Mohon tunggu...
Mohamad Sastrawan
Mohamad Sastrawan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Matraman

http://malikbewok.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Mengapa Papua Dipertahankan? (6)

19 Agustus 2011   10:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:38 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Human Rights Watch (HRW) adalah salah satu LSM yang menahbiskan diri sebagai organisasi pemantau HAM di seluruh dunia. Keberadaannya seolah-olah ingin menjadi polisi HAM yang memiliki parameter, kebenaran, dan ukuran tersendiri. LSM ini tidak peduli jika batas-batas teritorial yang bernama negara, memiliki kedaulatan sendiri. Dalam konteks Indonesia, HRW menyoroti banyak hal, termasuk salah satunya adalah masalah Papua. Dalam laporannya tertanggal 14/8/2011, HRW menurunkan tulisan "Indonesia Military Documents Reveal Unlawful Spying Papua" yang artinya kurang lebih "Terungkap, Dokumen Militer Ilegal Indonesia Mengintai Papua." Tulisan tersebut bisa dibaca di alamat berikut ini: http://www.hrw.org/news/2011/08/14/indonesia-military-documents-reveal-unlawful-spying-papua. Isi dari tulisan tersebut adalah melaporkan "ketidakberesan" TNI khususnya Kopassus dari kacamata HRW. Ada beberapa poin yang dianggap ancaman militer oleh HRW di tanah Papua, yaitu: 1. Aktivitas TNI yang berbaur dengan warga sipil dinilai sebagai kegiatan "spy" atau pengintaian. Kopassus pun dinilai melakukan tindakan intelijen melalui briefing internal, presentasi, alat pengajaran dan produk intelijen lainnya, seperti membuat laporan harian dan triwulan. Istilah pengintaian pun dibesar-besarkan oleh HRW, karena dalam perspektif LSM ini, apapun yang dilakukan TNI bersama rakyat, adalah kegiatan spionase. Jangan heran, jika ada prajurit TNI kumpul-kumpul dengan warga lokal, meski hanya di warung kopi, maka dikategorikan sebagai tindakan pengintaian. Wakil Direktur HRW untuk Asia, Elaine Pearson, menuding TNI sudah melakukan kegiatan di luar koridornya sebagai alat negara di bidang pertahanan. Menurutnya, saat ini TNI mengidap paranoia militer yang mendalam di Papua. Tentunya ini adalah tuduhan yang disampaikan HRW dengan parameter kebenaran mereka. 2. HRW menilai TNI tidak memberikan akses yang luas kepada wartawan dan pekerja LSM asing di bumi Cenderawasih. Bagi LSM ini, hal tersebut menjadi penilaian tersendiri karena Indonesia menganut sistem demokrasi. Mereka mengklaim telah terjadi pelanggaran HAM oleh pasukan TNI di Papua, dengan kategori yang sangat serius, yakni pembunuhan, penghilangan paksa, penyiksaan, penangkapan serta penahanan sewenang-wenang. Sayangnya, dalam tulisan itu, HRW hanya mengklaim memiliki dokumen, tapi tidak menyertakannya sebagai bukti. Lebih dari itu, HRW tampak memiliki kepentingan dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM), karena menyebut gerombolan separatis itu sebagai kelompok pejuang yang melawan pemerintah Indonesia. Meski OPM sudah melakukan penembakan terhadap warga sipil dan anggota TNI, maka peristiwa itu dianggap biasa saja, karena OPM tengah "berjuang" melawan TNI. Sementara, jika ada anggota TNI menembak OPM, maka itu dikategorikan sebagai pelanggaran HAM. 3.HRW juga menyebutkan laporan yang dikeluarkan secara berkala oleh Kopassus pada tahun 2007. HRW mengutip dalam laporan tersebut, bahwa saat ini ada pergeseran separatis, dari "separatis bersenjata" menuju "separatis politik". Separatis politik adalah kegiatan separatisme kelompok-kelompok, seperti OPM, yang memperjuangkan pemisahan diri Papua dari NKRI. Sudah barang tentu, hal ini lebih berbahaya, karena memicu disintegrasi bangsa. Namun, dalam perspektif HRW, justru Kopassus lah yang disalahkan, karena dianggap "paranoia militer". Dari tulisan ini, HRW terlihat memang memiliki kepentingan atas pemisahan diri Papua dari NKRI. HRW mencontohkan hukuman tiga tahun terhadap aktivis pro-kemerdekaan, Buchtar Tabuni. HRW mengkritisi hukuman tersebut karena Tabuni "menghasut kebencian" terhadap pemerintah Indonesia. Tindakan Tabuni yang memasang bendera Bintang Kejora, tidak dikategorikan sebagai pelanggaran HAM. HRW sendiri beranggapan bendera bintang kejora sebagai simbol kemerdekaan di bumi Cenderawasih. 4.HRW mengklaim tidak memiliki kepentingan apapun terhadap Papua. Namun, organisasi ini mempermasalahkan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 yang menurut mereka, dilakukan dengan curang dan telah terjadi pelanggaran HAM. Dalam tulisan itu, HRW mendukung dilakukannya referendum ulang di tanah Papua. HRW menilai TNI telah merekrut besar-besaran warga lokal yang "pro-Indonesia". Meski demikian, jika dilakukan referendum ulang, organisasi ini sangat yakin Papua akan lepas dari NKRI. Untuk itulah, salah satu wacana yang dihembuskan oleh HRW adalah referendum ulang di tanah Papua. 5. Ini adalah poin inti dari tulisan HRW. LSM ini menyoroti berita tentang bocornya dokumentasi Kopassus yang berjudul "The Anatomy of Separatis Papua". Meski sudah dibantah oleh Mabes TNI, HRW tetap menilai Kopassus melakukan kegiatan intelijen terhadap warga sipil di sana. Bahkan, berdasarkan data dokumen tersebut, HRW menuding TNI menyusup masuk ke dalam organ-organ pemerintahan dan organisasi keagamaan di Papua. Mabes TNI sendiri sudah mengklarifikasi tentang 19 dokumen tersebut. Kepala Pusat Penerangan TNI, Laksamana Muda Iskandar Sitompul menegaskan TNI tidak pernah melakukan operasi intelijen. Tentara Manunggal Masuk Desa (TMMD) merupakan bakti sosial TNI terhadap warga sipil. Kegiatannya pun positif dan menguntungkan warga, karena banyak bangunan yang didirikan oleh prajurit TNI, seperti rumah adat, gereja, kantor-kantor dan lain sebagainya. Mabes TNI yakin dokumen-dokumen yang dibocorkan media Australia itu merupakan isu lama, sebab tahun 2006, media Australia juga pernah menghembuskan isu yang sama. (bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun