Mohon tunggu...
Malika Nasya Putri Zahira
Malika Nasya Putri Zahira Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Jurnalistik UIN SGD

It's me! Haii^^ Selamat datang di Cheonsa World! Tempat dimana aku menggaungkan narasi-narasi yang seringkali tidak mau diatur. Tempat bertumbuhnya kisah kisah yang terlahir dari pola pikirku sendiri, entah dari sudut pandang manapun yang aku mau. Aku ingin berbagi sebuah perasaan lewat tulisan sastra, tentang suatu hal yang sederhana. Mungkin akan sedikit sulit dicerna bagi siapapun yang tergesa, karena aku tidak ingin dikenang sebagai sesuatu yang sederhana saja. Singkatnya, mari berpetualang di duniaku. Tidak apa-apa untuk berliterasi sejenak. Aku tahu duniamu riuh, tapi tidak semua istirahat adalah tentang menutup mata dan bangun sebelum matahari kembali ke singgasana. Mari bernostalgia, lalu berpetualang di realita. Karena semakin menua, semakin kita menjejak jauh dari dunia. Aku ingin dunia tau kalau aku masih mengabadikan sebagian peristiwa yang tidak pernah ingin aku lupa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Krisis Humanity di Berbagai Belahan Bumi

4 Juni 2024   10:52 Diperbarui: 4 Juni 2024   12:23 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah cukup lelah, telinga dan mata para rakyat yang menyaksikan perdebatan politik tentang siapa yang terbaik untuk duduk di singgasana pemerintahan Nusantara. Lagi lagi, rakyat kecil harus menghela napas setiap hari karena penunjang kehidupan mereka justru terluput dari perhatian sang pemegang kekuasaan. Harga naik. Gaji terasa mencekik. Resesi dimana-mana, membuat orang-orang yang berjuang untuk hidup dan menunjang hidup keluarganya, serasa ingin untuk menghardik. 

Barangkali, ada mata yang sudah lelah melihat berita genosida di tanah Palestina. Hal yang patut dipertanyakan adalah selelah apa manusia-manusia yang hidup di bumi sana dan menghadapi genosida setiap waktunya?


Asap hitam membumbung tinggi, membakar tenda-tenda tempat bernaung para manusia yang ditindas oleh makhluk tidak tahu diri. Bangunan tempat berlindung pun diluluhlantakkan sampai tinggal puing-puing di atas tanah. Mereka harus meregang nyawa dan ditemukan dalam keadaan hangus. Tangis anak kecil yang kehilangan orangtua sudah lama bersahutan dan entah kapan akan mereda. Bunyi senjata api terdengar merobek keheningan malam, membuat bising dan meninggalkan ribuan trauma. Tidak ada aturan main. Manusia manapun yang terlihat, entah wanita, balita, lansia atau bahkan tenaga kesehatan, tidak luput menjadi korban. Entah dijadikan sandera atau dihilangkan nyawanya seketika. 

Perut mereka dilaparkan karena sumber pangan dihancurkan dengan membabi buta. Roda ekonomi mereka dimiskinkan. Mereka dibiarkan mati perlahan dalam riuhnya lautan manusia yang berlomba mempertahakan hidup. Pilihan yang disediakan hanya terbatas. Mati hangus, mati tertembak, mati kelaparan, atau mati karena tidak sanggup lagi bertahan dalam keadaan tertindas. Jasad mereka memang mati, namun jiwa mereka abadi di tempat yang tak bisa digapai makhluk keji bernurani kerdil itu. 

Setelah melihat itu semua, coba pertanyakan lagi, ada di pihak mana kita berdiri? Untuk siapa kita bersuara?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun