Benarkah kata pepatah lain ladang lain belalang, lain lubuk lain belutnya (eh lain ikannya). Begitu juga selaras dengan apa yg terjadi pada negara Turki di bawah kendali Tayyip Erdogan, beberapa hari ini tengah diguncang oleh aksi kudeta militer demi menjatuhkan seorang pempimpin yang dicintai rakyatnya itu.
Kudeta yang dilakukan sekelompok orang dari kalangan militer ini menewaskan ratusan orang dari warga sipil dan ternyata aksi menggulingkan kekuasaan sang presiden ini bernasib sama dengan apa yang dilakukan oleh partai komunis yang dulu sempat mau mengkudeta bangsa Indonesia karena ambisi kekuaan segelintir orang. Dan ternyata aksi kudeta ini nyatanya karena pengaruh dukungan negara lain yang ingin menghancurkan sendi-sendi pemerintahan yang sah.
Untung tak dapat ditolak, ternyata Erdogan justru mendapatkan dukungan dari rakyatnya yang ternyata mencintai pemimpinnya ini dengan setulus hati. Oknum militer yang ingin menggulingkan pemerintah yang sah harus menelan pil pahit karena tidak mendapatkan mayoritas masyarakat Turki. Tidak mendapatkan untung malah sebaliknya, sekelompok penyamun di negeri sendiri itu kini siap-siap menghadapi hukuman mati lantaran aksi brutal dan makar terhadap pemerintah dan negara ini.
Betapa sebuah aksi kejahatan yang ingin merusak ketentraman belum tentu dan bahkan tidak pernah mendapatkan dukungan dari masyarakat. Meskipun fitnah-fitnah dan aksi propaganda merusak nama baik presiden, nyatanya aksi itu hanya berujung kesia-siaan. Hukuman mati sudah pasti, kekuasaan hanyalah mimpi dan gigit jari.
Terlepas dari apa yang terjadi di Turki, ternyata di negeri ini (Indonesia) justru menjadi alat propaganda dan adu domba oleh segelintir orang yang "mengaku" Jokowi haters atau jokowi lovers atau pendukung presiden Jokowi atau pembencinya. Padahal jika melihat sepak terjang sosok-sosok pendukung atau pembenci, tidak satupun yang berani secara terang-terangan mengatakan bahwa mereka ingin mengkudeta pemerintah. Hanyalah opini-opini yang kadang memperkeruh suasana. Mereka berada di balik dinding ambisi atau kelompok tertentu yang ingin mendapatkan keuntungan sementara dengan cara membakar emosi penduduk di negeri ini.
Sungguh menurut hhemat penulis, aksi propaganda dan adudomba dengan mengaitkan antara Indonesia dan Turki adalah tindakan konyol atau kalau boleh dikatakan bodoh lantaran tidak ada hubungan yang signifikan antara dikudeta maupun tidaknya jika dihubungkan dengan Indonesia. Ibarat kata, mau apapun yang terjadi di negara lain, negeri kita tetaplah Indonesia yang terus bergelut dengan masalah ekonomi, sosial, pertahanan dan yang lebih fokus lagi terkait aksi terorisme yang semakin mengkhawatirkan.
Secara perlahan rakyat terjebak pada dikotomi dan pandangan miring bahwa apa yang terjadi pada Turki akan berimbas pada Indonesia. Padahal tidak ada yang berkaitan sama sekali. Akan tetapi jika kasus itu benar-benar terjadi di negeri ini, maka itu adalah mimpi buruk yang akan terulang dan akan meninggalkan luka yang pernah terjadi di negeri ini.
Selain itu tersirat sesaat dalam fikiranku, betapa kudeta itu berarti pemimpinnya amat tidak disukai atau malah tidak diinginkan oleh rakyatnya, ternyata j justru membuat bangsa ini menjadi terkotak-kotak. Antara yang mendukung kudeta dan tidak sepertinya saling gontok-gontokan dan menunjukkan sikap yang berbeda dan berlebih-lebihan. Padahal apalah artinya untuk kita, yang menjadi kuli tetaplah menjadi kuli dan siapa yang menjadi karyawan tetaplah menjadi karyawan.Â
Yang pasti, akhirilah kekeruhan ini dengan mengingat kembali bahwa masalah di negeri ini masih sangat kompleks dan itu tidak akan selesai tanpa campur tangan kita selaku warga negaranya yang baik.
Salam hangat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H