Semakin hari semakin lama beritanya semakin ngelantur (menurut saya) tapi mungkin bagi para politisi di Kompasiana berita yang saat ini berkembang justru bisa jadi lebih intens dan fokus. Sebab dengan trik sulap atau trik adu pintar, mereka berusaha meraba-raba atau menebak-nebak kayaknya ini loh Capres dan Cawapres yang paling mumpuni. Meskipun akhirnya opini-opini yang berkembang justru para capres /cawapres yang dahulunya merintis karir dengan sangat apik harus menjadi buruk citranya, tentu saja ulah para penulis politik yang seringkali menurut selera dan kepentingan masing-masing.
Sebagaimana menilai seseorang tentu saja kita semua harus positif thinking, dengan memunculkan statement yang baik bahwa semua Capres/Cawapres memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sehingga prasangka positif itulah sejatinya yang harus dimunculkan terlebih dahulu sebelum men-judge mereka.
Meskipun awalnya adalah memandang positif dan menilai semua tokoh yang digadang adalah semuanya baik, namun semakin samar atau bias makna positifnya jika ditinjau dari sudut pengalaman pribadi dan kepentingan yang mengiringi. Tentu saja karena pengalaman pribadi "apalagi pengalaman pahit" dan karena faktor agama tertentu menjadikan seseorang menjadi patah arang dan memblack list siapapun yang tidak disukai serta tak kan mendapatkan tempat sedikitpun dihati para pembencinya.
Karena faktor stigma negatif dan opini yang seringkali berlebih-lebihan dalam menilai seseorang, ditambah lagi karena ada unsur "dendam lama" maka yang terucap dan dan tertulis dari sebuah opini adalah keburukan semata. Kalau A ya mesti A nggak ada yang lain. Jika ada yang lain putussss.
Sebagaimana pula yang selama ini menjadi perdebatan di kalangan penulis senior atau yunior, politisi kawakan atau sekedar ngikut-ngikut, mereka semuanya berusaha membela mati-matiah seseorang yang dianggap sudah berjasa dan dianggap baik bagi mereka sehingga apapun yang dilakukannya selalu bernilai positif, meskipun dalamnya hati siapa yang tahu.
Begitu juga ketika menemui seseorang yang dibaca karakternya dianggap buruk, maka setiap langkah apapun yang dilakukan pastilah mengundang sentimen negatif. "jangan-jangan ini hanya trik, atau apalah yang tujuannya adalah sama sekali jauh dari mindset positif.
Tapi itulah manusia, dan itulah bahasa para politisi bagaimanapun juga posisi dan apapun agamanya kalau sudah menjadi "musuh" dalam politik ya harus ditumbangkan dan dikalahkan. Jangan diberi ampun. Berbeda dengan orang yang berusaha netral, mereka memandang semua capres/cawapres adalah orang yang baik. Sebagaimana mereka memandang semua manusia awalnya baik, sebagaimana tabiat awal mereka dilahirkan. Namun karena melihat rekam jejak "kotor" para politisi tersebut, maka sifat baik pun harus terbungkus oleh kain yang beraroma bangkai. Semua menjadi buruk.
Bahkan akibatnya, logika berfikir tak lagi dipakai secara jernih, obyektifitas semakin memudar dan tentu saja menjadikan stigma negatif menjadi senjata untuk mengalahkan dengan bagaimanapun caranya. Namun sayang sekali, dibagus-bagusin toh mereka adalah para politisi yang seringpula mereka menganggap para politisi itu seperti "pagi tempe sore menjadi kedelai", ya begitulah kata-katanya sulit dipercaya. Begitu pula ketika menjelek-jelekkan salah satu calon, meskipun menurut opini jelek, toh tujuan mereka pun hakekatnya baik. Tidak ada pemimpin yang ingin negaranya yang hancur. Dengan kata lain semua menghendaki negara ini menjadi maju dan sejahtera, dengan caranya masing-masing. Terserah merekalah karena mereka yang mempunyai strategi politik yang tentu saja tidak bisa dibaca oleh lawan politiknya.
Namun demikian, tatkala kita selalu mengatakan bahwa si A adalah tokoh yang pantas dimusuhi dan tak layak jadi presiden, toh jika Tuhan menghendaki mereka naik tahta, maka tak ada alasan lain ya harus menerima keberadan mereka. Tak perlu menentang dan menganggap pemilu dicurangi. Kecuali telah diketemukan indikasi kecurang seperti surat suara yang sudah tercoblos sebelum diadakan pemungutan suara.
Sekali lagi, siapapun yang akan menjadi presiden adalah figur dan tokoh yang terlahir dari generasi-generasi terbaik bangsa meski dengan beberapa kelemahannya. Karena tidak ada satupun manusia yang super dan tak memiliki kelemahan.
Sebagaimana jika kita mau melihat jejak demokrasi di Amerika, bangsa kulit putih Amerika menganggap bahwa keturunan Afrika tak berhak menjadi pemimpin di negara tersebut. Bahkan hak-hak mereka pun dikebiri sampai puncaknya ada desakan dan demonstrasi agar hak-hak berpolitik tidak terjadi diskriminasi. Ternyata usaha pun berhasil, Amerika pun tidak hanya dikelola oleh bangsa kulit putih, namun banyak pula bangsa kulit hitam yang ikut menyumbang kesuksesan bangsa Amerika. Dan bangsa-bangsa lain yang pernah merasakan konflik rasial.