Hingga detik ini, polemik pemberitaan kisah asmara dan kasus pemalsuan dokumen oleh Abraham Shamad masih saja menggelinding seperti bola api yang siap membakar apa yang dilewatinya. Tak hanya KPK sebagai corong penegakan hukum anti rasuah tersebut, para petinggi KPK yang lain turut menjadi korban atau dalam tanda kutip dikorbankan oleh pihak-pihak yang ingin lembaga ini hengkang dari republik ini.
Tak hanya KPK selaku institusi, masyarakat Indonesia yang sampai saat ini menanti gebrakan-gebrakan besar akan penyelesaian kasus korupsi di negeri inipun seperti kehilangan kepercayaan. Apakah korupsi benar-benar menjadi penguasa di negeri ini, yang mengakibatkan banyak pejabat publik tak bergeming tatkala kasus-kasus korupsinya semakin terlihat dan seakan-akan mulai masuk ke perangkap KPK.
KPK garang, menyerang ternyata Koruptor jauh lebih garang melakukan segala cara agar lembaga anti rasuah ini benar-benar tinggal namanya. Ironinya, ternyata institusi yang dipercaya sebagai penegak hukum yang semestinya bisa bergandengan tangan dengan kepolisian, ternyata seperti digiring pada situasi kontradiksi. KPK dibenturkan dengan Polri yang sejatinya sama-sama selaku "dewa penyelamat" rakyat dalam mendapatkan hak-haknya. Hak untuk mendapatkan rasa aman dan menikmati kesejahteraan ketika uang negara tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab demi kepentingan pribadinya.
Bahkan jika melihat fenomena yang semakin panas ini, publik semakin bertanya-tanya apakah KPK benar-benar disetting untuk dilemahkan dan terancam dibubarkan karena melihat fenomena akhir-akhir ini? Entahlah. Yang pasti kebenaran tidak akan pernah dikalahkan oleh kajahatan, dan suatu saat nanti semuanya akan terungkap.
Terlepas dari fenomena KPK yang sepatutnya sebagai corong ideal sosok lembaga yang pantas dihormati, ternyata saya pun bertanya-tanya, apakah benar apa yang berkembang bukti bahwa orang-orang di jajaran KPK tidak benar-benar bersih? Melihat beberapa kedekatan petinggi ini dengan PDIP yang selalu dibahas oleh media. Meskipun semuanya serba mungkin mengatakan boleh jadi benar bahwa Abraham Shamad melakukan pendekatan pada PDIP tatkala debut Pilpres kemarin. Apalagi waktu itu, PDIP tengah mencari-cari (bermain lobi) kepada beberapa tokoh di negeri ini siapa sebenarnya yang hendak menjadi Wapres. Maka pantas saja media dan publik mencecar dengan berbagai pertanyaan, "jangan-jangan memang AS berkeinginan menjadi Wapres?" meskipun fakta ini disalahkan karena melanggar kode etik. Tapi siapa sih yang tak ingin menjadi wapres melihat posisi PDIP kala itu tengah di atas angin? Tak hanya AS yang bersedia disunting menjadi wapres, karena tokoh-tokoh lain pun berpikiran yang sama.
Lain polemik kedekatan AS dengan PDIP yang santer diberitakan di beberapa media, ternyata masalah AS tak hanya issue tentang tawaran (lamaran) PDIP atau boleh dikatakan keinginan AS melamar menjadi Wapres kepada parti moncong putih tersebut. Ternyata publik digembarkan dengan dokumen "palsu" yang disangkakan dibuat oleh AS, alih-alih menolong sosok yang baru dikenalnya. Benarkah dokumen itu "karangan" Abraham Shamad? Atau Abraham Shamad kembali difitnah melalui para wanita, sama halnya beredarnya foto mesra dengan seorang Miss Indonesia?
Yang pasti, apapun yang terjadi, AS tetaplah manusia biasa yang bisa saja difitnah, atau benar-benar sengaja melakukan dengan dalih menolong. Tinggal menunggu kejelasan kasus ini hingga benar-benar gamblang. Kalau ternyata dokumen tersebut adalah palsu yang dibuat oleh AS, sepatutnya Bung AS berkata jujur bahwa ia melakukannya. Tapi jika sebaliknya jika ternyata beliau difitnah, beliau pun bisa melawan disertai bukti-bukti dan alibi yang tepat bahwa apa yang disangkakan hanya fitnah belaka.
Bung Abraham Shamad mesti gentlement, keluar dari sarangnya dengan wajah yang sumringah, dengan menjelaskan duduk persoalannya. Tak perlu takut terhadap pihak-pihak yang ingin merusak nama baik KPK melalui perempuan-perempuan yang "dibayar" untuk menjatuhkan kredibilitas petinggi KPK tersebut.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H