Mohon tunggu...
A, Malik Mughni
A, Malik Mughni Mohon Tunggu... -

seorang pembelajar kehidupan, yang tengah mencari kesejatian hidup, kehidupan, dan penghidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wisanggeni dan Anas Urbaningrum di Harlah Lesbumi NU ke-51

8 April 2013   03:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:33 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


Pengurus Pusat Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia Nahdlatul Ulama (Lesbumi NU) menggelar pementasan wayang berjudul Wisanggeni Menggugat di Halaman kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Minggu (7/4). Pementasan wayang yang didalangi ke Enthus Susmono itu digelar dalam rangkaian Ulang Tahun Lesmbumi NU ke 51.

Sejumlah politisi hadir dalam acara yang dimulai dengan pemotongan tumpeng dan doa bersama itu. Antara lain Istri Mendiang Presiden Abdurrahman Wahid, Ny. Shinta Nuriyah, dan Mantan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum.Kehadiran Anas menimbulkan praduga tentang tendensi politik pagelaran tersebut. Terlebih, Dalang Ki Enthus dalam prolognya tentang gelaran Wisanggeni Menggugat mengulas tentang cerita kisruh di ..

“ Sasaran utamanya adalah membunuh kekuatan Pandawa di kuru setro. Wisanggeni berani mengguncang mengkritik keras Betoro Guru beserta sekutunya. Anak muda ini sangat bersahaja dan melalui kekuatannya yang didukung alam semesta, para dewa lari tungggang langgang karena tak sanggup melawan wisanggeni, “ papar Ki Enthus.

Ki Enthus juga mengkritik tentang anomaly politik dan budaya di Indonesia. Tentang nilai budaya dan dasar Negara yangdireduksi hanya menjadi empat pilar oleh MPR RI dan situasi politik yang carut-marut belakangan ini. “Padahal pilar hanya penyangga, Empat Pilar yang sering diseminarkan itu malah membuat bangsa ini kehilangan jatidiri,” tandasnya.

Dan lagi-lagi, ki Enthus pun menyinggung keterpurukan Anas dalam karier politiknya, sehingga Anas pun ditetapkan sebagai tersangka. Dengan gaya kiai, sang dalang menasihati Anas agar bersabar.
"Kang Anas, orang terkena musibah itu akan diangkat derajatnya,” ujarnya.

Kuatnya kesan bahwa kegiatan itu ditujukan untuk member dukungan moril kepada Anas dibantah Ketua Umum Lesbumi, Zastrow el Ngatawi. Mantan Juru Bicara Gus Dur itu berdalih, kehadiran Anas bukanlah sebagai tamu istimewa. Sebab selain Anas, banyak politisi lain yang diundang. “Selain Anas kami juga mengundang Mas Umam (Khotibul Umam Wiranu,red) dari Partai Demokrat, dari Golkar, dari PDIP, PKB, semua kami undang untuk memperingati harlah Lesbumi. Dan kita gak bisa melarang siapapun untuk hadir di sini. Bahkan orang gila pun yang mau hadir, ya silahkan saja,”” ujarnya.

Zastrow juga membantah jika lakon Wisanggeni Menggugat adalah personifikasi dari kasus yang tengah membelit Anas. Menurut dia, gugatan terhadap carut-marutnya kehidupan di negeri ini juga banyak disampaikan kaum muda, dari kalangan Mahasiswa, seniman dan lainnya. “Gugatan itu banyak disampaikan mahasiswa dan akum muda lainnya kok. Kita kan resah melihat keadaan negeri yang kacau ini,” tandasnya.

Lebih lanjut Zastrow mengungkapkan misi Lesbumi di usianya ke 51, sebagai lembaga budaya yang berjuang membenahi kehidupan dan peradaban bangsa. Sebab menurut Zastrow saat ini, budaya Indonesia tengah diserang dari berbagai sisi. “Dari sisi kiri, kita diserang oleh budaya barat yang terlalu bebas dan mereduksi budaya lokal. Dari sisi kanan, kita diserang kalangan fundamentalis, yang bernafsu memformalisasi agama, dan mengeliminir budaya lokal dengan dalih bid’ah dan sebagainya,” tandasnya.

Sementara Wakil Sekretaris Jenderal PB NU Abdul Mun’im Dz mengungkapkan, kelahiran Lesbumi sejak awal memang untuk membenahi budaya dan mempengaruhi kehidupan politik di negeri ini. “Dari awal alhirnya Lesbumi meniru perjuangan Walisongo menjadikan budaya sebagai alat dakwah, sekaligus juga alat politik, untuk mewarnai peradaban bangsa agar lebih luwes dan punya tatanan,” paparnya.

Ia mengungkapkan pengaruh Lesbumi di era 60-an sampai era 70-an yang mampu mewarnai perfilman di Indonesia. Saat itu sejumlah seniman NU, antara lain Asrul Sani, Usmar Ismail danyang melahirkan actor, aktris dan film berkualitas. Namun di era Orde Baru, Rezim Soeharto menekan peranan Lesbumi dan berbagai lembaga kebudayaan lain, sehingga kualitas Film di negeri ini menurun paska tahun 70-an. Seperti diketahui, Fim Indonesia paska tahun 70-an, menjadi marak dengan film berbau seks dan hantu. “Dulu banyak aktor lahir dari Lesbumi. Tapi rezim Soeharto kemudian memberi tekanan yang keras, sehingga Lesbumi, bahkan NU pun termarginalkan. Maka kemudian kualitas seni di Indonesia pun menurun,” urainya.

Malikmughni

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun