Pekerjaan yang bersifat melayani memang gampang-gampang susah. Karena dibutuhkan kecermatan dan sikap tanggung jawab bagi orang yang terjun di dunia pelayanan. Dibilang mudah karena dengan satu fasilitas yang baik dan nyaman maka pelanggan akan terus berdatangan. Bahkan para pelanggan tersebut tidak akan berpindah ke lain hati kecuali ketika customer mendapati pelayanan yang tidak maksimal atau justru merugikan. Begitupula jika si penjual jasa tersebut bekerja tidak profesional dan tidak menjaga nama baik atau image positif dari konsumen, maka jangan berharap usahanya akan awet dan bertahan lama.
Terkait usaha dalam bidang jasa, jasa transportasi yang dikelola oleh angkutan umum atau kalau dalam bahasa awamnya disebut angkot, sejak dimunculkan moda transportasi ini memang mengalami situasi naik turun. Naik turunnya pelayanan dan fasilitas yang tersedia pun diimbangi dengan fluktuatifnya minat konsumen untuk menggunakan jasa transportasi ini. Tak dapat dihitung jumlah pengguna yang sampai berjejal-jejal dan ngantri menunggu disisi jalan kota, sehingga sampai-sampai jumlah kendaraannya harus bertambah setiap tahun. Namun kadangkala sepinya penumpang turut menghinggapi jasa ini. Wajar saja para sopir mengeluh lantaran minimnya penghasilan sedangkan setoran kudu dibayarkan setiap harinya. Karena jika setoran tidak sesuatu target perusahaan maka jangan berharap gaji tinggi akan didapatkan.
Bahkan menurut pengamatan saya, para sopir akan kembanjiran pemasukan jika penumpang angkot ini berjibun dan sebaliknya mereka akan gigit jari dan merana jika setoran tak sesuai target. Tak sedikit para sopir ini berangkat keluar modal, pulangnya justru nombok lantaran bensin kendaraan habis untuk hilir mudik mencari penumpang.
Tapi yang cukup membuat saya terkesan, ketika para sopir masih muda dan ramah apalagi mobil angkotnya terbilang masih kinyis-kinyis serta soundsystem yang menghentak, maka penumpang akan membeludak. Terutama penumpang gadis-gadis muda yang doyan dan pilih-pilih kendaraan yang mentereng plus sopir yang ganteng.
Setiap hari si sopir tentulah mendapatkan banyak masukan dan bonus dari sang bos karena setorannya sudah terpenuhi bahkan melampaui target. Ini jika kendaraan tersebut merupakan kendaraan model angkot, metro mini atau bus.
Saat-saat paling menguntungkan bagi jasa transportasi ini sudah berpuluh-puluh tahun yang lalu, tatkala para sopir masih menjaga tradisi ramah dan santun dalam berkendaraan. Di tambah lagi keamanan di dalam kendaraan yang masing terjaga. Maka wajar saja di tahun-tahun tersebut angkot menjadi primadona bagi para pemudik dan penumpang yang memang menggantungkan pekerjaannya dengan jasa transportasi massal ini. Alasannya sudah jelas karena biayanya murah dan karena ketiadaan kendaraan pribadi seperti sepeda motor yang masih tergolong mahal dan langka. Alasan inilah yang menjadi pemicu kendaraan angkutan umum ini laris manis.
Tapi akhir-akhir ini fenomena ketertarikan pengguna layanan transportasi ini semakin menipis. Alasannya karena sekarang kendaraan pribadi sudah dapat dibeli dan kecenderungan penumpang umum beralih kepada kendaraan pribadi lantaran keamanan di dalam kendaraan tidak terjamin; seperti adanya pencopetan, pedagang asongan dan kendaraan yang mengetem terlalu lama serta kebiasaan kendaraan umum ini yang menaikkan serta menurunkan penumpang semau gue tanpa mempertimbangkan kenyamanan penumpangnya.
Ketidak nyamanan dan ketakutan pun banyak dikeluhkan para penumpang. Termasuk saya sendiri yang pernah menjadi korban pemerasan di dalam angkot dan pernah menyaksikan aksi pencopetan dari sekawan penjahat yang biasanya dikerjakan oleh beberapa orang. Parahnya lagi sang sopir seperti membiarkan aksi kejahatan ini tetap berlangsung di dalam angkot. Saya menduga ada sebagian sopir yang memang bekerjasama dengan para pencopet atau perampok ini. Namun, ada pula karena para sopir ini yang juga ketakutan jangan-jangan sopirnya diancam atau dibunuh lantaran membela penumpang. Posisi sopir sepertinya cari aman saja.
Tidak hanya aksi copet dan perampokan di dalam angkot, aksi pemerkosaan dan pencabulan seringkali dialami para penumpang kendaraan tersebut. Dan tak hanya sekali dua kali, bahkan berkali-kali para penjahat tersebut melakukan aksi yang sama dan ternyata ketika kasus ini diusut aparat kepolisian ternyata melibatkan sang sopir dan kondektur. Situasi inilah yang semakin menjauhkan minat penumpang untuk menggunakan angkot sebagai moda transportasi pokok dalam pekerjaan mereka.
Aksi pemerasan atau perampokan di dalam angkot pernah terjadi pada diri saya, atau penumpang lainnya yang sama-sama menggunakan kendaraan umum ini. Sekitaran tahun 2003 setelah saya kembali dari Jakarta. Kebetulan di Terminal Rajabasa Lampung suasana sudah mulai gelap dan suasana sudah semakin sunyi. Hanya beberapa orang yang sudah menunggu di dalam angkot (bus) untuk pulang ke kampungnya. Kendaraan pun sudah mulai sepi lantaran memang waktunya mereka harus mengandangkan kendaraan mereka.
Tapi siapa yang menyangka, tatkala dalam kondisi kelelahan beberapa pelaku kejahatan sudah memasuki bus yang saya tumpangi. Dan seketika itu pula mereka mulai memaksa para penumpang untuk menyerahkan uangnya. Ada beberapa orang yang rela menyerahkan uangnya karena rasa takut yang mendera. Karena sekawan penjahat tersebut tidak hanya satu orang tapi ada beberapa orang yang sudah bersekongkol. Dan sampailah aksi mereka untuk merampok saya. Dengan penampilan keren mereka beranggapan bahwa saya akan takut jika mereka mengancam. Meskipun dalam hati tetap ada rasa takut karena mereka mengancam akan menusuk dengan senjata tajam, tapi alhamdulillah kejadian tersebut seketika terhenti dan para perampok tersebut pergi dengan sendirinya ketika saya mulai membentak dan memberanikan diri. Tapi masih saja uang 10 rb diminta. Sedangkan penumpang lain mungkin lebih dari yang saya berikan.