Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pencabutan Subsidi BBM, di Balik Pro dan Kontra

14 Agustus 2014   16:47 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:34 1066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para nelayan yang tergabung dalam From Nelayan Bersatu berdemo menolak pencabutan subsidi BBMNelayan, (antaranews.com)

Subsidi BBM memang dari mula diluncurkan oleh pemerintah mengundang pro dan kontra, ada yang sepakat dengan subsidi tersebut dan tak sedikit pula yang menolaknya dengan pertimbangan lain yang juga logis.

Perbedaan pandangan mengenai subsidi tersebut juga dipengaruhi sisi kepentingan yang melingkupinya. Jika subsidi di arahkan secara benar kepada hal yang urgen bagi kesejahteraan rakyat, tentu semua akan mendukungnya. Tapi berbeda hal jika dimanfaatkan oleh segelintir orang dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat.

Baru-baru ini juga akhirnya subsidi BBM mulai dicabut (dikurangi) sedikit demi sedikit, tentu saja pemerintah ingin menggunakan anggaran negara yang berjumlah trilyunan tersebut untuk hal-hal yang lebih konkrit, seperti menjalankan jaminan kesehatan bagi semua kalangan dan tentu saja memberikan subsidi sebanyak-banyaknya bagi pertanian, kesehatan, pendidikan dan pembangunan infrastruktur secara merata ke semua daerah sebagaimana program pemerintah saat ini.

Pasca dicabutnya subsidi BBM khususnya solar, para pengusaha langsung meradang, tak sedikit mereka memberikan penolakan dengan mempresure pemerintah bahwa jika subsidi benar-benar dicabut akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal. Tentu saja ancaman ini membuat pemerintah menjadi bingung dan terkesan diperalat dan dipaksa oleh pengusaha. Dengan bahasa sederhana "Jika subsidi BBM dicabut, siap-siap saja pekerja saya PHK".

Bahkan ketika saya melihat demonstrasi para karyawan SPBU di Jakarta beberapa waktu lalu, hakekatnya merupakan ulah para pengusaha karena ingin menekan pemerintah dengan membatalkan peraturan pemerintah tersebut.

Alasan mereka dengan naiknya harga BBM khususnya solar, tentu saja akan mengurangi keuntungan perusahaan dan menaikkan anggaran belanja perusahaan yang tentu saja berdampak bagi defisit keuntungan besar mereka.

Karena pertimbangan berkurangannya keuntungan perusahaan, maka acapkali melakukan upaya-upaya intervensi agar para karyawannya melakukan mogok kerja, berdemo menuntut dibatalkannya pencabutan BBM dengan alasan karena pencabutan tersebut mereka akan dirumahkan.

Lain dari penolakan pengusaha dan karyawan, sejatinya pencabutan (pengurangan) hendaknya diprioritaskan pada subsidi bagi kendaraan pribadi. Karena selama ini rata-rata konsumsi BBM kita banyak dimanfaatkan oleh pemilik kendaraan pribadi. Sebagaimana keterangan Menko Perekonomian Chairul Tanjung beberapa waktu lalu. Kompas.com. Dan sudah pasti jika pengguna terbanyak kendaraan pribadi dengan estimasi pengisian BBM puluhan liter, dampaknya kendaraan roda dua dan angkutan umum jadi kehabisan stock.

Memang tragis dan membuat miris, tatkala pemerintah ingin mengalokasikan anggaran negara pada hal-hal yang benar-benar menyentuh persoalan rakyat, justru harus ditelikung dan dilawan oleh pengusaha selaku pemberi pekerjaan bagi ribuan pengangguran. Padahal jika benar ancaman perusaan ingin merumahkan ribuan pekerjanya, tentu saja pemerintah akan menemukan masalah baru terkait tingginya angka pengangguran. Padahal sampai saat ini saja, program pemerintah terkait industri kreatif dan rumahan secara mandiri belum sepenuhnya berhasil. Sehingga dampaknya akan benar-benar dirasakan oleh rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun