Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Saatnya Ekspresikan Suara Hatimu Secara Jujur

27 Februari 2016   19:34 Diperbarui: 28 Februari 2016   07:22 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Gambar emoticon di Facebook (sumber: Facebook.com)"][/caption]Saya penasaran loh dengan tulisan teman yang katanya Facebook sudah membuat gambar emoticon beraneka bentuk, ada yang suka, yang biasanya juga muncul sebelum emoticon ini dibuat karena kalau sudah friend biasanya gak sungkan-sungkan memberikan tanda LIKE itu, lantaran pembaca status itu memang suka dengan status teman. 

Meskipun kadangkala kita menyukai status bukan karena suka, tapi gak enak hati. Si pembaca khawatir dibully, dinyinyir atau dianggap tidak kawan lagi. Dan lebih seram lagi kalau ujung-ujungnya disindir-sindir. "Hai loe, dah lama gak LIKE gua, kenapa sih loe? Apa sudah gak kenel gua lagi?". Atau ungkapan lagi yang boleh jadi bervariasi antara member satu dengan member lainnya. 

Sama seperti di Facebook, di Kompasiana pun sejatinya kita diberikan keleluasan dan kebebasan berpikir serta  berpendapat terhadap tulisan kita, termasuk bagaimana kita menanggapi tulisan teman-teman. Apakah kita sekedar menengok sebentar lalu ngiprit (kabur) atau membacanya sampai selesai. Hit and run istilahnya. Setelah selesai malah bergumam "walah, tulisan kayak gini bisa HL, adminnya buta kali' ya?". Atau secara jujur menuliskan komentar lantaran gak enak hati. Ini masih mending sih, dia mau berkomentar, lah gimana kalau berkomentar tapi isinya menyakitkan. Misalnya : "mas tulisamu iku loh parah banget, gak pantes koe nulis nang Kompasiana".  (Mas tulisan kamu jelek banget, gak pantas kamu nulis di Kompasiana).

Tapi itulah penilaian, ekspresi dari kejujuran hati si pembaca, apakah ia benar-benar suka karena "teman" atau suka karena memang isinya yg pantas untuk disukai. Begitu pula jika tak suka, pun bisa disuarakan di situ. Boleh dengan kemarahan atau tidak memberikan like sama sekali. Yang pasti, semua bentuk penilaian itu murni keluar dari hati nurani.

***

Apa sebenarnya makna-makna dari emoticon di Facebook?

JEMPOL (LIKE)

Menurut saya loh, entah apa yang melatar belakangi Mark Zuckerberg. membuat emoticon tanda jempol itu? Apakah ia memberikan kesempatan kepada semua member Facebook untuk berusaha menyukai status apapun yang ia baca. Bahkan kalau perlu sebelum orang lain menyukai status itu, yang punya status semestinya berpuas diri dan membubuhkan tanda like di statusnya itu.

Wujud nyata bahwa status yang ditulis benar-benar ia inginkan. Bukan sekedar omong kosong atau sumpah serapah. Atau sebagai pelampiasan ungkapan perasaan yang menyakitkan. Jadi ketika ia menulis status itu, ia berharap bukan dirinya sendiri yang suka, orang lainnya kalau bisa ya suka. Jadi dengan member sebanyak 1800 orang semestinya menyukai status kita. Tapi ya itu tadi, di antara friend list yang ada di akun Facebook kita tentu di antara mereka banyak yang tidak aktif lagi. Atau karena jeda penayangan status di fb cukup cepat, maka banyak teman yang tidak tahu status apa yang telah kita buat atau luncurkan.

Maka pantas saja, ketika kita menulis status, paling-paling yang LIKE hanya beberapa gelintir orang. Boleh jadi juga karena ia sebenarnya kadung berteman dan emoh menghapus pertemanan karena gak enak hati, jadi meskipun melihat status yang katanya teman, maka seolah-olah tidak melihatnya. Abaikan saja.

Sama seperti di Kompasiana, meskipun setiap hari ada ratusan artikel, fiksi maupun non fiksi, maka tak jarang hanya beberapa gelintir orang yang bersedia membuka. Membuka belum tentu membaca lantaran isinya kurang menarik, tidak aktual atau justru membosankan. Atau lebih dari itu isinya yang kurang berkenan kepada pembaca, maka tak ingin ia melihat lebih lama lagi apalagi menitipkan komentar dan penilaian di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun