Indonesia saat ini membutuhkan Dewan Keamanan Nasional yang diperkuat dengan payung hukum bernama Undang-undang Keamanan Nasional. Sayangnya, pembahasan RUU Kamnas ini kandas di tengah jalan, karena ditanggapi sebagai ancaman dan menjadi polemik oleh sebagian kelompok masyarakat. Mereka yang menolak RUU ini memiliki akses ke media massa, sehingga apapun wacana yang mereka sampaikan, menjadi opini publik. Jika sudah demikian, respon masyarakat pun beragam, karena kesadaran pikir mereka sudah dikuasai oleh opini yang tidak memadai. Masyarakat tidak mendapat informasi yang sesungguhnya terhadap isi RUU Kamnas, karena kebanyakan media massa tidak mendukung optimal terhadap upaya pengesahannya.
Kebutuhan Indonesia akan Dewan Keamanan Nasional dipertimbangkan atas beberapa faktor. Di antaranya adalah:
1. Tanggung jawab untuk memberikan nasihat
kepada Presiden mengenai keseluruhan kebijakan keamanan nasional. Hal ini penting, karena Dewan Keamanan Nasional nantinya akan langsung berada di bawah kepala negara. Organ-organ di dalamnya juga terdiri dari elemen militer dan sipil.
2. Koordinasi pusat penelitian dan pengembangan militer difungsikan semata-mata untuk keamanan nasional. Status negara seperti darurat sipil, darurat militer atau perang, ditentukan melalui penelitian yang panjang dan sesuai dengan kondisi di lapangan.
3. Selama perang berlangsung, maka dibutuhkan staf militer, elemen-elemen politik dan inte
lijen yang mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Baik sisi ekonomi, budaya, sosial dan agama, maka peranan intelijen mutlak dibutuhkan.
Hubungan militer dan sipil menjadi mesra jika RUU Kamnas benar-benar diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Suatu fenomena umum mengenai hubungan militer sipil, ditandai dengan tugas pertama dalam tubuh institusi militer. Salah satu peran sipil yang bisa dimainkan militer adalah meningkatkan intelijen. Meski pihak sipil harus memahami terlebih dahulu perspektif militer terhadap pertahanan bangsa dan negara.
Salah satu perspektif yang harus dipahami adalah, kepala negara membuat kebijakan tidak lepas dari perencanaan militer. Sudah tentu perencanaan ini berkaitan dengan anggaran militer yang sudah disepakati. Kebutuhan akan alat-alat tempur menjadi penentu keberhasilan operasi-operasi militer. Begitu pula dengan intelijen, operasi-operasi yang berlangsung di tengah masyarakat, harus bisa dipertanggungjawabkan
Dengan adanya RUU Kamnas ini, bisa saja operasi intelijen dimodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi riil saat ini. Yang harus diingat oleh individu yang terlibat intelijen adalah "Satu-satunya tujuan yang paling penting dalam perang adalah kemenangan." Untuk meraih kemenangan ini, dibutuhkan keterampilan dan penguasaan atas teknik-teknik tertentu yang tidak dimiliki oleh orang kebanyakan.
Pada saat militer mendapatkan otoritas dan pengaruh dalam perang, secara perlahan, mereka akan meninggalkan sikap-sikap yang ada di masa sebelum perang. Militer dibenarkan memegang penuh kekuasaan, karena ancaman terhadap keutuhan negara sudah di depan mata. Sikap militer terhadap pengawasan sipil benar-benar berubah selama terjadinya perang. Kontrol sipil menjadi masa lalu ketika prajurit-prajurit militer Indonesia sibuk menghadapi ancaman dari pihak musuh.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H