Siapakah yang tak mengenal BPJS yang mulai tahun 2014 ini sudah menjadi program asuransi kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat? Dan siapa pula yang tak senang dengan sistem pengobatan yang tergolong ringan bila diukur dari biaya pengobatan bagi rakyat menengah ke bawah? Tentu saja, kita semua mengenal sistem asuransi ini dan tentu saja kita sangat menyenangi karena terbantu dengan adanya program yang sangat membantu rakyat kecil a la BPJS ini.
Program asuransi yang ditelurkan oleh Kementerian Kesehatan di era Bapak Susilo Bambang Yudhoyono dan saat ini diteruskan kembali oleh Presiden Joko Widodo, meskipun bulan Oktober nanti barusan akan dilantik, tapi mengingat program ini menyentuh ke seluruh lapisan masyarakat maka keberadaannya dan segi manfaat serta kualitasnya berharap akan ditingkatkan.
Program asuransi yang dibuat untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat Indonesia tanpa pandang bulu, inipun sudah banyak dirasakan manfaatnya dan benar-benar sangat membantu dalam bantuan layanan kesehatan. Tentu saja dengan angsuran kecil tiap bulan sekitar 4,5% s.d. 5%, asuransi kesehatan ini memberikan pengobatan gratis hingga operasi tanpa dimintai biaya-biaya lain yang sejenis dan memberatkan. Karena sistem pembiayaannya memakai tekhnik subsidi silang. Yakni kurang lebih yang sehat membantu yang sakit atau yang kaya membantu yang miskin.
Akan tetapi, memang setiap pengobatan tentu dikembalikan pada si pasien yang merasakan manfaatnya ketika mereka terkena gangguan penyakit. Jika mereka merasa dengan sistem BPJS ini anggotanya merasa puas dengan pengobatannya, tentu saja tidak menjadi persoalan. namun berbeda sekali jika jika justru sebagian masyarakat lebih memilih dan lebih percaya dengan pengobatan alternatif.
Saya jadi teringat dengan anak sekolah dasar yang menurut beberapa pasiennya memiliki kelebihan karena mendapatkan batu "pusaka" dari langit yang dapat digunakan untuk mengobati bermacam-macam penyakit. Ialah Ponari seorang tabib anak-anak dari Jawa Timur. Meskipun di tahun-tahun pertama pengobatannya menerima jumlah pasien yang cukup fantastis, namun seiring dengan semakin bertambahnya pasien justru para ahli kesehatan menganggap sistem pengobatan ala Ponari ini dianggap pengobatan "bohongan". Padahal tidak hanya satu dua orang yang mendapatkan kesembuhan lantaran diobati oleh Ponari, tapi karena dari sisi praktik medis tidak ilmiah maka praktek pengobatan inipun saat ini ditentang.
Berbeda dengan Ponari, dua hari inipun saya dikejutkan dengan pengobatan alternatif yang melayani dari berbagai daerah. Tepatnya si tabib (paranormal) disebut dengan Uni, mungkin panggilan ini lebih akrab di telinga para pasiennya, beliau membuka praktik pengobatan alternatif dengan media yang lebih menitik beratkan pada totok syaraf (dengan cara dipukul di bagian-bagian tertentu) dan menggunakan dibantu dengan zikir.Selain totok syaraf dan dibantu media zikir, ahli pengobatan ini menggunakan media air yang menurut beberapa pasien sudah diisi doa-doa.
Perempuan ini, tergolong masih muda, sekitaran 35 tahunan, tapi ternyata memiliki kelebihan dalam menyembuhkan beragam penyakit. Meskipun terlihat sepele, faktanya beberapa mantan pasien rumah sakit lebih memilih berobat ke tabib ini. Bahkan yang saya tak habis pikir dan salut, meskipun pengobatannya sederhana tapi pasiennya berdatangan dari berbagai penjuru daerah. Selain banyak yang berhasil disembuhkan, beliau tidak mematok biaya yang tinggi akan tetapi ala kadarnya dan seikhlasnya, semampunya pasien. Mungin inilah yang menarik perhatian dari para pasien yang ternyata pengobatannya sangat mujarab.
Sang tabib, kini membuka tempat praktik di bedeng 45, Batanghari Lampung Timur. Meskipun tabibnya masih muda manis seperti matang manggis, tapi banyak juga pasien dari rumah sakit yang berpindah ke tempat praktik beliau dengan alasan tertentu. Yang pasti semua pasien ingin berharap kesembuhan dari penyakitnya lantaran mencari obat bisa di mana saja asal disertai keyakinan bahwa yang memberikan kesembuhan hanyalah Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Sedangkan sang tabib hanya sebagai perantara kesembuhan.
Mulanya saya menganggap sang tabib adalah sosok yang sudah tua dan umumnya memakai pakaian yang khusus, tapi ternyata melihat penampilannya sungguh biasa saja. Berbeda dari apa yang dilihat dengan kemampuannya dalam mengobati para pasiennya.
Menurut pasien yang sudah menjalani terapi karena kangker yang dideritanya, pada awalnya beliau menggunakan gunting yang katanya untuk membuang akar-akar penyakit, kemudian beberapa kali beliau melakukan aksi totok syaraf dan pijatan khusus yang tentu saja hanya si tabib yang lebih memahami metode ini. Meskipun katanya dioperasi ternyata sama sekali tidak melukai sedikitpun.
Melihat antusiasme dari pasien keraguan yang sempat menyeruak kini sedikit sirna, tentu saja karena di antara pasien tersebut yang mengaku mendapatkan manfaatnya tatkala keluarga yang terkena kangker usus mengalami kesembuhan secara berangsur-angsur meski tanpa operasi dan injeksi. Hanya berbekal air putih doa sebagai obatnya.