Letnan Jenderal Pramono Edhie Wibowo dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) yang baru menggantikan Jenderal George Toisutta di Istana Negara, Jakarta, Kamis (30/6). Pengangkatan KASAD yang baru tersebut dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 40/TNI Tahun 2011.
Namun, pelantikan ini memicu kontroversial karena Pramono masih berkerabat dengan Presiden SBY. Dia adalah adik ipar Yudhoyono, yang berarti adik kandung ibu negara, Kristiani Yudhoyono. Selain masalah hubungan keluarga, ada beberapa tantangan yang bisa saja dihadapi Letjen Pramono Edhie Wibowo sebagai orang nomor satu di tubuh TNI AD. Beberapa tantangan itu adalah:
1.Isu penyiksaan yang dilakukan TNI terhadap rakyat. Isu ini sempat dilempar oleh Kontras (Komisi untuk Orang Hilang & Korban Tindak Kekerasan) pada hari Anti Penyiksaan Internasional. Entah disengaja atau tidak, isu itu nyaris berbarengan dengan pelantikan Letjen Pramono Edhie Wibowo sebagai KASAD yang baru. Tentunya, Pramono harus melihat pewacanaan isu initidak dengan sebelah mata, karena akan berdampak buruk bagi tentara ke depannya. Apalagi isu-isu yang dilempar Kontras ke publik sangat memiliki nilai sensitivitas yang tinggi dalam pergaulan internasional. Masyarakat tidak paham apa sebenarnya tujuan Kontras melempar isu itu, apakah murni untuk membangun TNI atau sebaliknya, membuat citra buruk tentang militer Indonesia.
2.Kasus lama tentang pelanggaran HAM oleh Kopassus. Sewaktu berpangkat Mayor Jenderal, Pramono pernah menjabat sebagai Danjen Kopassus. Bisa jadi, isu-isu pelanggaran HAM yang pernah dilontarkan lembaga-lembaga nonpemerintah akan kembali digaungkan. Salah satu LSM yang rajin mengkritik TNI adalah Human Rights Watch (HRW). HRW menilai Kopassus memiliki catatan pelanggaran HAM di beberapa tempat, seperti di Timor Timur, Aceh, Papua dan Jakarta. HRW tentunya sudah memilah dan memilih mana isu yang bisa diwacanakan ke publik dan mana yang diredam. Lagi-lagi, isu-isu tersebut memiliki nilai sensitivitas yang tinggi dalam pandangan internasional, seperti kasus Balibo dan kerusuhan Mei 1998.
3.Kasus "Act of Free Choice" yang disponsori PBB pada tahun 1969. Pada kasus ini, Kopassus melakukan tindakan pencegahan dari upaya pengambilalihan wilayah Papua dari NKRI. Namun, HRW menilai “referendum” tersebut telah dinodai dengan tindak kekerasan yang dilakukan Kopassus. Saat itu, operasi ini dilakukan oleh ayahanda Letjen Pramono Edhie Wibowo, yakni almarhum Letjen (pur) Sarwo Edhie Wibowo. Dengan adanya peristiwa ini, bisa jadi KASAD Pramono akan diganggu oleh pewacanaan pelanggaran HAM yang dilakukan LSM-LSM di Indonesia yang mendapat dana dari negara-negara asing.
4.Penculikan dan penembakan tokoh separatis Papua Theys Eluay. Meski Kopassus telah membantah terlibat dalam penembakan itu, nyatanya desakan internasional membuat beberapa anggota Kopassus berpangkat rendah harus disidang. LSM-LSM di Jakarta bisa jadi mengangkat isu ini untuk membuat citra buruk TNI AD, khususnya dalam pergaulan internasional.
5.Isu nepotisme Letjen Pramono Edhie Wibowo dengan Presiden Yudhoyono. Ini adalah tantangan terberat yang harus dihadapi KASAD baru ini. Bersilewerannya informasi mengenai nepotisme di Istana harus dijawab dengan cermat dan cerdas oleh Pramono. Apalagi, saat ini berkembang analisa yang mengarah pada pencalonan Pramono menjadi Capres pada Pemilu 2014 mendatang. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H