Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Prihatin, Ketika Anak Didikku Membawa Alat Kontrasepsi

8 Agustus 2015   15:54 Diperbarui: 8 Agustus 2015   15:54 1187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Awasi barang bawaan (tas sekolah) anak-anak kita"][/caption]

Betapa pagi itu serasa heran  dan mengejutkanku. Tepatnya di awal aku melaksanakan tugas lagi setelah beberapa pekan menikmati hidangan liburan bersama keluarga ketika akhir puasa dan idul fitri yang kebetulan akhir masa tahun pelajaran. Tentu kejadian yang saya anggap amat mengherankan lantaran salah satu anak didik yang kebetulan siswa baru di kelasku lantaran baru saja berganti kelas. Seorang anak yang dikategorikan difable, anak berkebutuhan khusus tersebut membawa alat kontrasepsi di dalam kantung tas sekolahnya.

Meskipun tubuhnya cukup tambun dan terlihat besar, tapi kemampuan kognisinya amat rendah apalagi kejiwaannya, tentu amat labil dan sepatutnya mendapatkan kontrol dari orang-orang di sekitarnya. Maklum, anak-anak difable khususnya tuna grahita, memiliki kecenderungan kecerdasan di bawah rata-rata anak normal. Jadi keberadaan orang-orang di sekitarnya dalam melakukan pengawasan amat dibutuhkan.

Tak perlu ditulis di sini apa jenisnya, yang pasti alat kontrasepsi itu tak layak dibawa oleh anak sekolah dan di bawah umur. Apalagi anak yang terus terang masih dini jika harus mengenal salah satu benda terlarang bagi anak-anak sekolah lantaran bisa disalahgunakan.

Awalnya, saya seperti biasa melaksanakan tugas di pagi cerah itu dengan canda gurau dan bertanya terkait liburan sekolah. Dan tak lama saya meminta anak-anak menggambarkan salah satu benda yang ia temukan ketika berlebaran, semisal kue atau benda-benda lainnya.

Ternyata, dengan sangat polos, sang anak justru menjawab bahwa ia tak membawa perlengkapan belajarnya. Saya kurang percaya dengan pernyataan si anak, maka saya berusaha mengecek ke dalam tas sekolah. 

Tak disangka dan diduga, tas yang semula biasanya berisi peralatan sekolah, hanya beberapa buku sedangkan alat belajar seperti pena, pensil, penghapus dan krayon sama sekali tidak tersedia. Dan lebih terkejutnya lagi, ternyata di dalamnya justru tersimpan alat kontrasepsi.

Dalam keterkejutan tersebut, saya pun berusaha menghubungi anggota keluarganya dan mengkonfirmasikan apa yang sudah saya temui. Tak perlu menunggu lama, sang pengantar (yang kebetulan kakaknya) mengatakan bahwa alat kontrasepsi itu mungkin milik kakaknya yang kebetulan lupa tidak diamankan. Terlihat dari raut wajahnya perasaan malu dan bersalah lantaran menemukan sesuatu yang hakekatnya tak pantas dilihat anak-anak.

Seketika itu, saya pun menyampaikan nasehat agar orang tua atau keluarganya memeriksa kembali bawaan anak ketika hendak berangkat sekolah. Jadi jangan sampai sang anak yang tujuan awalnya untuk menuntut ilmu, ternyata justru mendapatkan pengetahuan yang belum sepantasnya belum ia dapatkan.

Ketika Anak Hendak Bersekolah, Kemana Orang Tua Mereka?

Kejadian itu membuat hati saya kecewa sekaligus mengelus dada. Mengapa sang anak yang memang memiliki kondisi kejiwaan yang labil dan kemampuan intelegensinya amat rendah justru kurang mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Apakah anak-anak model ini memang mendapatkan stempel kelas dua? Jadi dari segi perhatian selalu di nomorduakan? Kalau faktanya demikian, tentu kondisi ini sungguh memilukan. Lantaran seorang anak dengan berbagai karakter dan pembawaan dirinya tentu merupakan sama-sama amanah Tuhan yang harus diperhatikan secara concern atau serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun