[caption id="attachment_176473" align="aligncenter" width="425" caption="ilustrasi/admin(shutterstock.com)"][/caption] Kehadiran lembaga pengawas seharusnya cermat dalam memberikan hasil analisa. Hal itu penting agar institusi yang diawasi tidak salah mengambil kebijakan. Indonesia Police Watch (IPW) ternyata sering mengeluarkan hasil analisa yang keliru. Salah satunya adalah terkait analisa tentang Kementerian Hukum dan Ham. Analisa itu menyebutkan keinginan Amerika Serikat membangun kantor Biro Interograsi di sejumlah lembaga pemasarakatan (Lapas) di Indonesia. Hasil analisa itu menimbulkan reaksi yang merugikan pemerintah. Bahkan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin membantah keras tudingan IPW yang diketuai Neta S Pane. Menurut Amir, IPW harus lebih teliti membuat opini di publik. Tidak tanggung-tanggung, Neta S Pane menuding Kementerian Hukum dan HAM mendapat bantuan Rp1 triliun per tahun dari Amerika Serikat. Tudingan ini tentunya membuat berang Amir Syamsuddin. Dalam kasus lain, IPW bahkan menuding secara keji institusi Polri. Neta S Pane pernah mengatakan polisi lalu lintas (polantas) sebagai mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) para Jenderal. Pernyataan ini langsung ditanggapi dengan keras oleh Mabes Polri. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Irjen Pol Saud Usman Nasution menantang pernyataan Indonesia Police Watch (IPW) yang mengatakan polisi lalu lintas sebagai Anjungan Tunai Mandiri (ATM) para jenderal. Saud mengaku tidak ingin berkata banyak terkait tuduhan ICW itu. Dia meminta wartawan menanyakan langsung apa sebenarnya keinginan Neta S Pane dengan melempar pernyataan itu ke publik. Yang terbaru adalah pernyataan Neta S Pane tentang RUU Kamnas. Dia menolak RUU Keamanan Nasional karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Sialnya, statemen ini dikutip oleh banyak media online. Netta menilai RUU tersebut sangat berbahaya karena dianggap mencampuradukkan Keamanan dan Pertahanan. Masyarakat pun dipaksa untuk menelan mentah-mentah informasi yang salah dari hasil analisa IPW ini. Padahal jika disahkan, UU Kamnas akan mengkoordinasikan berbagai institusi untuk menjaga keamanan nasional. Tidak ada peran institusi lain yang dikurangi. Hal ini sudah ditegaskan Ketua Tim Perumus RUU Kamnas Mayjen (Purn) Dadi Sutanto. Menurut Dadi, polemik RUU Kamnas muncul lantaran keterlambatan pembentukan UU itu. Seharusnya, kata dia, UU Kamnas dibuat sejak awal kemerdekaan Indonesia atau sebelum berbagai UU yang mengatur keamanan dibuat. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H