Mohon tunggu...
Malik Aziz
Malik Aziz Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Komunal

Menulis hal-hal umum agar tidak ada yang tertinggal

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Noktah Merah Perpajakan

13 Maret 2023   15:00 Diperbarui: 13 Maret 2023   15:01 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Bukti potong PPh 21 merupakan hak karyawan. Apabila pemberi kerja tidak membuat bukti potong, maka pemberi kerja dianggap menghalangi karyawan sebagai wajib pajak orang pribadi untuk melaksanakan kepatuhan pajaknya, yaitu melaporkan SPT Tahunan.

Dalam buku Susunan Dalam Satu Naskah (SDSN) Undang-Undang Perpajakan Edisi 2023 yang dapat diunduh pada laman pajak.go.id, disebutkan batas penyampaian SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Dengan demikian, maka karyawan diberikan waktu untuk melaporkan SPT Tahunan 2022 paling lambat pada 31 Maret 2023. Sementara itu, wajib pajak badan diberikan waktu untuk melaporkan SPT Tahunan 2022 paling lambat 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak atau 30 April 2023.

Apabila terlambat, wajib pajak akan dikenai sanksi berupa denda. Untuk wajib pajak orang pribadi, atas SPT Tahunan yang terlambat dilaporkan akan dikenai denda senilai Rp100.000. Sedangkan untuk wajib pajak badan, dendanya sebesar Rp1 juta.

Dilihat dari sisi pemberi kerja, terdapat beberapa alasan tidak atau terlambatnya pembuatan bukti potong. Seperti lupa memberikan bukti potong, adanya niatan untuk tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong, atau adanya agenda lain yang didahulukan sehingga pembuatan bukti potong baru bisa diselesaikan setelah masa pelaporan SPT Tahunan.

Sebaliknya, dari sisi karyawan terdapat beberapa alasan yang lumrah terjadi. Seperti lupa meminta bukti potong, merasa menjadi bagian kecil dari perusahaan atau instansi tempat ia bekerja sehingga tidak ingin merepotkan untuk terus meminta bukti potong, serta ada pula kemungkinan niatan karyawan untuk tidak melaporkan penghasilan yang dipotong agar pajak terhutang SPT Tahunannya menjadi lebih kecil.

Saat ini belum terdapat ketentuan yang mengatur sanksi pada pemberi kerja yang terlambat atau tidak memberikan bukti potong kepada karyawannya. Perlu adanya kedewasaan dari kedua belah pihak.

"Saling diam sama bahayanya dengan saling memaki" itulah pesan Kartika, seorang psikolog perkawinan dalam film noktah merah perkawinan, kepada Ambar.

Banyak pelajaran berharga yang dapat kita ambil dari film tersebut. Salah satunya adalah belajar untuk saling berkomunikasi dalam sebuah hubungan, walaupun masalah sekecil apapun itu. Begitupun dalam pelaporan SPT Tahunan, pemberi kerja dan karyawan perlu saling berkomunikasi agar dapat menjalankan kewajiban perpajakannya dengan harmonis.

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun