melalui berbagai aplikasi yang disebut media sosial. Ilmupun mudah kita jumpai dimana saja. Baik di Instagram, YouTube, Telegram, maupun Tiktok. Hal ini tentunya adalah sebuah perubahan positif pada zaman sekarang terutama untuk anak muda. Dimana sering kali kita jumpai konten tak senonoh sebagian besar dari kalangan remaja. Dengan adanya para da'i dan dai'yah yang menyebar di dunia maya merupakan suatu trend yang seharusnya diikuti. Kita para remaja harus terjun didalamnya untuk mengubah dunia. Dengan begitu sedikit demi sedikit trend yang tak seharusnya dipublish pudar perlahan.
Kita memang hidup di Indonesia yang kaya akan keberagaman. Namun bukan berarti suatu alasan untuk melunturkan budaya Indonesia. Tak sedikit trend yang masuk dari budaya barat, yang kemudian dipublish di media sosial. Banyak dari kalangan mereka yang menelan mentah-mentah hal tersebut. Kalau kita sadar sebenarnya pikiran kita perlahan dicuci oleh budaya mereka. Namun sayangnya hal tersebut tidak kita sadari. Indonesia ini terkenal negara yang tingkat sopan santunnya tinggi. Jangan sampai hal tersebut luntur karena tidak kita tidak melestarikannya. Di negara inilah kita lahir. Ibarat kata orang Jawa "wong jowo ojo ilang jowone". Entah nanti akan menetap dinegara mana, jangan lupa arah pulang.
Mencari ilmu sekarang sudah tidak seperti dulu. Dulu cari ilmu harus diuji dengan berbagai rintangan. Berbeda dengan sekarang yang udah maju mengikuti zaman. Baru buka Instagram yang muncul ilmu. Bahkan semakin canggihnya kita tinggal mengetik apa yang kita mau sudah muncul apa yang kita inginkan. Dengan demikian tidak ada alasan lagi untuk tidak menuntut ilmu. Sebagaimana sabda Rasulullah dalam sebuah hadist
طَلَبُ العِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَّ مُسْلِمَةٍ
Yang artinya: "Mencari ilmu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan. (H.R Ibnu Abdil Bar)
Bagi kalangan muda tentunya jangan sampai kalah semangat dalam menuntut ilmu. Bahkan ada hadist yang mengatakan carilah ilmu sampai ke negeri cina. Hal tersebut berarti kita harus semangat mencarinya. yang dimaksudkan dalam hadis ini, jika memang benar yaitu dorongan atau motivasi untuk tetap mencari ilmu walaupun sampai ke negeri yang sangat jauh. Juga mungkin memang nisbat jauh ini dari tanah Arab dari negara Cina bukan lainnya dari segi letak geografis.
Era digital yang semakin maju memberikan banyak manfaat terutama ilmu. Mereka yang tidak berada dilingkungan pondok pesantren pun dapat mempelajarinya. Karena banyak dari mereka yang ingin belajar di bangku Pesantren namun terhalang banyak hal, diantaranya adalah ekonomi dan restu orang tua. Namun akan menjadi bumerang bagi mereka yang menyalahgunakannya. Amalan tanpa didasari ilmu maka akan ditolak. Oleh karenanya murid harus mempunyai guru yang jelas sanad keilmuannya. Terlebih bagi mereka yang awam dan tidak teliti menggali persoalan ilmu agama. Maka belajar ilmu agama tanpa guru adalah sesuatu yang dilarang bahkan dikatakan Abu Yazid Bustami dalam kitab Ar-ruh Al-Bayan
من لم يكن له شيخ فشيخه الشيطان
"Barangsiapa yang tidak mempunyai guru, maka gurunya adalah syaithan".
Zaman globalisasi sudah tidak terhindari lagi. Seolah-olah meruntuhkan tembok pemisah ruang dan waktu. Di zaman globalisasi ini susah sekali membedakan antara orang alim (orang yang mengerti) dan jahil (orang yang tidak mengerti), antara faqih dan bukan faqih, antara mufassir (ahli tafsir) dan mengaku-ngaku ahli tafsir. Hal ini disebabkan zaman globalisasi yang cenderung melampaui batasnya termasuk dalam mengakses informasi keagamaan. Mereka para orang jahil dengan mudahnya mencomot informasi dari internet tanpa tau sumber sanad keilmuannya.