Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Walhi antara Somasi dan Bencana Asap

27 Juni 2013   16:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:20 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13723272931371786731

Saat ini  Indonesia tengah dihadapkan dengan bencana serius yakni kebakaran hutan dengan spot centernya ada di wilayah Sumatera dan Kalimantan yang efeknya telah dirasakan oleh banyak orang, tidak hanya masyarakat lokal, propinsi tetangga maupun negara tetangga yang juga menerima efect yang sangat merugikan semua pihak. Jika boleh dikatakan bencana, karena dampaknya dirasakan amat luas mencakup wilayah Sumatera, Kalimantan juga negara Singapura dan Malaysia ikut merasakan dampaknya. Bahkan berdasarkan informasi televisi swasta bahwa bencana asap sudah sampai ke negara Thailand.

Kebakaran hutan merupakan kejadian tahunan yang dirasakan negara ini, pada awalnya murni akibat musim kemarau yang panjang sehingga intensitas cuaca atau suhu udara relatif panas yang mengakibatkan mudahnya terjadi kebakaran hutan, namun di sisi lain penyebab kebakaran tidak hanya faktor alam, namun lebih disebabkan ulah oknum yang sengaja melakukan pembakaran dengan tujuan pembuka lahan pertanian. Seperti halnya yang akhir-akhirnya santer dibicarakan di media masa, termasuk adanya perdebatan antara Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) dan Humas Polri. Dari pembicaraan tersebut dapat diambil benang merah bahwa kebakaran hutan tersebut ternyata tidak hanya melibatkan beberapa oknum masyarakat, akan tetapi juga disinyalir berasal dari kalangan pengusaha perkebunan yang mencakup oknum pengusaha perkebunan lokal maupun mancanegara yang dengan sengaja melakukan pembakaran lahan baik lahan hutan maupun lahan perkebunan dengan tujuan memperluas wilayah penanaman. Namun, secara tendensius Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) akan memberikan somasi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), berserta ketiga kementerian yakni Kementrian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pertanian, serta tiga kepala daerah yaitu Gubernur Riau, Jambi dan Sumatera (Inilah.com). Hal ini menunjukkan bahwa sikap Walhi dalam melihat permasalah kebakaran hanya menunjuk kepada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Akan tetapi Walhi tidak melihat banyak sisi di antaranya pengusaha perkebunan (korporasi) yang sengaja melakukan pembakaran hutan atau perkebunan di luar wilayah konsensinya dan beberapa oknum masyarakat yang sengaja membuka lahan baru dengan cara membakar hutan.

Sebenarnya apakah yang menjadi sudut pandang Walhi dalam menilai kejadian tersebut adalah semata-mata kesalahan pemerintah, sehingga pemerintah dianggap melakukan pembiaran atau membiarkan masyarakat tidak menerima hak-haknya dalam menikmati udara yang bersih dan kesehatan lingkungan? Padahal kita tahu bahwa selama negara ini masih dilaksanakan dengan sistem desentralisasi dan sistem pemerintahan menganut otonomi daerah sebenarnya kebijakan lebih banyak tergantung wilayah propinsi atau daerah itu sendiri. Akan tetapi,  peran LSM sebagai bagian dari organisasi masyarakat juga ikut andil dalam proses perlindungan wilayah hutan demi  mencegah efek apapun yang akan terjadi terhadap hutan di Indonesia.

Selain itu apakah sebenarnya yang disebut somasi tersebut?  Dan bagaimana efektifitas dari somasi tersebut terhadap bencana kebakaran di Idonesia?

Berdasarkan Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) dikutip oleh Hukum Online disebutkan bahwa “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yg ditentukan.”

Menurut J. Satrio dalam artikel Beberapa Segi Hukum Tentang Somasi (Bagian I), dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) tidak dikenal istilah somasi, namun dalam doktrin dan yurisprudensi istilah somasi digunakan untuk menyebut suatu perintah atau peringatan (surat teguran). Somasi merupakan peringatan atau teguran agar debitur berprestasi pada suatu saat yang ditentukan dalam surat somasi.

Dengan demikian, somasi merupakan surat perintah atau peringatan (surat teguran). di mana dalam masalah ini, Walhi memiliki sikap untuk memperingatkan (menegur) karena pemerintah dianggap lalai dalam menunaikan hak-hak masyarakat khususnya dalam hal kebersihan udara. Karena polusi asap sudah dianggap melanggar hak tersebut. Efek dari somasi lebih lanjut bisa berupa ganti rugi yang diberikan pemerintah kepada masyarakat yang menerima dampak dari kebakaran yang meluas tersebut.

Namun apakah yang dilakukan oleh Walhi dengan mengeluarkan somasi sudah benar-benar dapat dianggap membela kepentingan masyarkat karena pada hakekatnya permasalahan kebakaran hutan tersebut tidak semata-mata kesalahan pemerintah akan tetapi ketika ditelusuri oleh Polri bahwa kebakaran tersebut melibatkan masyarakat yang dengan sengaja melakukan pembakaran untuk membuka lahan baru juga melibatkan pengusaha swasta.

Jika melihat permasalahan tersebut, pemerintah sudah membuat kebijakan melalui kementrian tentang perlindungan hutan dan pemerintah daerah selaku kepanjangan tangan pemerintah pusat  tentang pemanfaatan hutan untuk lahan produktif yang dikelola swasta, akan tetapi aspek yang mesti dituntaskan adalah bagaimana mengusut bahkan mengadili perusahaan yang sengaja melakukan pembakaran sehingga efeknya justru asap mencemari udara. Bahkan jika perlu somasi tersebut semestinya juga dilimpahkan kepada Perusahaan yang dengan sengaja melakukan pengrusakan namun akibat hukumnya tidak hanya berupa teguran dan peringatan akan tetapi penjatuhan hukuman berat dan ganti rugi yang setimpal.

Aspek yang kedua, mengadili masyarakat yang dengan sengaja melakukan perusakan hutan apalagi dengan melakukan pembakaran sehingga tindakan tersebut tidak berulang.

Jika ternyata kedua aspek tersebut sudah dilakukan oleh aparat penegak hukum, semestinya pemerintah memfasilitasi upaya preventif dengan melakukan sosialisasi dan penyuluhan mengenai teknis dalam membuka lahan sehingga memahami bagaimana cara membuka lahan yang benar dan mengetahui efek yang terjadi jika pembakaran hutan dilakukan dengan melibatkan lembaga swadaya masyarakat. Namun demikian, keberadaan LSM tersebut juga semestinya juga transparan sehingga apa yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi permasalahan kebakaran hutan dapat dilakukan dengan terbuka, akuntable dan profesional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun