Mohon tunggu...
Mohamad Sastrawan
Mohamad Sastrawan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Matraman

http://malikbewok.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Keamanan Nasional & Hubungan Militer Sipil

17 April 2012   04:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:31 1417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Tidak bisa disangkal jika Indonesia saat ini terpengaruh dengan paham demokrasi liberal seperti yang dianut oleh banyak negara. Amerika Serikat yang memiliki sejarah panjang dengan demokrasi liberal, memberikan pengaruh yang sangat kuat kepada negara-negara berkembang. Indonesia yang dulunya memiliki ideologi demokrasi terpimpin, tidak kuasa menahan arus tersebut, yang dibawa dengan adanya globalisasi. Runtuhnya rezim Orde Baru menjadi babak awal dimulainya demokrasi liberal tersebut.

Gerakan liberalisasi masuk ke dalam seluruh sendi kehidupan kita. Politik, ekonomi, sosial, budaya bahkan agama, tidak lepas dari ide-ide liberalisme. Filsafat liberalisme bahkan menjadi agama baru yang menentukan benar salah, dan dia mampu menjadi penafsir atas segala peristiwa yang terjadi di muka bumi ini.

Di Amerika Serikat, gerakan liberalisme setidaknya sudah terjadi sejak Perang Dunia II. Ada aspek yang mengemuka antara gerakan liberal ini dengan kepentingan militer di negeri Paman Sam tersebut. Aspek tersebut adalah meningkatnya dan bertahannya ketegangan masa damai antara kepentingan militer dan masyarakat liberal Amerika.

Bisa dikatakan liberalisme merupakan antitesa dari institusi militer yang profesional. Di satu sisi, kekuasaan liberal yang didominasi oleh masyarakat sipil, bertentangan dengan doktrin-doktrin militer yang kaku dan rigid. Sementara di sisi yang lain, kekuasaan liberal membutuhkan pengamanan akan eksistensi dirinya dari ancaman yang beraneka ragam. Dengan kata lain, kekuasaan sipil menolak militerisme, tapi membutuhkan institusi militer untuk menopang keberadaannya.

Untuk memenuhi cara pandang yang demikian, tiga hal yang dilakukan oleh kelompok sipil di Amerika Serikat adalah memangkas kekuatan militer hingga ke tulangnya, mengasingkan institusi militer dari lingkungan masyarakat dan mengurangi pengaruh militer sampai pada proporsi yang tidak berarti. Militer kembali ke barak merupakan eufemisme yang sebenarnya upaya mengerdilkan tentara hingga titik nol.

Inilah cara-cara yang dijiplak secara mentah-mentah oleh para penganut demokrasi liberal di Indonesia. Kita lihat bagaimana nasib TNI saat ini. Mereka dipangkas, diasingkan dari masyarakat dan dijauhkan pengaruhnya dari kehidupan nyata. TNI hanya dijadikan bumper, dan eksistensinya dibuat tidak jelas. Kuatnya tekanan internasional, yang juga diamini oleh para pembuat kebijakan pro-asing, menyebabkan militer Indonesia (baca: TNI), kehilangan arah dan orientasi. Apapun yang dilakukan TNI, dianggap sebagai upaya untuk mengembalikan rezim Orde Baru yang militeristik.

RUU Keamanan Nasional

Hubungan militer sipil merupakan salah satu aspek dari kebijakan keamanan nasional. TNI yang sudah reformis, tidak lagi memaksakan kehendak untuk menjalankan fungsinya sebagai penjaga kedaulatan NKRI. Hal ini tampak dari upaya pemerintah untuk menggolkan Rancangan Undang-undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) di DPR. TNI mengikuti prosedur yang sudah disepakati.

Lembaga eksekutif dan legislatif menjadi pengejawantahan betapa militer Indonesia mengakui keabsahan kekuasaan sipil. Ada suasana demokrasi dalam pembahasan RUU ini, di mana para Jenderal tidak segan-segan duduk bersama dengan kalangan sipil untuk mencari jalan yang terbaik bagi lahirnya UU Keamanan Nasional.

Agenda dari kebijakan keamanan nasional, yang tertuang dalam draft RUU Kamnas, adalah meningkatkan keamanan institusi-institusi sosial, ekonomi dan politik bangsa terhadap berbagai ancaman yang muncul dari negara-negara lain. Kebijakan keamanan nasional meliputi berbagai kegiatan yang dirancang untuk mengurangi atau menetralkan berbagai usaha yang akan melemahkan dan menghancurkan negara.

Opsi menggunakan kekuatan senjata oleh militer bisa saja dilakukan sepanjang ancaman terjadi di luar batas-batas institusional dan teritorial. Sementara itu, kebijakan keamanan internal yang berhubungan dengan ancaman subversi, bisa dikoordinasikan antar lembaga di bawah koordinasi Dewan Keamanan Nasional. Dari sini kemudian lahir tingkatan kebijakan operasional dan tingkatan institusional. Kebijakan operasional terdiri dari tindakan yang diambil untuk menghadapi ancaman keamanan, sementara kebijakan institusional berhubungan dengan cara bagaimana kebijakan operasional dirumuskan dan dilaksanakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun