Saya mendapatkan cerita ini dari Kakek, desa saya terkenal sebagai lumbung padi karena banyaknya sawah. Nah di desa tempat saya tinggal terdapat sebuah bendungan tidak begitu besar, fungsinya adalah untuk mengairi sawah.Â
Bendungan tersebut diberi nama Dawan, menurut cerita yang beredar di masyarakat sekitar, Dawan dibangun pada masa Belanda. Ketika Perang Kemerdekaan bendungan ini tidak luput dari pertempuran antara pejuang kemerdekaan melawan Tentara Belanda.
Di sekitaran Dawan terdapat banyak makam, namun hanya beberapa saja yang masih tersisa. Katanya sih makam makam tersebut makam Belanda, dan juga makam orang tempo dulu. Sebelum adanya gadget, para anak-anak lebih senang bermain di situ, mulai dari mandi atau bermain bola di tepi bendungan yang luas. Bendungan ini bisa dikatakan dalam.
Saya sendiri sewaktu kecil pernah bermain di sini dengan kawan-kawan tetapi saya tidak berani mandi. Karena kalau ketahuan oleh Kakek pasti kena marah. Jadi, Kakek saya ini misalnya setiap saya main di sungai selalu disamperin dan disuruh pulang, ataupun ketika naik pohon selalu disuruh turun. Maklum saja saya bisa dikatakan cucu kesayangan. Akibatnya ya itu sekarang saya tidak bisa berenang dan memanjat pohonÂ
Untuk mencegah saya bermain di Dawan, Kakek saya menceritakan kejadian mistis, yang tentu saja membuat bulu kuduk merinding. Selain Matematika, hal yang ditakuti oleh anak kecil waktu itu adalah cerita hantu.
Kakek saya menceritakan bahwa di bendungan yang diberi nama Dawan tersebut terdapat hantu air yang bentuknya seperti rambut, dikenal dengan nama Wiyangga. Cerita ini begitu populer pada masanya, mengenai hantu atau siluman yang menarik dan menenggelamkan orang yang mandi di sungai.
Konon katanya ada seorang anak perempuan yang sering mencuci piring di tempat tersebut, waktu itu hari Jumat, di saat para laki-laki pada melaksanakan Sholat Jumat, ia meminta izin kepada ibunya untuk mencuci piring. Ibunya pun mengizinkannya, namun hingga sore hari anak tersebut tidak kunjung pulang ke rumah.
Orang tua dan beberapa warga pun menyusul ke tempat tersebut, dan dikejutkan dengan anak tersebut dalam posisi mengapung dengan piring yang mengapung. Saat itu piring kaca belum banyak seperti sekarang, hanya orang-orang tertentu yang memilikinya, saat itu yang banyak digunakan piring plastik.
Cerita lainnya adalah pengalaman Kakek saya saat muda yaitu mengenai pengalamannya yang pernah berburu uang gaib. Jadi terdapat mitos masyarakat sekitar di tempat tersebut terdapat uang gaib. Kakek saya dan beberapa kawannya penasaran akan hal tersebut, apakah cerita yang berkembang di masyarakat itu benar adanya, atau hanya isapan jempol belaka. Maklum saja anak muda sedang mencari jati diri.
Kakek dan kawannya ini iuran untuk membeli burung gagak, setelah burung gagak tersebut disembelih. Mereka pun membuat sate gagak di pinggir Dawan, uniknya Kakek dan beberapa kawannya ini tidak mengenakan pakaian. Berbagai penampakan bermacam-macam hantu muncul, katanya itu godaannya takut atau tidak dengan hantu. Angin saat itu juga berhembus begitu kencang. Kakek saya dan kawan-kawannya pun memutuskan untuk kabur lari, karena katanya tidak kuat.
Keesokan harinya salah seorang yang rumahnya di dekat situ, menceritakan kepada Kakek saya dan kawan-kawannya bahwa semalam ada orang tidak dikenal membawa karung dan meletakkannya di teras rumah. Kemudian orang tidak dikenal itu pergi, Nah pemilik rumah tersebut tidak berani menyentuh karung tersebut. Keesokan harinya karung tersebut sudah hilang tidak ada lagi di teras rumah.