Dalam berbagai argumentasinya di debat, Anies selalu berusaha menekankan dan menuding bahwa Ahok hanya memperhatikan pembangunan infrastruktur, tidak memperhatikan manusianya. Anies lebih lanjut mengarahkan bahwa Ahok pro pengembang, dan abai terhadap kepentingan rakyat. Tentu saja ini adalah pernyataan kosong, tidak memperhatikan fakta yang ada di lapangan.Â
Program semacam Ruang Publik Terpadu Ramah Anak hanya ada di program Ahok, tidak terlihat ada pembanding sesuai di program Anies. Padahal ini adalah program yang berfokus kepada pembangunan sumber daya manusia dan sekaligus berusaha memenuhi tuntutan perluasan ruang terbuka hijau dan ruang publik. Infrastruktur hanya memainkan sedikit peran di sini. Apa bentuk pembangunan infrastrukturnya? Yaitu bangunan kecil serbaguna yang selalu ada dan menjadi ciri khas RPTRA, tidak lebih.
RPTRA lebih bicara soal pembangunan SDM ketimbang pembuatan bangunan. Apa saja bentuk pembangunan itu?
1. RPTRA adalah sarana edukasi sambil bermain bagi setiap anak di Jakarta
Ketimbang bermain di jalanan, yang meningkatkan angka kecelakaan, Ahok menyediakan tempat bermain berkualitas tinggi di setiap kelurahan. Di sini sudah ada sarana olahraga, mainan outdoor, dan lapangan yang bisa dimanfaatkan bagi tumbuh kembang anak yang maksimal. Tidak hanya fisik, tapi juga banyak permainan yang mengasah otak, semisal lego dan ular tangga raksasa, serta permainan tradisional lainnya.
Sambil bermain, mereka diawasi oleh pengelola RPTRA serta direkam oleh CCTV yang kemudian bisa diawasi bersama-sama. Dengan demikian anak-anak bisa tumbuh dengan sehat tanpa resiko bullying dan pedofilia.
2. RPTRA memungkinkan Lansia tetap dihargai keluarganya
RPTRA, walaupun singkatannya berarti "ramah anak", sebenarnya juga ramah terhadap orang dewasa dan lansia. RPTRA baru yang dibangun saat ini hampir seluruhnya sudah memperhatikan aspek ramah disabilitas. Jadi lansia bisa memanfaatkan waktu tuanya mengasuh dan bermain dengan cucu. Dengan demikian mereka tidak merasa kesepian dan mendapatkan perannya kembali di dalam keluarga, yaitu mengasuh generasi muda.Â
3. RPTRA memiliki jadwal belajar mengajar informal
Hampir semua RPTRA memiliki fasilitas ruang baca dan perpustakaan dengan buku yang terseleksi (tidak mengandung pornografi dan kekerasan). Tentu anak-anak tidak dibiarkan begitu saja membaca tanpa guidance. Setiap minggu, dihadirkan Abang None Buku Jakarta yang akan membimbing mereka membaca buku berkualitas, membacakan dongeng, dan mengajak nonton bersama film-film berkualitas.Â
Selain bimbingan abang none buku, para relawan dan mahasiswa juga sering ambil bagian memberikan pengajaran informal berupa pelajaran bahasa inggris, pengetahuan alam, dan matematika. Sehingga anak-anak yang datang ke sini tujuannya bukan sekedar bermain, tapi juga belajar dan mengembangkan softskill dan hardskill mereka.Â
4. Pengelola RPTRA punya Kesempatan untuk Berkuliah Kembali
Pengelola RPTRA adalah para pekerja harian lepas dengan gaji bulanan setara UMP. Sementara jadwal kerja mereka bisa dikatakan sangat ringan. Jumlahnya ada 6 di tiap RPTRA dengan bergantian dalam 3 shift. Dengan demikian mereka punya banyak waktu luang di luar menjaga anak-anak RPTRA. Ini memungkinkan mereka untuk tetap berkuliah, disesuaikan dengan jadwal menjaga RPTRA. Sehingga menggaji pengelola RPTRA adalah sebuah investasi besar pemprov DKI dalam pengembangan Sumber Daya Manusia
5. Para orangtua juga mendapat benefit dari RPTRA
Karena sejatinya merupakan pengembangan ide PKK, RPTRA sebenarnya bukan sekedar sarana bermain. Secara berkala, perusahaan-perusahaan besar sering datang menyalurkan CSR dan promosinya dalam bentuk pelatihan dan penyuluhan. Bisa dalam bentuk menjahit, berdagang, membuat kerajian, serta mendapat penyuluhan tentang mengatur keuangan dan pengaturan gizi keluarga. Kegiatan yang diimotori oleh PKK ini memberikan pembinaan yang luar biasa bagi orangtua sembari menemani anaknya bermain di RPTRA. Â Para ortu ini juga bisa menumpang merawat tanaman di taman-taman kecil yang ada di sudut RPTRA, bisa berupa sayuran, tanaman obat, atau buah-buahan produkstif lainnya. Hasil dari pelatihan PKK bisa ditumpangkan untuk dijual melalui PKK Mart. Pengetahuan bertambah, sumber penghasilan juga menebal.
Nah, Anies yang berkoar-koar kalau pembangunan itu harus memperhatikan manusia, punyakah program yang setara dan bisa diperbandingkan dengan RPTRA? Ataukah jangan-jangan lagi-lagi itu hanya sebuah angan-angan saja, tanpa implementasi yang jelas? Jika itu yang terjadi, tentu kita bisa memaklumi, karena sejatinya Anies bukanlah berbasis kepala daerah yang sudah punya pengalaman apapun dalam membuat program berskala daerah.. Apa yang diajukan Anies adalah dalam tataran angan akan akan akan, tidak seperti Basuki yang sudah sudah dan sudah...