Rumah ibarat tempat yang istimewa dan penuh dengan fenomena. Banyak kesuksesan diawali dari sebuah rumah. Bahkan dalam sebuah mitos tertentu rumah bisa membawa rezeki jika memang sesuai dengan itung-itungan tradisi dan kepercayaan tertentu. Misalnya pada etnis Jawa, dahulu tidak gampang jika kita ingin membangun rumah karena harus melalui hitung-hitungan weton yang cukup rumit dan biasanya yang memiliki kemampuan berhitung itu orang-orang tua dahulu yang memang asli dari tanah Jawa. Meskipun saat ini tradisi ini sudah mulai ditinggalkan, tapi masih ada saja yang mempercayai bahwa tidak boleh asal membangun rumah jika ingin keluarganya sejahtera.
Tidak hanya etnis Jawa, etnis Tionghoa justru lebih rumit dengan berpedoman pada fengshui maka seseorang yang ingin membangun rumah ia harus mengetahui aturan-aturan dalam ilmu ini, sebuah mitos tapi kebanyak etnis Tionghoa cukup meyakini kebenarannya. Bahkan saat ini tidak hanya rumah pribadi yang memakai ilmu fengshui, banyak pengembang properti modern yang sengaja menyampaikan kelebihan dan kekurangan sebuah tempat atau bangunan berdasarkan ilmu ini. Mereka beranggapan jika memakai kaidah fengshui rumah tersebut akan diberikan keberuntungan dan rezeki yang berlimpah.
Selain kedua etnis ini, saya kira ada banyak etnis yang juga menggunakan aturan-aturan baku berdasarkan tradisi yang mereka yakini secara turun temurun.
Tidak hanya urusan proses pembangunan yang seringkali menggunakan aturan-aturan ketat berdasarkan tradisi, karena banyak orang yang ternyata harus mengalami konflik disebabkan karena persoalan rumah. Sebuah rumah ibarat istana, ketika sebuah istana sudah digadaikan demi bisnis maka acapkali bahkan seringkali rumah ikut tersita lantaran usaha yang cenderung merugi.
Apalagi berurusan dengan pembiayaan perbankan. Karena sertifikat tanah digadaikan maka secara otomatis rumahpun ikut tergadai. Semula tanah yang hendak dileasingkan tapi ujung-ujungnya rumahnya juga ikut diambil pihak bank. Kita tanah beresiko rumahnya harus pula ikut tergadai. Beruntung jika rumah tersebut memang bukan satu-satunya, jadi dia dapat tinggal di rumah yang lain tanpa menanggung risiko beban hutang dan angsuran pinjaman uang.
***
Terkait dengan beresikonya apabila rumah dijadikan jaminan perbankan, karena beberapa waktu lalu, ada seorang pengusaha perniagaan. Sebut saja RM (40 th) adalah seorang pebisnis, bisnisnya di bidang jual beli hasil pertanian. Menurut kacamata pebisnis, usaha ini seringkali memberikan keuntungan besar, tapi tidak sedikit yang harus kandas di tengah jalan. Karena risiko yang seringkali mereka dapatkan.
Para awal-awal bisnisnya, RM termasuk beruntung, karena didukung oleh istri, anak-anak dan tentu saja keluarga besarnya. Sedikit demi sedikit usahanya semakin meningkat.
Karena merasa usahanya sudah merangkak naik, di sekitaran tahun 2009 ia pun melakukan peminjaman di salah satu Bank swasta di daerah saya, besaran awal kurang lebih 15 juta rupiah dengan menggadaikan sertifikat tanah yang kebetulan tanah tersebut berdiri bangunan yang telah ditempatinya bertahun-tahun.
Tepat sekali, pasca melakukan peminjaman di bank, RM merasa bersemangat untuk meningkatkan usahanya. Akhirnya karena merasa sudah mendapatkan tambahan modal, iapun menaikkan jumlah pembelian hingga berkali-kali lipat. Tapi sayang sekali kebanyakan model pembeliannya dihutang dahulu. Otomatis sama halnya seperti menghutang karena itu ia harus membayar lebih mahal dari harga biasanya.
Karena masih yakin bahwa usahanya akan maju, iapun kembali meminta tambahan pinjaman kebank yang sama untuk menambah modal. Dan sayangnya justru modal tersebut justru untuk mengkredit sebuah truck demi mengangkut hasil pertanian. Kami sempat menduga usahanya lancar-lancar saja sampai-sampai bisa membeli mobil, dan tak menyangka bahwa truck tersebut hasil dari kredit.