Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Gara-gara Black List, Tak Bisa Mengajukan Kredit

16 Desember 2014   21:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:11 1059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Hukum dalam bisnis memang tegas, kalau bisa membawa untung kerjasama lanjut, tapi kalau justru sebaliknya membawa kerugian, maka alamat ditolak oleh pemilik jasa keuangan. Masih beruntung jika hanya disita, bagaimana kalau sampai dianggap penipu dan diblack list atau tercatat sebagai daftar hitam. Kan jadi berabe.

Seperti yang dialami salah satu masyarakat kampung tetangga, mereka sampai sekarang tak bisa mengajukan kredit atau pinjaman ke manapun, dengan alasan mereka (wilayah di mana mereka tinggal) sudah di plat merah atau masuk daftar hitam yang tak akan pernah mendapatkan layanan kredit.

Apa pasal? Awalnya kampung tetangga ini tak mengenal adanya pinjam meminjam bank, ketika ada seseorang yang membawa daftar pinjaman dengan persyaratan yang mudah, tak sedikit yang nimbrung menjadi nasabah baru spesialis peminjam. Bagaimana tidak, selama ini mereka tak pernah menjadi nasabah bank pada umumnya. Di mana para nasabah bank biasanya menjadi nasabah karena ingin menyimpan uangnya agar lebih aman. Tapi mereka tidak melakukannya, tapi semata-mata karena iming-iming mendapatkan pinjaman dengan syarat mudah meskipun tak pernah menabung sedikitpun. Hanya bermodalkan nekat mereka mau meminjam di bank dengan agunan tanah sepetak demi mendapatkan dana segar meski berujung petaka.

Seperti biasa, pihak marketing berkeliling kampung demi mendapatkan nasabah (korban) baru. Mereka menjanjikan proses cepat dengan modal sertifikat tanah, meskipun mereka tak mengerti untuk apa selanjutnya uang pinjaman tersebut. Saking kagetnya mendapatkan uang yang begitu mudah hingga puluhan juta, pengalaman yang tanggung itupun menjerumuskan masyarakat desa ini pada sifat konsumtif. Seandainya sifat konsumtifnya dari uang adem maka tak jadi persoalan. Bagaimana jika uang yang dipakai foya-foya ini adalah uang panas lantaran mereka harus mengembalikannya lagi pada pihak Bank, meskipun uang yang sudah dipotong sewaktu pencarian harus dikembalikan dengan bunga yang cukup banyak.

Uang amblas, tanah pun ikut tersikat oleh bank. Modal tak berkembang menjadi usaha, tanah satu-satunya justru di embat bank lantaran mereka tak menyelesaikan kewajibannya kepada bank ini.

Kasus tidak selesainya urusan pada pihak bank tidak hanya satu atau dua orang, lantaran rata-rata mereka loba terhadap pinjam-meminjam di bank. Dampaknya sampai saat ini nama-nama yang tinggal di kampung tersebut tidak bisa melakukan pinjaman sama sekali, meskipun mereka nasabah baru lantaran bank khawatir uang yang dipinjamkan justru tak kembali.

Seperti biasa, jika bermasalah dengan satu bank, maka bank lainnya ikut memberikan stempel merah lantaran khawatir uangnya tak jelas juntrungnya. Setelah saya telusuri dan sesuai dengan aturan perbankan, bahwa nama kita selalu tercatat secara online oleh pihak jasa keuangan. Kita tidak bisa menggunakan nama lain untuk meminjam. Apalagi saat ini KTP sudah cukup sulit dipalsu. Seandainya bisa (pemalsuan KTP oleh China) maka hanya orang-orang tertentu yang berkocek dalam yang bisa mengelabui pihak perbankkan dan leasing.

Lain bank lain lagi kasusnya, karena selain di black list oleh bank, ternyata mereka juga tak dapat melakukan kredit ke lembaga pembiayaan. Misalnya si A ingin melakukan kredit sepeda motor, jika sudah pernah gagal menyelesaikan proses kreditnya, maka si A tersebut tak dapat menerima kreditan lagi.

Masyarakat sempat mengeluh lantaran kasus yang disebabkan oleh orang lain, bagi yang belum melakukan kesalahan ternyata juga mendapatkan imbasnya. Karena kampung ini dicatat sebagai kampung yang paling mbandel dan tak disiplin lantaran memiliki tanggungan kredit. Seperti itulah kira-kira anggapan pihak bank atau leasing.

Sayang sekali, meskipun kasus kredit macet atau angsuran menunggak banyak terjadi, ternyata masih ada saja pihak sales yang justru mempermudah proses pengajuan kredit meskipun tanpa sepengetahuan perusahaan. Mereka seolah-olah terbiasa melakukan pemalsuan dokumen calon debitur (khusus untuk kredit kendaraan roda dua) yang penting kendaraan bisa keluar dan si sales bisa mendapatkan bonus. Tak peduli meskipun tiga bulan kemudian kendaraan disita kembali oleh pihak leasing.

Tak hanya perusahaan yang rugi lantaran ulah nakal salesnya, dan pihak debitur juga rugi karena motornya disita lantaran tak mampu membayar. Tapi lebih dari itu nama baik seseorang atau kampung ikut tercoreng karena persoalan yang seperti ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun