Gambar Sutriyani, seorang sarjana jurusan Fisika yang rela bekerja menjadi penjual jamu keliling (Sumber: maliamiruddin57.blogspot.com)[
Tak sedikit masyarakat kita yang menganggap bahwa dengan kecerdasan dan pendidikan akan menjadikan mereka sukses mendapatkan pekerjaan. Pekerjaan yang bonafid dengan gaji tinggi di sebuah lembaga pemerintah maupun swasta. Karena boleh jadi dengan pendidikan kita tersebut, ternyata dibatasi oleh beratnya persaingan mendapatkan pekerjaan, lantaran semakin sedikit lowongan pekerjaan. Ditambah lagi saat ini, kompetisi mendapatkan pekerjaan yang diharapkan semakin berat saja. Apalagi jika dalam sebuah kompetisi mendapatkan pekerjaan itu dikotori oleh ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Bermain kotor dengan melakukan aksi suap menyuap. Maka sudah dapat diduga, yang akan mendapatkan pekerjaan itu justru orang-orang yang memiliki kompetensi yang rendah, atau justru tidak memiliki kemampuan sama sekali.Â
Apa yang terjadi jika yang mendapatkan pekerjaan adalah orang-orang yang tidak memiliki kompetensi yang mumpuni? Entahlah, yang pasti institusi tersebut telah memberikan pekerjaan kepada orang yang tidak tepat. Mereka bekerja dengan semau sendiri, yang penting menerima gaji dianggap beres. Sungguh prihatin jika pekerjanya memiliki integritas yang rendah. Mudah-mudahan hal ini tidak terjadi pada institusi pendidikan kita.Â
Terlepas dari fenomena kependidikan dan lowongan pekerjaan di Indonesia, Sutriyani, menjadi sosok yang boleh jadi salah satu dari sekian banyak lulusan perguruan tinggi dengan nilai IPK tinggi justru tidak mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Sebagaimana keterangan beliau di acara Hitam Putih, bahwa pada mulanya mimpinya mengenyam pendidikan tinggi karena ingin menjadi guru fisika. Menjadi guru adalah cita-cita yang luhur. Apalagi nilai yang diperoleh Sutriyani cukup tinggi yaitu 3,49. Sebuah prestasi dan pencapaian target pendidikan yang amat baik.
 Gambar : Tampak Sutriyani mengendarai sepeda motornya, berkeliling berjualan jamu demi memenuhi kebutuhan sehari-hari (sumber: maliamiruddin57.blogspot.com)
Seorang sarjana lulusan perguruan tinggi swasta di Yogyakarta ini sejauh ini belum meraih cita-citanya menjadi seorang guru. Meskipun upaya dan usaha sudah dilakukan agar cita-citanya berhasil. Tapi ya gimana lagi, jika nasib belum berpihak padanya, maka tidak ada jalan lain selain menjadi wiraswasta. Dengan kegagalan menjadi PNS atau Guru Fisika tersebut apakah Sutriyani frustasi dan merasa telah gagal, sehingga ia hanya merenungi nasib dan menunggu pekerjaan yang tak pasti?Â
Tidak, Sutriyani justru lebih memilih memberdayakan dirinya dengan menjadi pedagang jamu. Hari demi hari ia lakoni dengan membuat dan berjualan jamu di kampungnya demi mencukupi kebutuhan hidupnya. Berkeliling kampung dengan sepeda motor  ia melenyapkan image negatif bahwa sarjana yang gagal menjadi PNS atau Pegawai adalah sosok yang gagal dan terpuruk. Ia justru membuktikan bahwa menjadi sarjana bukan untuk berputus asa serta menjadikan dirinya patah semangat meskipun usahanya mendapatkan pekerjaannya belum berhasil. Justru menjadi pelajaran berharga bahwa tidak ada yang salah dengan pendidikan yang telah ditempuh serta prestasi yang diraihnya, serta pekerjaan sebagai wirausaha sebagai penjual jamu.Â
Setiap orang berhak memiliki apa yang dicita-citakan, tapi kadang kala harus menerima sebuah kegagalan dengan berlapang dada. Ia ikhlas menerimanya sekaligus berusaha tegar dan menciptakan lapangan pekerjaan agar dirinya tidak semakin merasa gagal dalam memperoleh cita-citanya.Â
Selain menjadi penual jamu yang percaya diri, di sela-sela jualannya, ia masih sempat membantu anak-anak sekolah menyelesaikan PR nya dengan ilmu yang dimilikinya. Apa yang dilakukan Sutriyani adalah pelajaran berharga, bahwa tidak selamanya kegagalan dalam memperoleh pekerjaan itu sebagai akhir dari segala-galanya. Karena boleh jadi, dengan usaha kecil-kecilan yang dilakukan dengan ketekunan, kerja keras dan doa, justru akan mengantarkan dirinya menjadi pengusaha sukses.Â
Tidak ada yang salah dengan pendidikan kita, dan tidak ada yang salah dengan pekerjaan kita. Akan tetapi semua menjadi perjalan hidup yang semestinya disyukuri dan dinikmati agar hidup kita semakin berharga dan bermakna. Yang pasti, inilah kata lain dari ide revolusi mental yang didengungkan  oleh pemerintah kita, bahwa seyogyanya setiap warga negara memiliki mental yang sehat, teguh, jujur, tekun dan ulet serta sabar dalam usaha mencukupi kebutuhan hidupnya dengan pekerjaan yang dihalalkan dan dilakukan dengan semangat yang tinggi demi kesuksesan. Salam Tulisan ini saya publish pertama kali di maliamiruddin57.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H